🍄38. Antipati pernikahan 🍄

704 81 31
                                    

Pagi datang seperti biasanya, hari ini Reres tengah sibuk melakukan rutinitas pekerjaan paginya. Menyiapkan Saga untuk berangkat bekerja. Saat ini ia tengah mengancingkan kemeja milik Saga. Saga menatap dengan senyum pada Reres. Senang sekali kemarin Reres meminta untuk dipeluk. Bahkan bahagianya masih terasa sampai saat ini.

Reres mana tau rasanya jadi Saga? Sejak memeluk Reres kemarin, dadanya terus saja berdebar, sisi-sisi bibirnya tertarik ke samping, jadi gemas sendiri semalaman. Mau sama Reres lagi, mau dipeluk Reres lagi, tapi Saga tak mau memaksa lagi. Ia merasa justru Res jadi seperti itu karena ia tak memaksa.

"Res?" panggil Saga lembut sekali.

Reres menoleh. "Hmm?"

Saga gelengkan kepala lalu tersenyum. Jadi malu sendiri karena Reres yang menatapnya. Aneh memang jika dipikirkan. Apalagi ini adalah pertama kalinya ia merasakan hal seperti ini. Biasanya ya biasa saja, cuma tau kalau napsunya naik  segera hubungi kekasihnya. Kali ini afeksinya berbeda, seratus persen berbeda. Saga tak menampik kalau suka sekali saat saling bertukar peluh dengan Reres, asik berdua di ranjang sambil dengar Reres desahkan namanya. Suka sampai ketagihan sepertinya. 

Namun, Saga sadar ada yang lebih penting selain itu. Saga benar-benar butuh intensitas Reres di sekitarnya, mau cintanya di balas, mau Reres semanis kemarin sampai dirinya dipeluk lama sekali. Saga suka, buat hatinya berdebar tak keruan.

"Kenapa manggil?" tanya Reres yang kini tengah memakaikan dasi.

"Gue boleh peluk lo?"

Reres mengangguk, tanpa penolakan. Anggap saja ini adalah ucapan terima kasih karena Saga sudah memberikan hal yang paling ia inginkan.

Saga memeluk Reres, erat sekali. "Seneng banget pelukan sama Reres."

"Kenapa?" tanta Reres heran.

"Seneng aja. Bahagia rasanya mau senyum terus." Saga berujar manja.

Reres hela napas, sejujurnya tak tau apa Saga benar-benar jatuh cinta padanya atau tidak, tapi tindak -tanduk Saga memang sedikit diluar kebiasannya. "Jangan berharap lebih ya?"

Saga sedikit kecewa seolah ditolak mentah-mentah. "Kenapa?"

"Dari awal kan kita cuma temen, sahabat baik. Lo tau kan, kalau gue juga enggak mau nikah sama siapa-siapa? Jangan pakai perasaan, hmm?"

Saga hela napas, Reres terlambat. Perasaan Saga sudah luber sampai tak bisa dikendalikan. "Enggak bisa lo coba buka sedikit hati lo buat gue?"

Reres mengelengkan kepala. "Enggak ada yang akan gue biarkan masuk dan mengisi perasaan gue. Hidup itu terlalu sia-sia untuk dihabiskan dengan menikah. Lagipula, kalau lo suka sama gue kita enggak bakal nikah."

"Kenapa lo mikir gitu?"

"Ya, nyokap lo jelas enggak akan dukung Ga. jangan mempersulit hidup ya?" Reres meminta, ia tak ingin mengingatkan Saga atas perasannya yang tak mungkin.

Saga terdiam, ia jelas tau betul kalau memang nenek dan juga sang ibu pasti tak akan mengijinkan dirinya bersama dengan Reres.

"Pasti akan ada jalan," ucap Saga.

Reres tersenyum. "Yang penting gue sama lo kan?"

Pria itu menggelengkan kepalanya. "Mau lo seutuhnya."

"Ada jaminan lo enggak akan bosan kayak ke mbak Vinny dan mbak Lauren?" tanya Reres lagi sambil memakaikan jas pada Saga. "Dah berangkat sana. Hari ini gue mau ke rumah sakit, lo inget kan?"

Saga mengangguk sambil menatap Reres. Sebal juga rasanya karena Reres harus mengingatkan dirinya tentang sang mami dan juga neneknya. Buat dirinya jadi berpikir segalanya akan semakin sulit.

"Habis dari rumah sakit lo langsung pulang aja ya," kata Saga meminta agar Reres segera pulang saja setelah memeriksakan diri. Cemas, takut sakitnya makin parah. Mau Reres istirahat.

Setelahnya, keduanya segera berjalan ke luar kamar. Mereka berpapasan dengan Yuni yang tengah membersihkan guci yang berada di depan kamar Saga.

"Mbak Yuni," sapa Reres.

"Iya Res," sahut Yuni memerhatikan keduanya.

Reres tersenyum dan segera berjalan turun bersama Saga. Saga menggenggam tangan Reres berniat mengecupnya sebelum Reres menepis, coba ingatkan Saga kalau di sana ada orang lain.

Setelah sarapan, Saga segera melangkahkan kakinya ke kantor. Sementara itu Reres bersiap untuk ke rumah sakit tak lupa membawa hasil testpack-nya kemarin. hari ini berdebar sekali rasanya karena akan melakukan pemeriksaan kehamilan untuk pertama kali.

Bahagia ia rasakan karena keinginannya akan memiliki buah hati terkabul. Pagi ini ia memesan mobil online untuk ke rumah sakit ibu dan anak yang letaknya sedikit lebih jauh dari rumah Saga. ia mengantisipasi takut jika ada yang mengenalinya.

Setelah sampai, ia segera diminta untuk mendaftarkan diri. Beberapa pertanyaan diajukan. Setelah menjawab, ia segera duduk dan menunggu giliran untuk diperiksa. Menunggu dengan senang sambil sesekali mengelus perutnya yang memang sudah gemuk karena lemak.

Setelah tiba gilirannya, ia berjalan masuk lalu menemui dokter yang menyapanya dengan ramah. Bertanya lagi beberapa pertanyaan sampai kemudian dipersilahkan untuk menuju tempat tidur dimana dokter akan melakukan USG. Suster mengoleskan gel, kemudian dokter menjalankan alat untuk pemeriksaan.

"LIhat itu janinnya ya Bu. Anaknya kembar lho ini, usianya enam minggu dan sehat."

"Kembar Dok?" tanya Reres penasaran tak percaya dengan apa yang ia dengar. Terus menatap ke arah layar sambil tersenyum. Belum ada bentuknya, hanya titik saja tapi senang sekali.

"Iya, kembar Bu," jawab Dokter lagi.

Mendengar dan melihat dua lingkaran kecil hitam di layar membuat hatinya menghangat, tak terasa ia meneteskan air mata karena begitu merasa bahagia. Rasa syukur ia ucapkan dalam hatinya senang sekali rasanya bisa mendapatkan bayi kembar, buah hatinya dengan Saga.

Setelah melakukan pemeriksaan, mendapatkan hasil USG dan juga buku merah muda yang sejak tadi ia perhatikan dengan gemas. Setelah pulang, Reres menyempatkan diri ke mall terdekat untuk membeli ponsel baru. Karena ia sudah terlalu lama memakai ponsel milik Haris. Bukan karena tak punya uang, tapi Reres malas untuk berjalan-jalan ke mall. Lebih suka kalau berbelanja online saja.

Sementara itu Saga dan haris kini tengah membicarakan perihal beberapa jadwal yang tak ingin Saga datangi atau ingi dirubah. Keduanya membicarakan itu di ruangan Saga.

Haris senang karena mood Saga hari ini baik sekali jadi semua bisa berjalan dengan lancar. Beberapa laporan juga lolos begitu saja tanpa banyak protes yang biasanya dilakukan oleh si pucat.

"Jadi untuk rapat ini, bapak mau kapan dilaksanakan?"

"Ini kan seminggu lagi? Mundurin aja di hari selasa. Hari jumat depan saya malas kalau rapat," kata Saga.

"Baik kalau gitu. Jadi ini saya buat untuk hari selasa," ucap Haris sambil merubah jadwal dari laptop miliknya.

"Ada lagi Pak?" tanya Haris.

"Nggak ada, semua sudah oke." Saga menjawab sambil memerhatikan jadwal dari laptop milik Haris.

"Baik kalau gitu saya kembali ke ruangan saya ya Pak." Haris merapikan laptop miliknya lalu berniat untuk segera meninggalkan ruangan.

"Iya silahkan. Oiya, Ris saya mau kasih tau kamu." Saga menatap Haris.

Tentu saja Haris juga menatap sang atasan dengan tatapan bingung. "Iya Pak?"

"Saya sayang sama Reres." Saga mengatakan itu sebagai tanda bagi haris untuk mundur.

Hanya saja Haris hanya tersenyum. "Saya tau Pak," jawab pria itu.

"Bukan sebagai sahabat," Saga menekankan lagi.

"Saya tau Pak. Dan akhirnya bapak sadar saat ini? tapi, maaf Pak saya enggak ingin mundur. Kita biarkan saja Reres yang memilih ya Pak. Permisi," ucap Haris kemudian ia melangkahkan kakinya keluar dari ruangan Saga.

****

Owuwowwwwoooo
Saga vs Haris nih..
Hayo siapa nih siapa 😭😭😭

Oh My CEO (END)💜Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang