🍄46. Bertiga🍄

663 62 12
                                    

Sabtu pagi ini Reres sudah rapi. Hari ini akan menuju panti asuhan seperti biasanya. Sudah cukup lama Reres tak datang ke sana. Belakangan hanya mengirimkan uang melalui rekening ke ibu panti. Dan itu jelas membuat ia rindu berbagi secara langsung. Setelah berpakaian rapi ia kemudian berniat membangunkan Saga seperti biasanya, pekerjaan yang memang telah menjadi kewajibannya. Membawa pakaian bersih dari lantai bawah, kemudian menatanya di lemari. Ia membiarkan sahabatnya itu tertidur setelah semalam Reres membuat Saga kebingungan setengah mati karena tiba-tiba saja menangis.

Setelah selesai membereskan pakaian, Reres kemudian berjalan mendekati Saga, duduk di sisi tempat tidur dan membangunkan sahabatnya itu. Reres membuka selimut Saga, kemudian menepuk pelan pipi Saga.

"Ga, bangun yuk."

Suara Reres itu bagai alarm buat Saga. Mendengar sekali saja sudah pasti ia akan terbangun dan segera membuka matanya.

"Bangun Yuk, udah pagi ini. Bentar lagi sarapan sama Ibu Nindi sama Eyang Ayu." Reres kemudian mengusap rambut Saga, menyibak kening Saga. Hingga kening paripurnanya terlihat.

Saga bergerak memeluk Reres. "Morning, kamu okay hari ini? Hmm?" tanyanya. Masih teringat Reres yang menangis semalam.

Reres mengangguk, masih sambil  mengusap kening Saga. "Okay, biasa lagi bedmud aja."

"Hmm, tamu bulanan ya? Mau jalan? Mau makan? Hmm? Biar enggak bete lagi kalau M gitu. Mau ya? Saga temenin." Saga bertanya tanpa memerhatikan Reres.

"Bangun dulu yuk," ajak gadis itu.

Saga kemudian mengintip dari mata sipitnya yang masih sulit terbuka. Semalam tidur larut. Memikirkan tentang apa yang sebenarnya terjadi pada Reres sampai tiba-tiba menangis. Namun kemudian ia terkejut melihat gadis itu sudah berdandan dengan rapi.

"Kok udah rapi? Mau ke mana?"

"Mau ke panti asuhan." Reres menjawab sambil melipat selimut Saga.

"Biar aku antar ya?"

Reres menggelengkan kepalanya. "Udah janjian sama Mas Haris."

Mendengar nama Haris disebut membuat Saga menjadi kesal. "Nggak boleh pergi. Enggak boleh ke mana-mana, apalagi sama Haris."

"Kenapa sih Ga? Biasanya juga kalau aku ke panti asuhan sama mas Haris."

"Ya, sekarang, nggak boleh. Mau ke mana-mana sama aku aja, yang nganter aku, yang jagain kamu aku, bolehnya sama aku aja. Sama Saga." Pria itu segera duduk dengan tegak menetap ke arah Reres dengan kesal.

Reres hela napas. "Ingat ya kita itu nggak ada—"

"Iya tahu kita ini nggak ada komitmen kan? Kamu terus ngomong kayak gitu. Nggak tahu gimana perasaan aku ya? Setelah kamu ngomong suka sama aku. Terus semalam nangis sampai kayak gitu. Aku nggak bisa tidur Res, pusing dan bingung banget sampai sakit kepala. Jadi bisa nggak sih, jangan buat aku jadi kayak gini." Saga menjelaskan dengan frustrasi. Semalaman sampai tak bisa tidur karena melihat Reres yang menangis.

"Aku kan cuman ke panti asuhan," kata Reres coba membujuk.

Saga jengah, kemudian menghela nafasnya kasar. "Ya udahlah terserah sana. Sana kalau kamu mau pergi sama Haris. Terserah kamu aja lah Res."

Biasanya mendengar Saga marah seperti ini Reres akan merasa senang sekali. Gadis itu pasti akan segera memutuskan kabur dari kamar Saga. Namun kali ini jadi sedikit berbeda. Reres merasa bersalah, apalagi setelah tadi ia mendengar kalau Saga tak bisa tidur memikirkannya. Gadis itu berjalan menghampiri Saga, duduk di samping, kemudian memeluk tubuh pria itu.

"Boleh ya pergi sama Mas Haris. Saga kan tau, kalau aku nggak akan ada komitmen sama laki-laki. Termasuk juga Mas Haris. Kita memang cuman benar-benar temenan aja. Lagian kan perginya cuma sama mas Haris." Gadis itu coba membujuk Saga yang masih marah.

Oh My CEO (END)💜Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang