Terlepas dari yang katanya hidup itu adalah sebuah pilihan, mengemas takdir sedemikian rupa ingin merangkum indah berpendar penjuru cahaya paling terang tak terbantahkan. Siapa yang bernegosiasi dengan Tuhan untuk mendapatkan pilihan hidup teramat gelap, sampai hitam tak sanggup menyentuh putih sedikit pun. Tidak ada, dan itu pula termasuk aku. Berulang kali struktur hidupku ingin segera lenyap, mati, hilang, dan terkubur cuma-cuma, aku memohon bertumpu pada yang mencipta jika aku sangat berkeinginan untuk sakit, hancur sekalian.
Tubuh yang tak pernah sok kuat, sudah habis di kulum ribuan luka dari seantero penjuru. Sebumbung hati yang telah kadaluwarsa, disiksa oleh belati paling haus darah. Pandang tak mampu lagi menempuh jarak mencari sinar, seolah ditusuk-tusuk sampai terlepas, hitam nan kosong mendadak mengelilingi sejumlah sisa sisi.
Aku harus menumpu pada tegak bagaimana lagi? Kokohku berangsur runtuh satu persatu, aku tidak bisa lagi mendapatkan kesempatan untuk merekatkannya kembali. Memangnya jika aku bertahan, tidak ada kepastian bahwa dunia akan mampu mencium harum dari kuncup bunga yang waras terbuka. Aku tetap hidup saja, gelapnya menyerang dengan tragis. Mati, bukankah setidaknya ada sekelebat ekspetasi yang masih dapat kuciptakan di bawah alam kubur yang mencak-mencak dibuat sempit, tapi setidaknya tidak gila.
Aku tersenyum getir, tawaku yang ingin meluap suka-suka, tenggelam di kerasnya perang hujan dan gemuruh. Sebagian jemariku lantas meraup sepanjang gemetar yang tak terelakan, walau kubantah berulang kali. Setumpul benda tajam yang kujulurkan dengan genggamanku yang merematnya kuat-kuat, semakin jengkal waktu berputar, semakin kukuh pendirianku untuk merobek lebar nadi di balik lehernya.
Semesta laut yang selalu membawaku naik turun oleh gelombang malapetaka yang dia ciptakan seorang diri, membuatku terhempas menetap rekat-rekat, tak mau beranjak. Dengan sengaja kuikatkan diriku di bawah dasar kusut biru sampai kuyakini aku tidak akan sanggup bernapas kemudian.
"Aku tidak akan pernah terbunuh oleh semua cara yang kau lakukan padaku, Yong. Aku tidak akan pernah mati tanpa aku tahu bahwa kau perlu melihatku mati tepat di hadapanmu."
"Kalau begitu, aku akan memudahkannya untukmu, Youra."
Atap bangunan dengan tiga lantai, bernegosiasi terhadap masa lalu yang memukau. Sisi balkon tanpa pembatas yang licin, menimbulkan derap ardenalin kala tanah keras, juga sekaligus basah terlihat merayap-rayap menanti siapa saja yang akan dia telan. Kumuh ingatan di antara sekolah menengah pertama pada kunjungan sepuluh tahun silam, aku bersungguh-sungguh ingin kembali menggasak rasa sakit yang kuterima di kala lalu.
Tak ada kesempatan untuk menanggung frasa sesaat yang menjangkit upama pikiranku untuk melupakan darah yang sekubangan merembes habis. Tidak ada alasan bagiku untuk mengadaptasi perasaan bahwa aku perlu bertindak, "tidak apa-apa." Aku akan melakukan kebodohan mutlak jika begitu.
Laki-laki yang sampai detik ini berusaha mengukungku pada berbagai celaka kematian miliknya, tengah enggan menghempaskan pisau lipat dari titik beku pada area leherku. Kami saling bersikeras memaksa terhadap malaikat malapetaka untuk bekerja sama barangkali dia harus mencabut nyawa siapa saja yang berada di hadapannya kini. Gemercik hujan, derap gentar, sahutan tak bersuara dari seluruh pandanganku yang melihatnya dengan cabikan sakit, seolah menjadi pemanis adegan paling kentara yang mematikan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cygnus Atratus || Min Yoongi Fanfiction ✔
أدب الهواة(END-WARNING!! SETIAP PART PANJANG2. BAHASANYA BELIBET. BIKIN MIKIR KERAS!! CERITA INI TERDIRI DARI 3 BAGIAN YANG MEMUAKAN. PUSING DENGAN SEGALA TINGKAH DILUAR NALAR DARI SETIAP KARAKTER BAKALAN BIKIN KAMU BOSAN. POKOKNYA CERITA INI KHUSUS BUAT KAMU...