KECURIGAAN PAKDE SEMBODO

195 17 5
                                    

Glek!

Krek!

"Tidak dikunci," bisik Ajeng.

Dengan mengendap, mereka masuk melalui pintu belakang. Ruangan sudah gelap, menyisakan satu lampu di atas pintu depan. Sinarnya menerobos, memberikan sedikit gambaran, kalau Pakde Sembodo tak terlihat menunggu mereka.

"Bagaimana," bisik Kinanti.

Ajeng menggerakkan tangan bagi Kinanti untuk terus mengikutinya menuju kamar. Jejak basah, membekas di lantai.

"Apakah Pakde sudah tidur?"

"Aku pikir sudah. Sebaiknya kita lekas berganti pakaian. Cepat, Mbak."

Krek!

Langkah mereka terhenti, saat terdengar satu pintu terbuka, arah dari kamar Pakde Sembodo.

Tak terdengar derap langkah, begitu lengang selanjutnya. Detak jantung keduanya terdengar berdegum keras.

"Cepat."

Dengan cepat, keduanya menuju kamar.

Krek.

Glek!

"Kunci."

Ajeng masih tampak bergetar, terlihat dari tangannya yang saling remas.

"Kita harus pergi dari rumah ini. Malam ini juga," ucap Kinanti lirih, menjaga agar suaranya tak sampai membangunkan Pakde Sembodo.

"Iya, tetapi kita mau ke mana?"

"Apakah kita akan meninggalkan rumah ini. Lalu ...."

Kinanti yang bersandar di pintu juga turut memikirkan hal selanjutnya.

"Apa yang akan kita jawab kalau Pakde menanyakan keberadaan Mbokde, ha?"

Keletak.

Keletuk.

Keletak.

Keletuk.

"Sst!" Kinanti meletakkan telunjuk lurus di depan bibir.

Suara langkah makin mendekat, lalu berhenti di depan pintu. Ketakutan makin dirasa oleh keduanya.

Geledek!

Geledek!

Pintu bergetar, seseorang mencoba membukanya dari luar.

Geledek.

Geledek.

Geledek.

Palang kecil sebagai kunci bergetar. Perlahan bergerak mundur. Kinanti tak begitu dalam memasukkannya.

Krek!

Pintu terbuka. Sorot lampu yang tergantung di antara kedua kamar, menyinari ambang. Jelas tak terlihat Pakde Sembodo, seperti dugaan mereka, tetapi ada jejak basah di lantai, dan itu jelas bukan jejak langkah Kinanti atau pun Ajeng.

Pintu dibiarkan terbuka, Kinanti dan Ajeng menahan napas di baliknya.

"Apa Pakde sudah pergi?" bisik Kinanti.

Ajeng mencoba mengeluarkan wajah, perlahan. Diamatinya sejenak, lalu menggeleng, "Tidak ada."

Didahului oleh Ajeng, Kinanti menyusul berikutnya.

"Bagaimana mungkin pintunya bisa terbuka, padahal aku yakin sudah menguncinya." Kinanti menggumam.

"Bagaimana? Apa kita akan menunggu sampai pagi, lalu kita akan pergi dari sini."

"Apa kita pura-pura tak tahu keberadaan Mbokde, he?" Berbagai kemungkinan Ajeng tawarkan.

"Lekas ganti baju. Sebaiknya kita pura-pura tidur, sebelum Pakde curiga terhadap kita."

𝗣𝗜𝗦𝗨𝗡𝗚𝗦𝗨𝗡𝗚Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang