Kala semburat fana lantas menyapa, dan mengatakan, "singkirkan rasa simpatimu yang kecut itu, Nona," aku malah tetap bertahan dirundungi semerbak aroma sunkist yang kelewat lembut. Tak kuasa sampai ingin menghindar, tapi pesonanya yang teramat janggal, seolah memaksaku untuk tetap tertegun seperti manequin penjaga toko baju.
Aku benar-benar hanya mampu menggerutu dengan membiarkan pikiranku sendiri melayang-layang melawan berbagai prasangka yang melintas. Aku harus apa? Sejak kapan laki-laki ini berubah-ubah seperti power rangers. Dia ingin bermain-main denganku, atau bagaimana?
Tak sadar delapan menit berlalu, dia masih saja mengusap pangkal kepalaku begitu lembut, membuatku memutuskan untuk melepaskan diri sepenuhnya. Aku mendorong tubuhnya yang begitu mudah menangkis jarak. Aku tidak mengerti, bagaimana bisa rengkuhan itu, kukungan itu, sentuhannya, pelukannya—mengapa mampu menciptakan debaran yang gila. Aku sampai kewalahan untuk mengimbangi diriku agar kembali normal seperti sedia kala.
Aku berangsur mengangkat kedua tanganku yang kelihatannya sangat bergetar tak terkuasai. Alih-alih aku ingin melindungi diriku, tapi sebenarnya aku hanya tidak mau laki-laki di sana mengetahui bahwa jantungku berdebar tiga kali lebih cepat. Jika kuperhatikan, Neko menatapku jahil, karena hal tersebut aku lantas menurunkan pandanganku sendiri.
Napasku yang beradu jalur berliku, mengiringi suara yang dengan susah payah kugumamkan. "K-kau.. Tidak bisakah kau berhenti untuk mengatakan berbagai hal tentang pernikahan? Itu membuatku takut."
"Aku menyukaimu."
Astaga. Perutku sakit.
Aku tidak tahu kalau rasanya akan sedemikian rupa menyakitkan. Aku seperti berada di sebuah kelas matematika, yang harus mempresentasikan akar kuadrat menggunakan Bahasa Inggris. Sungguh, situasinya jauh lebih buruk. Estimasi derap jantungku benar-benar mendadak bergerak tidak karuan. Kedua bola mataku bahkan membesar, dan berangsur memberanikan diri untuk memandangi Si Neko yang sekadar bersikap sok santai. Aku membenci adagium tenang yang dia berikan padaku.
Kulihat jika Neko beralih menarik kedua tungkainya menuju persimpangan pintu utama ruang kesehatan yang masih senantiasa tertutup. Jemarinya lantas mengenggam gagang pintu itu. Aku lekas memperhatikannya. Kedua tanganku yang sempat menjadi penjaga sementara juga sudah menurun, bahkan kini tak sadar mereka saling meremat.
Hingga, kudengar dia melepaskan ungkapan yang lain di sana. "Terserah, aku tidak masalah kalau kau menolak. Lagi pula.. " Dia perlahan melirikku, lalu tersenyum menggelikan. "Kau sudah menjadi milikku sejak beberapa hari lalu."
"Tunggu, apa?"
Demi Tuhan, ini apa lagi, sih? Aku tidak pernah merusak bumi di kehidupanku sebelumnya. Tapi, mengapa—mengapa harus aku yang dihinggapi badut IT seperti Neko. Aku tidak pernah mengerti, kemana tujuan yang ingin dia berikan padaku. Kalau serta-merta ingin bermain-main denganku, tidak perlu bertindak sejauh ini. Ah, rasanya aku ingin sekali membuat wajah itu semakin bonyok.
Neko segera berlalu menarik pintu tersebut. "Bukankah aku pernah menciummu satu kali," ucapnya, terdengar singkat.
"Apa maksudmu?"
Dia berangsur menempatkan dirinya sendiri untuk menyatu denganku. Keberadaannya yang terlihat di sebuah ambang, dengan sirat netra yang tak kuketahui maksud jelasnya, membuatku ingin sekali merobek bagian lukanya itu.
Kulihat dia tersenyum menjengkelkan. Kedua tangannya dia masukkan ke dalam saku celana hitamnya yang sedang dia gunakan, lagaknya angkuh. "Anggap saja ciumanku itu sebagai tanda kalau kau cuman punyaku." Dia berniat menjauh, sembari melambaikan salah satu tangannya. "Tidak apa-apa, tidak perlu di kembalikan."
KAMU SEDANG MEMBACA
Cygnus Atratus || Min Yoongi Fanfiction ✔
Fanfic(END-WARNING!! SETIAP PART PANJANG2. BAHASANYA BELIBET. BIKIN MIKIR KERAS!! CERITA INI TERDIRI DARI 3 BAGIAN YANG MEMUAKAN. PUSING DENGAN SEGALA TINGKAH DILUAR NALAR DARI SETIAP KARAKTER BAKALAN BIKIN KAMU BOSAN. POKOKNYA CERITA INI KHUSUS BUAT KAMU...