36. Juan sebagai sandaran

360 40 2
                                    

Dua hari berlalu. Semalam, Bunda yang baru datang sampai menangis haru sembari memeluk anak bungsunya itu.

Pasalnya, Bunda tak diberitahu jika Nendra telah sadar. Dan terkejut kala melihat Nendra yang tengah duduk pada bangsalnya sembari melamun.

Bahkan setelah memeluk Nendra, Bunda langsung menelepon Juan dan memarahinya. Dan tahu apa jawaban Juan.

"Kan biar surprise"

Kini Nendra hanya berbaring pada bangsalnya setelah menolak suapan dari Bunda, entah ada apa pada tubuhnya kali ini. Rasanya ia tak ada nafsu untuk berbuat apa-apa, apa lagi untuk makan.

Sesekali, ia meremat dengan erat seprei bangsalnya kala merasakan sedikiy rasa sakit pada dadanya.

"Adek tak apa? Ada yang sakit?" Tanya Bunda khawatir saat melihat raut wajah Nendra yang terlihat seperti menahan sakit.

Nendra menggeleng lemah, "Tidak, tak ada apa-apa" Jawab Nendra lirih.

Ayah yang awalnya tengah menikmati pemandangan diluar, menoleh ke arah kedua orang tersayangnya kala mendengar suara sang istri.

Ayah kemudian berjalan menghampiri keduanya.

"Ayah panggilkan Dokter yah? Tunggu"

Nendra dengan segera mencekal pergelangan tangan Ayah saat Ayah baru saja hendak melangkahkan tungkainya, ia menggeleng.

"Tak usah, ini hanya sakit biasa kok" Alibinya berusaha meyakinkan kedua orangtunya bahwa dirinya baik-baik saja.

Ayah hanya mengangguk, kemudian duduk pada kursi disana. Tangannya terulur guna mengusap peluh yang membasahi dahi anak bungsunya itu.

"Kalau ada sesuatu bilang yah?" Nendra mengangguk sebagai tanggapan dari sang ayah.

Nendra sesekali menarik napas panjang dan menghembuskannya secara perlahan, ia sering sekali kesulitan bernapas setelah kejadian itu.

Bahkan lebih parah dari sebelum kejadian kecelakaan yang menyebabkannya harus koma selama seminggu lebih.

Manik mata keabu-abuan itu melirik ke sudut ruangan kala merasa ada yang berusaha menarik perhatiannya.

Ternyata benar, ada Ryota disana yang tengah menggerakkan jari-jemarinya. Nendra yang memang pada dasarnya tahu bahasa isyarat, hanya dapat tersenyum sebagai tanggapa.

Sebelum akhirnya bayangan itu hilang secara perlahan dari sudut ruangan itu.

"Tinggal sedikit lagi... Semangat!"

Nendra kembali menutup matanya, berusaha mengalihkan rasa sakit yang ada pada dadanya.

"Tinggal sedikit lagi rupanya" Gumamnya lirih.

"Apa yang tinggal sedikit lagi nak?" Tanya Ayah.

"Tidak, bu-bukan apa-apa mhh" Jawab Nendra disertai dengan lenguhan diakhir.

"Kak Hendery mana?" Lanjutnya.

~☆~☆~☆~

Sedangkan ditempat lain, Juan berusaha menguatkan sang Kakak yang sedari tadi menangis disamping sebuah makam yang tampak telah usang.

"Sudahlah Kak, jangan seperti ini" Ujar Juan menenangkan.

"Seharusnya ia tak pergi Juan hiks... Ia tak menepati janji yang telah kami buat! Ia mengingkari janjinya dan meninggalkan aku sendiri!"

Juan hanya dapat bersabar, ia bukannya tak bisa menenangkan. Namun ia tahu, bahwa jika ia berada diposisi kakaknya itu tidaklah mudah.

"Ryota mengingkari janjinya!" Lanjut Hendery.

Greb

Juan yang tak tahan segera memeluk kakaknya itu, ia dengan susah payah menahan cairan bening yang telah menggenang dikedua pelupuk matanya.

"Tak apa, keluarkan semuanya... Keluarkan semua keluh kesah kakak, ada adek disini" Bisik Juan.

"Aku takut Nendra pergi Juan... Kakak takut hal itu akan kembali terjadi setelah sekian lama!" Ujar Hendery dengan tangan yang memukul-mukul pelan dada Juan.

Hening setelahnya, bersamaan dengan awan yang ikut menangis dan membasahi keduanya.

"Seharusnya saat itu aku saja yang pergi hiks... Jangan dia"

Runtuh sudah, tembok pertahanan yang Juan buat sekokoh mungkin kini runtuh dan hancur hanya dalam sekejap karena perkataan kakaknya itu.

Juan mengeratkan pelukannya, ia memang selalu menjadi tempat mengadu dan tempat bersandara dari sang kakak.

Memang Juan selalu melihat kakaknya itu kuat dihadapan orang lain, tapi tidak jika telah dihadapannya.

Wajah yang biasanya terbebas dari air mata dihadapan halayak itu, selalu basah dengan linangan air mata jika telah dihadapnnya.

Tak jarang, Juan sedikit demi sedikit mengetahui hal-hal yang selama ini kakaknya itu sembunyikan.

Rasa kehilangan, keterpurukan, bahkan rasa takut yang selalu menghantui kakaknya itu perlahan ia ketahui tanpa paksaan yang ia berikan.

Ia tahu, kakaknya itu akan menceritakannya sendiri nantinya.

Kini, ia hanya bisa mempercayakan pada kakaknya itu bahwa Nendra tak akan pernah pergi untuk meninggalkan mereka.






































Tbc~

Yuhuuuu update, maaf yah tadi aku jadi unpub karena itu tadi ngak sengaja kepencet.

Awanya hanya bersihin kuku, eh kok pas dilihat kok udah kepublis. Dan jadilah, buru-buru untuk unpub hehehhe.

Ngak lama lagi end, sumpah ngak bohong. Sisa berapa chap lagi.

Ngak terasa, vote udah 1k berkat kalian AAAAAAAA!!!

Pokoknya makasih, sangat pokoonya buat kalian semua yang udah mau mantengin book ini dan memberikan dukungan entah itu voment dan berbagai macam dukungan lainnya.

Udah sampai situ aja, maaf untuk typonya yang ngak bikin nyaman. Oh iya mau promosi juga.

Book baru bxb nih, sebenarnya belum mau publish sih

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Book baru bxb nih, sebenarnya belum mau publish sih. Tapi ada yang mau, ya jadi aku publish aja lah.

Yuk mampir yang mau aja.

Warning aja buat cerita itu, banyak typo yang bikin Anda yang awalnya serius jadi gimanah gituh.

Oke-oke sampai situ aja, dadah babay.

*Sorry for typos*

Tertanda :
Kamis, 28 April 2022
13:53

Urus Saja Kertas-Kertas Mu Itu [HIATUS!]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang