ATOK KAHAR

173 19 0
                                    

Tok! Tok!

"Permisi?"

Sejenak mereka menunggu sang pemilik rumah membukakan pintu.

"Coba sekali lagi," ujar Kinanti.

Tok! Tok! Tok!

"Permisi, Pak!"

"Apa memang tak ada orang."

Nyaris Ajeng melakukan gerakan untuk sekian kali, itu urung, sebab gagang pintu bergerak.

Krek!

"Eh, kalian? Ayo, masuk," sapa perempuan seraya membuka lebar pintu dan mempersilakan bagi Kinanti dan Ajeng, untuk masuk.

"Maafkan. Ibu tak begitu mendengar, hingga kalian menunggu terlalu lama di luar." Meski fasih berbicara, tetapi tetap, logat melayu masih melekat dalam tuturnya.

"Ada apa? Pagi sekali kalian ke sini. Apa yang bisa saya bantu?" Memang, dari awal dulu, istri Pak RT ini selalu ramah terhadap mereka.

"Kami datang tidak ada maksud lain, Bu. Hanya ingin menemui Pak RT." Kinanti, orang yang bertindak menyampaikan maksud kedatangannya.

"Kebetulan orang yang kalian cari tidak di rumah."

"Sejak kemarin siang, dia pergi bersama Pakde Sembodo. Memangnya Pakde Sembodo tidak bilang dengan kalian mau ke mana?"

Kinanti menggeleng.

"Kami sangat mengkhawatirkan Pakde." Kinanti menghela napas panjang, nyaris terang keberadaan Pakde Sembodo, sirna.

"Kami takut bila harus berdua di rumah itu," sela Ajeng.

"Tidak ada yang harus kalian takutkan. Pakde kalian datang siang kemarin. Menceritakan kalau Mbokde Karsih hilang. Mungkin ada beberapa urusan atau berkas yang harus mereka lengkapi untuk membuat laporan ke pihak polisi."

"Apa? Lapor polisi?"

Istri Pak RT yang kerap dipanggil Bu RT oleh warga setempat, mengerutkan dahi.

"Oh, iya. Wajar kalau kalian belum tahu. Atas laporannya, maka Pak RT mendampinginya untuk membuat laporan."

"Ibu ini juga tidak habis pikir. Ke mana hilangnya Mbokde kalian itu? Nyaris yang ibu kenal, Mbokde Karsih orangnya tak pernah ke mana-mana. Dia adalah istri yang baik. Keluar pun selalu diantar oleh Pakde kalian," sambung Bu RT.

"Oh, kalian tunggulah sebentar. Ibu buatkan minum untuk kalian."

"Tidak usah, Bu. Terima kasih sekali, tidak usah repot-repot. Kami hanya menanyakan itu, dan sudah jelas kini ke mana Pakde Sembodo pergi," balas Kinanti.

Bu RT mengangguk seraya beranjak. Senyum ramah selalu terpasang, menghias bibirnya. Kinanti dan Ajeng juga beranjak untuk segera pamit.

"Andai Hasib ada, tentu dengan senang hati dia akan mengantarkan kalian."

"Memangnya Bang Hasib ke mana, Bu?"

"Ikut serta, bersama bapaknya."

"Kalau begitu, kami langsung pamit, Bu. Permisi."

****

Di ujung halaman, Kinanti menoleh ke belakang, dan pintu sudah kembali rapat. Matahari belum lagi terik. Semilir angin menyapu ujung helai kelapa gading, menghasilkan deru sejenak.

Jalan yang lurus ke timur, adalah jalan bagi mereka pulang. Sedangkan yang ke barat, mereka pernah melewatinya sewaktu kali pertama menginjakkan kaki ke halaman ini.

"Lalu bagaimana? Jelas sudah Pakde lapor polisi," bisik Ajeng.

"Sebaiknya kita lekas berkemas, Mbak," tambahnya.

𝗣𝗜𝗦𝗨𝗡𝗚𝗦𝗨𝗡𝗚Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang