September, 13, 2020
Selayaknya gundah yang menetap semakin lamat, mencoba berusaha menggoyahkan yang telah terjadi, aku menikuk dengan sporadis. Seluruh aksa yang sedari tadi tak ada henti-hentinya kupandangi terhadap diriku yang memantul melewati cermin paling jernih di hadapanku. Derit air yang mewabah menurun dengan deras membasahi wastafel yang kugenggam erat-erat seolah aku sedang mempertahankan diriku untuk tidak segera mati.
Aku meleburkan udara, meraih sekubangan air tersebut pada kedua telapak tanganku yang menangkup, lalu kubasuh seluruh wajahku. Berhenti sejenak, sampai dengan kuputuskan diriku sepenuhnya untuk melenggang keluar dari sebuah kamar mandi milik laki-laki di sana.
Aku berjalan perlahan, sembari mengaitkan biji kancing pakaian kemejaku, masih tanpa celana jeansku. Sampai di mana aku agak tersentak manakala perhatianku tak sengaja kujatuhkan pada keberadaan laki-laki yang tengah terduduk di sisi tempat tidur miliknya, tanpa pakaian atas.
"Eoh, Yoon, apa aku membangunkanmu?"
Perangainya bahkan hampir terlihat ingin menandingi arunika yang memencak sinarnya sampai menembus jendela balkon. Singgung bibirnya yang manis, terkadang kuakui dia memang begitu indah walau sekedar kupandangi. Dia menggelengkan kepalanya, menanggapi pertanyaanku. Aku hanya membalas senyumannya yang merekah di sana.
Aku memutuskan ingin berlalu. Setelah seharian kemarin aku terlalu—aku tercekat lagi di saat pergelangan tanganku di renggutnya secara paksa. Hingga tubuhku mau tak mau terjatuh di pangkuannya. Aku menahan diriku sendiri dengan menyentuh kedua pundaknya yang polos. Kulihat dia menatapku, pupil matanya membesar bak anak kucing yang ketakutan akan dilantarkan oleh pemiliknya.
"Kau mau ke mana? Ini masih jam enam pagi," katanya, merengkuh kedua pinggangku.
Aku terkekeh singkat, merasa gemas dengan raut wajahnya yang benar-benar sanggup kuperhatikan sedekat ini. Aku berlalu mengepung kedua pipinya dengan telapak tanganku.
"Kemarin aku sudah seharian bersamamu. Aku harus pulang. Ibu akan mengkhawatirkanku, Yoon. Besok kita bisa bertemu lagi." Aku mengusap kedua pipinya. Dia enggan mengungkapkan suaranya yang lain, sehingga kami hanya saling bersitatap.
Maniknya yang terbentang mengintimadasiku, seolah tak pernah sanggup kuhindari. Seupama laut yang seringkali membuatku ketakutan dan berjingkat mawas diri, layaknya sedang bergulir menjadi perubahan yang paling memikatku untuk tetap di sini. Dia si teramat pandai memaksaku untuk tak henti-henti memujinya. Bahkan jika bibirku menjadi bisu dan kelu, dia akan memintaku untuk tetap memujinya atas segala poin yang terdapat dalam dirinya—semua tentangnya.
Kedua tanganku yang sempat terjaga menyentuh pipinya, tiba-tiba dicekalnya pergelangan tanganku. Dia sempat menjauhkannya, hingga perlahan kurasakan dia menelusupkan dirinya sendiri untuk memasuki dekapanku. Dia memeluk tubuhku dengan kedua lengan yang melingkar erat di area pinggangku. Dia menuntut kedua tanganku untuk beralih menepuk-nepuk kepala belakangnya. Aku tanpa sadar tersenyum kecil.
"Apa ini? Sekarang kau terlihat seperti bayi besar."
"Kalau aku melarangmu untuk pergi, apa kau akan menyetujui itu, Seo Youra?"
Aku berangsur mengemas hening tat kala ungkapan tersebut menyerang runguku secara tiba-tiba. Aku terpaut mendaki beku sesaat kusadari bagaimana dia yang melilit tubuhku begitu erat. Perasaanku yang risak sedari tadi, menjadi alasan pertama yang membuatku ingin kembali ke rumah.
Bukan karena aku khawatir jika Ibu akan memarahiku habis-habisan, melainkan aku hanya tak bisa menghabiskan waktuku lebih lama dengan laki-laki ini. Aku tidak tahu mengapa, tapi sepertinya perasaanku tak baik untuknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cygnus Atratus || Min Yoongi Fanfiction ✔
Fanfic(END-WARNING!! SETIAP PART PANJANG2. BAHASANYA BELIBET. BIKIN MIKIR KERAS!! CERITA INI TERDIRI DARI 3 BAGIAN YANG MEMUAKAN. PUSING DENGAN SEGALA TINGKAH DILUAR NALAR DARI SETIAP KARAKTER BAKALAN BIKIN KAMU BOSAN. POKOKNYA CERITA INI KHUSUS BUAT KAMU...