Chapter Nineteen 🌟 Sajak Pilu Yang Tidak Akan Pernah Kembali Menjadi Biru

192 26 55
                                    

Jarang terpikirkan olehku bagaimana susunan dunia yang tiba-tiba terasa membentang membenahi struktur yang berbeda. Hirup udara petrichor, kumpulan sendu yang tak terhingga di sekitar suasana, sampai jelas kurasakan dingin yang berselimut seolah menyapa terburu-buru.

Aku yang tengah tertegun di pengaruhi konteks tugas sekolah, terduduk seorang diri di sebuah kursi ke dua terakhir paling belakang, dengan ditemani dua buah buku catatan yang salah satunya masih tidak terisi apa pun. Aku kebingungan sejenak. Hari ini hujan. Pekikan taring kilat di balik jendela kelas lantai dua membuatku berjingkat ratusan kali sebab terkejut. 

Tapi, aku tidak boleh kembali pulang karena Ibu akan memarahiku terus-menerus, menjadikanku sasaran emosinya yang tidak pernah sampai menyentuh tujuan. Aku tidak marah, aku hanya lelah sedikit.

Lagi pula, aku tahu Ibu sebenarnya marah terhadap Ayah yang memutuskan untuk pergi meninggalkan rumah dengan alasan yang tidak kuketahui. Ibu hanya mengatakan bahwa Ayah perlu pergi. Namun, anehnya Ibu seolah tidak terima, lalu terus saja marah-marah padaku dan Kak Quila. 

"Bagaimana, aku tidak bisa mengingat rumus pecahan?"

Aku terdengar menggerutu, terlihat memukul kedua sisi pelipisku berulang kali. Benda kecil berwarna putih dan pink berbentuk Hello Kitty, yang sedikit kuyakini sebagai penghapus pensil yang dihadiahkan oleh Kak Quila padaku terus kugunakan untuk menggasak kesalahan di atas kertas catatanku yang malah semakin terpandangi kotor. Aku menghela napas. Lalu, aku bergerak terkejut dengan kedua pundak yang bergetar hebat karena menjadi respon singkat terhadap suara gemuruh yang bertebaran seolah menabrak keras jendela kelasku sendiri. 

Ah, aku meringis, jantungku benar-benar hampir lepas dari singgasananya. Aku terdiam sejemang, mengitari seluruh sudut kelas yang tampak kosong. Semua teman-temanku sudah pulang lebih dulu, mereka memiliki radar yang kuat jika akan hujan. Jika begini, apa aku pulang juga? Tapi, bagaimana? Di luar hujan. Aku takut dengan sambaran petir yang terdengar sedang mencaci maki dunia. Aku merinding.

"Keluar saja dulu."

Aku bergumam singkat. Segera kubenahi beberapa alat tulisku. Setelah itu, aku terlihat beranjak, lalu bergerak ingin menggantungkan tas berwarna putihku pada sebelah pundakku. Hanya saja, belum sempat kulakukan, perhatianku mendadak teralihkan pada suara pintu kelas bagian sudut belakang yang terbuka dengan keras.

"Yong? Astaga, aku terkejut, tahu."

Aku lekas kembali melanjutkan kegiatan yang tertunda sebelumnya. Sejenak, aku mengangkat kursiku ke atas meja. Langkahku kuayunkan sedikit terburu-buru menghampiri seorang anak laki-laki yang tubuhnya lebih tinggi dari tinggi tubuhku. Dia masih berada di ambang pintu dengan napasnya yang berjatuhan tidak terlihat baik. Rambutnya kebasahan. Eoh, pakaian seragam musim panas juga terlihat direngkuh rembesan air.

"Kau kehujanan, Yong?" Aku terdengar bertanya. Bahkan aku berusaha mendekatkan diri, sampai membungkukan tubuhku untuk memperhatikan wajah anak laki-laki tersebut karena menunduk sedari tadi. Aku bingung. 

"Kau baik-baik saja? Ada yang tertinggal, ya? Mau aku ambilkan?" 

Padahal aku sudah mati-matian bersuara, tapi anak laki-laki yang kusebut namanya sebagai Yong tetap terdiam. Entah apa yang dia pikirkan, melihat kedua pundaknya yang naik turun dengan bergetar sehabis lelah, membuatku sangat percaya diri bahwa memang ada benda yang dia tinggalkan di dalam kelas. Hingga aku berakhir memutuskan untuk melangkah mundur satu langkah, berniat kembali menyusuri sudut kelas.

"Baiklah, aku coba untuk mencarinya, ya."

Sampai di mana, seolah tak terkendali, anak laki-laki itu tiba-tiba merenggut pergelangan tanganku dengan kencang. Dia membuatku mematung seketika. Apalagi kala kulihat secara perlahan Yong menengadahkan kepalanya, dan secara mendadak jantungku berdetak keras. Wajah Yong berantakan sekali. Bibirnya berdarah, pelipisnya juga biru. Dia babak belur. Aku sedikit terkejut. Suaraku bergema tidak karuan.

Cygnus Atratus || Min Yoongi Fanfiction ✔ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang