🍄8. Makan malam 🍄

1.8K 138 8
                                    


Manusia memang mempunyai kecenderungan untuk menyukai keindahan. Termasuk dalam melihat wanita atau laki-laki. Dunia mulai mengkotak-kotakkan si cantik, tampan, seksi dan Reres sering berpikir, apa ia masuk dalam salah. Atau kategorinya? Di usia ke 24 tahun, memiliki berat badan lebih dari 80 kilogram, dengan tinggi hanya 158 cm. Tak cantik, tak seksi, bukan pilihan laki-laki, hal biasa untuknya ketika sekitar mengatakan gendut dan tak menarik atau berbagai julukan lain .., sialan memang pikirnya. Gendut itu memang fakta, yang sering membuat ia kesal adalah ketika kata-kata itu ditujukan untuk mencemooh. Itu yang dulu sering kali buat Reres sakit hati. Ya tapi, ia kini coba terima saja nasib terlahir sebagai si semok dan montok.

***

Makan malam hari ini berlangsung dengan sangat baik dan lancar. Meskipun sejak tadi Saga sama sekali tak ada senyum. Namun, sikap dinginnya itu malah membuat Aira semakin penasaran. Gadis itu sesekali melirik pada Saga yang duduk tepat di hadapannya. Saga tak bergeming tetap menikmati santapan malamnya. Tatapan matanya hanya tertuju pada piring makan berisi steak daging buatan sang nenek.

Obrolan yang terjadi di ruang makan itu hanya tentang bisnis, bisnis, dan bisnis. Terutama tentang niat kedua keluarga itu untuk bekerja sama dalam pembangunan sebuah hotel. Sepertinya, ini alasan mengapa Nindi berkeras hati untuk menjodohkan keduanya.

"Jadi gimana kerjaan kamu Aira?" tanya Nindy pada Aira.

Aira menoleh menatap Nindi. "Baik Tante," jawab Gadis itu sopan.

"Haduh, Oma suka perempuan kaya Aira cantik mandiri. Ya kan Saga?" Ayu menoleh pada sang cucu.

Saga tak menjawab ia hanya menoleh sekilas lalu kembali melanjutkan santap malamnya. Dan anehnya sikap dingin Saga malah membuat ia tersenyum di sudut bibirnya.

Setelah acara makan malam, Nindi meminta Saga untuk menemani Aira mengobrol di taman belakang. Namun, yang terjadi kemudian adalah keduanya Hanya duduk dan saling diam lebih dari sepuluh menit. Saga sibuk dengan ponsel di tangannya, Aira juga melakukan hal yang sama hanya saja sesekali Gadis itu melirik pada laki-laki dingin di sampingnya.

"Saga," panggil Aira.

Saga menoleh, tanpa senyum.

"Kita bisa jadi teman 'kan?"

"Bisa, hanya teman. Kalau untuk perjodohan sepertinya enggak. Kamu bukan tipe saya." Saga menjawab sambil kembali menatap ponsel.

Aira terdiam, sejujurnya jawaban Saga terlalu blak-blakan dan buat ia kecewa. "Aku juga enggak terlalu setuju perjodohan ini." Aira katakan itu untuk mempertahankan harga dirinya.

Saga berdecih, lalu menatap Aira. "Really? Tapi tatapan mata kamu sepanjang makan malam tadi menyiratkan hal yang berbeda. Saya tau saya ganteng, mapan-" Saga lalu mendekatkan wajahnya. "Yang perlu saya kasih tau ke kamu, saya hebat dalam urusan ranjang." Saga kembali menjauhkan tubuhnya.

Ucapan Saga buat Aira menatap Saga, ia bisa melihat senyuman licik Saga yang malah buat darahnya berdesir dan jantungnya berdetak semakin cepat . Sialan! Batin Aira bisa-bisanya dia semakin tertarik pada pria yang mentah-mentah menolaknya? Dalam pikirannya Aira memaki Saga sama hatinya Aira jatuh hati.

Saga telah kembali ke posisinya, memainkan ponsel lagi. Lalu yang terjadi pada Aira adalah ia masih terdiam beberapa saat pada posisinya. Dan setelah kesadarannya kembali, gadis itu kembali duduk dengan tegak dan menatap ponsel di tangannya.

Tak ada yang dibicarakan keduanya sampai Aira pulang meninggalkan tempat itu. Saga segera menuju kamarnya ia tau jika masih bertahan di lantai bawah, mami dan sang nenek akan menceramahi dirinya yang tak ramah.

Sampai di kamar ia melihat Reres yang tertidur di kursi rias menutup wajah dengan bantal kecil. Gadis itu kelelahan, apalagi setelah kembali dari Bali pria pucat itu sama sekali tak memberikan waktu beristirahat. Saga lalu berjalan mendekat memegang kening sahabatnya yang masih demam. Ia lalu melihat ponsel Reres yang menyala, pesan dari Haris.

Oh My CEO (END)💜Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang