Chapter Twenty Seven 🌟 Segenggam Bentangan Rapuh Yang Serupa

180 20 30
                                    

Menyadari pelik seluruh gundah dalam hidupku, rasanya memang sangat tidak menyenangkan. Usiaku yang masih di awali dua puluh tahunan, bukankah dapat kujalani dengan perasaan senang. Entah itu bermain-main bersama teman-temanku, mengunjungi tempat yang indah, atau makan di restoran yang mewah. Seharusnya aku melakukan deretan kegiatan tersebut, bukan malah di hadang resiko paling buruk, hanya agar aku segera mati. Bagaimana ini, Ya Tuhan? Aku tidak memiliki kehebatan dalam menyelesaikan masalah yang bertumbuk sekaligus menyerangku begini.

Kali ini kusegani hari untuk berlalu semakin cepat. Aku memutuskan untuk segera tidur dengan keadaan yang tak sempat kulepas pakaianku. Aku telah kembali ke rumah setelah kuanggap perbincanganku dengan Yeonjun selesai. Aku tidak mengungkapkan apa pun, selain hanya terdiam seperti orang bodoh—sesuai yang di ucapkannya padaku. Aku juga memberitahu pada Leechie dan teman-teman bahwa aku tidak bisa pergi menemui mereka karena perutku mendadak sakit. Ya, itu bohong. Terserah saja, aku hanya ingin waktu bergulir dengan tidak semestinya.

Aku lekas mengamati hamparan langit-langit kamarku yang temaram di sorot jingga dari jendela yang terbuka. Ternyata tidak kunjung malam, dan aku tidak menyukai itu. Sesaat ketika aku sampai ke rumah, seperti biasanya Ibu benar-benar memarahiku habis-habisan karena aku yang pergi seharian, dan tidak mengabari keberadaanku sampai Ibu mengatakan bahwa dia mengkhawatirkanku. Aku hanya menanggapinya dengan kebungkamanku. Aku sedang tak sanggup memikirkan apa pun. Terlalu banyak dan penuh, hingga kurasa napasku tersedak sesak sendirian.

Aku beralih bergerak susah payah untuk menurunkan tubuhku dengan lemas, kemudian kusandarkan punggungku pada kaki tempat tidur. Kuraih sejenak ponsel yang sempat kuletakkan di atas meja nakas, kuketuk beberapa kali layar tersebut hingga layar homescreen terlihat penuh akan notifikasi dari beberapa orang yang mengirimkanku sebuah pesan. Salah satunya Kim Leechie, juga—Min Yoongi? Bagaimana—Ah, benar aku melupakan fakta bahwa semalam kami bertukar nomor ponsel, pada akhirnya. Kuputuskan untuk membuka pesan yang di kirim oleh laki-laki itu—atau harus kusebut sebagai kekasihku?

'Apa kau sudah sampai di rumah?'

'Mengapa tidak memberi pesan? Aku khawatir,'

'Beri aku satu jawabanmu, Youra. Kau mau aku datang mengunjungimu dan bertemu Ibu mertua, hah?'

'Jangan mengabaikanku.'

'Seo Youra.'

'Ya! Min Youra.'

Sudut bibirku tanpa sadar berjingkat tipis kala pandanganku yang masih setengah mengantuk memperhatikan deret bubble chat yang cukup ramai di layar. Sejak pagi tadi, dia juga menunjukkan tingkah yang tidak biasanya, lalu sekarang dia bahkan lebih cerewet, (walaupun sehari-harinya dia memang cerewet.)

Aku berangsur menyentuh beberapa abjad di sana untuk membalas pesan tersebut. Namun, pikiranku kembali tertindas pada bagaimana suara Choi Yeonjun yang mengemas paling bising ketika dia mengungkapkan berbagai hal mengenai Min Yoongi.

Tanganku yang sebelumnya bergerak senang, mendadak membeku kelu. Kusadari utas kalimat yang kususun adalah sebuah informasi jika aku baru saja pulang setelah menemui temannya. Ah, bagaimana ini? Aku tidak mungkin memberitahunya tentang setiap kejadian yang kualami hari ini, kan. Aku .. Aku hanya tidak mau sesuatu yang jauh lebih buruk akan menimpa pada siapa saja yang terlibat. Aku tidak mau. Tidak lagi.

Aku menjatuhkan ponsel milikku, tanpa berniat untuk membalas pesan di sana. Kutekuk kedua lututku, sampai wajahku sanggup tenggelam di dalamnya. Aku terpejam, menarik seluruh malapetaka yang kudengar di waktu yang lalu.

Aku ingin sekali menyangkal bila apa yang dikatakan Choi Yeonjun padaku adalah sebuah dugaan yang salah. Hanya saja, entah mengapa ... entah mengapa aku sangat percaya. Aku sangat ingin menyetujui ucapannya. Bibirku seolah memaksaku untuk berbicara dengan keras bahwa itu benar.

Cygnus Atratus || Min Yoongi Fanfiction ✔ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang