SND 29

2.7K 288 112
                                    

sambungan dari mew's wife season 1.
Yang belum baca cus baca dulu biar nyambung ke bab ini.
.
.
.

🌈🌈🌈

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

🌈🌈🌈

"Win sayang bukak, Nak!" panggil Gulfie terus, ketika pintu kamar anaknya terkunci rapat, sudah hampir satu jam Win begitu ketakutan meringkuk di sudut springbed.

"Nggak mau, nanti Daddy lempar Win keluar jendela," pekiknya dari dalam di sertai isakan.

Mew yang mendengarnya, bergegas mencari kunci cadangan. Dia begitu geram melihat putranya itu sedari tadi.

"Ni anak di lunakin melunjak!" ucap Mew meski di tahan Gulfie.

Mew masuk langsung menarik Win hingga anak itu lagi-lagi meraung. "Mau di lempar, kan!" ucap Mew mengangkat namun Win meraih kaki ayahnya meminta pengampunan.

"Ennggak, Daddy. Hiks ... hiks ... ampun, Win salah, Daddy. Jangan lempar, maapin Win, Daddy ... Hiks ... Hiks," tahan Win dengan tangan melingkar kuat di paha Mew.

Melihat anaknya begitu, sebenarnya Mew sangat tidak tega, tapi ini sudah keterlaluan, Win harus diberi pemahaman agar Win tidak terlalu jauh.

"Kenapa bolos!" ucap Mew mengambil tangan Win.

"Win salah, Daddy ... Hiks, maaf, Daddy ... Huwuhuwkk ... hiks."

"Iya, kenapa sampai bolos sekolah!"

"Win khilaf, Daddy. Win pergi main game," ucap Win semakin menguatkan tangannya di paha Mew, di pikirannya akan di lempar keluar jendela dari apartemen ini.

"Sini lihat, Daddy. Bicara yang baik jangan sambil menangis!" angkat Mew paksa mendudukkannya di atas kasur.

"Main di mana!" Meremas pundaknya. "Jawab!" bentak Mew.

"Di-di di hiks ... hotel Thiwaw s-ssama yang lain hiks ... hiks."

"Diam, hapus air matanya bicara baik-baik setelah itu!"

"Itu gunanya minta skin sama Daddy, iya! Buat main game!" lanjutnya mengangkat wajah anaknya.

"Ampun, Daddy ... Win salah hiks ... hiks ...," ucap Win tau dengan kesalahannya.

"Masih mau bolos setelah ini!"

"Eng-nggak, Daddy ... Win janji nggak bolos lagi. Win salah, Daddy. Maap Daddy huwuhuwkk ... hiks ... hiks, jangan lempar, Daddy."

"Kali ini Daddy maafkan, dan ini yang terakhir, jika ketahuan lagi Win bolos, benar-benar akan Daddy lempar dari atas sini!" ancam Mew, secara logika tidak akan pernah terjadi, namun Win begitu yakin Mew akan melemparnya keluar dari apartemen ini.

***

Mew masih kesal mengurut kepalanya.

"Phi?" lembut Gulfie mendekatinya.

"Gini anak kalau terlalu dimanjain!" ketus Mew seakan menyalahkan Gulfie.

"Salah Gupi gitu?" kesal Gulfie seakan dirinya yang sering memanjakan Win.

"Siapa lagi yang selalu mengikuti keinginan Win!"

"Phi!" tinggi Gulfie padahal sedari tadi sangat sabar.

"Nggak salah? Siapa yang membuat Win candu main game, Phi ya, Phi orang yang ngasi skin-skin ntah apa itu, kok jadi Gupi yang Phi salah, 'kan?"

"Ya kan-"

"Ya, apa coba, Win itu kayak gitu pasti meniru sifat Phi dulu, Gupi masih ingat Daddy bilang kalau Phi lebih parah!"

"Jangan ungkit masa lalu!" bentak Mew.

"Jangan menyalahkan Gupi saja terus!" balas Gulfie tak kalah tinggi, ia kesal berlalu di depan suaminya sembari mengatakan.

"EGOIS!"

Mew pun kesal, ia pergi keluar sekedar mencari udara segar, dengan tampang kusut ia ngopi di sebuah kafe tak jauh dari apartemennya, bahkan dirinya sibuk dengan telepon genggam di tangannya memantau perusahaan yang sudah dua hari Mew tinggalkan.

"Mew?" sapa seseorang mengejutkannya.

"Melinda!" serunya menyambut senyuman itu.

"Sendiri aja? Ngapain di sini, opps sorry, gua pake bahasa non formal, nggak papa, kan?"

Melinda adalah teman sekolah Mew dulu dan sekarang tengah menjalin hubungan kerja sama bersama JS GROUP, dia sendiri adalah owner dari Kinder Boy,  jajanan kesukaan anaknya.

"Nggak papa kali, santai!"

"Boleh gua duduk, kan? Gua liat lu sendiri?"

"Ow, duduk aja, silakan!"

"Nggak papa?"

"Hm!" singkat Mew masih disibukkan gadget-nya.

"Gua ganggu ya, Mew? Kalau nggak gua pergi aja."

"Eh sorry mel, gua ngabaiin lu ya, ini gua udah dua hari nggak ngantor, liat siklus bentar."

"Tumben lu nggak ngantor? Dan tumbennya lu duduk ngafe sendirian, santai benar?" ucap Melinda seperti ada perhatian.

"Anak gua rewel dan gua di sini cari angin aja kok."

"Kinder Boy lagi? Apa kurang yang kemarin, perlu gua kirim ke rumah lo lagi?"

"Eh bukan itu kok, Mel. Aman, Kinder Boy-nya masih banyak, BTW kemarin makasih ya, ganggu lu malam-malam."

"Santai kali, Mew. Tapi kalau gua liat-liat kayaknya muka lu lemas amat. Lu bertengkar ya?"

Mew menanggapinya dengan senyuman disertai gelak sedikit.

"Lah kok senyum lu, benar ya?"

"Apaan sih, lu sendiri gimana? Masih sama yang lama?"

"Keppo lu ya, kalau engga gimana?" ucap Melinda disertai godaan.

"Melinda! Sorry ...," sapa seorang laki-laki berbadan tegap dengan setelan pantas dan perawakan lumayan.

"Frans?" ucap Melinda terkejut.

"Kebetulan banget ketemu di sini? BTW ini siapa. Suami?" ucap laki-laki ini menunjuk Mew yang duduk di sebelah Melinda.

"Iya, suami gua," ucap Melinda melihat Mew yang terkejut atas pengakuan teman lamanya ini. Melinda mengkodenya agar membantunya kali ini.

Frans adalah mantan pacar Melinda yang gagal menikah dengannya, dia sendiri seorang influencer asing, aktif diperdagangan internasional, sejak lima tahun ini menetap di London.

"Suami ya, kenalin dong."

"Hmm ok. Mew, kenalin ini Frans dan Frans ini suami gua," memutari kursi duduk di samping Mew, mengambil lengannya bergelayut manja.

Setelah Frans pergi, Melinda bangkit dan meminta maaf.

"Aduh maaf ya, Mew. Gua tadi nnggaku-ngaku sebagai istri lu," ucap Melinda setelah Frans pergi dengan tampang teramat kesal.

"Lain kali jangan gini dong, Mel. Ntar kalau istri gua tau gimana?"

"Aman kok, Mew. Frans nggak tinggal di sini, dia menetap di London, dan soal tadi gua terpaksa soalnya Frans itu mant-"

"Terserah deh, Mel. Maaf, gua kurang tertarik dengarnya, yang tadi lupain aja, gua sekarang mau balik soalnya udah lama ninggalin anak ama istri, ntar nyariin, maaf ya gua tinggal," potong Mew, kemudian berlalu pergi.

Sedangkan di apartement-nya seorang Win masih cegukan meminta pengampunan Gulfie atas apa yang telah dilakukannya.

Sangat lembut, Gulfie meraih anaknya, terlihat penyesalan terukir di wajah Win.

"Papa. Hiks ... Pa-Papa pasti kecewa lagi sama Win. Hu .. huh huwu, hiks ... hiks."

Gulfie mengangguk tak tahan dengan air mata anaknya mengalir deras, hingga desakan itu terasa juga padanya.

"Win kan udah janji sama Papa kemarin belajar dengan baik, kenapa masih berbohong, hmmm?"

"Win salah, Pa .. Win nakal." Win memukul pada diri sendiri, tangan itu dihentikan Gulfie.

"Papa tau, Win membenci pilihan Daddy, tapi apa pun pendidikannya tujuan itu masih sama menuntut ilmu, Win nggak boleh seperti ini, Win harus yakin apa pun yang Daddy tentuin pasti untuk kebaikan Win." Gulfie menangis, memeluk hangat anak tersayangnya.

"Udah jangan nangis ya, Nak. Cup-cup," ucap Win mengusap wajah Win.

"Daddy pasti kesal sama Win dan nggak sayang lagi hiks ... hiks," tangis Win, masih cegukan.

"Sssttt, jangan begitu, Nak. Daddy itu sangat sayang sama Win, jika anak Papa menyesal, tunjukkan nggak akan pernah mengulangi ini lagi, mau ya."

Disusul anggukan cepat dari Win, benar-benar berjanji tidak akan mengulanginya lagi.

Untuk sekian kalinya, Mew tersadar tengah mendengar pembicaraan Gulfie dan anaknya, sekalipun Gulfie tidak pernah menyalahkannya di depan Win, padahal tadi Mew begitu kesal, Win seperti ini pasti karena Gulfie terlalu memanjakan bayi utama mereka padahal Mew lah yang selalu memanjakan anak itu, bahkan Mew mencukupi kebutuhan untuk bermain game-nya membuat Win sangat candu.

Mew lama merenungi dirinya mengingat Gulfie pasti terluka dengan keegoisannya selama ini, langkahnya pelan menatap istrinya itu tengah terlelap memangku Win bersamanya.

Mew berniat membetulkan posisi Win yang tidur menindih perut Gulfie, jika benar ada bayi di sana. Mew sangat khawatir, mengingat tidur Win begitu lasak.

Sangat pelan Mew mencoba melepaskan lilitan tangan Win, namun langsung terkejut dengan cemas sehingga tangan Mew berpindah menuju dahi Win, terasa begitu panas.

"Hmm, Phi ...," ucap Gulfie terbangun terusik dengan grasak-grusuk di sebelahnya.

"Win demam deh kayaknya," ucap Mew membuat Gulfie 100% sadar ikut memeriksa putranya itu.

"Panas banget, Phi," gundah Gulfie mulai panik.

"Ambil kompres, sayang. Sama obat," suruh Mew seketika membuat Gulfie langsung bergegas.

"Dosisnya, Phi. Anak-anak apa remaja?" tanya Gulfie lagi menanyakan obat demam untuk Win.

"Anak-anak aja sayang, hati-hati," ucap Mew memperingati Gulfie, terakhir kali istrinya mengambil air untuk kompresnya sewaktu demam berakhir di lantai, terjungkal.

Mereka berdua disibukkan untuk menurunkan demam Win mulai menggigil sambil meracau, "Ampun, Daddy ... jangan lempar Win, maap, Daddy ... Hiks ... hiks," ucap Win di dalam tidurnya.

Mew merasa bersalah, putranya ini pasti memikirkan kata-kata ancaman darinya, terus mengusap Win terkadang tenang terkadang mengigau mengatakan hal yang sama.

"Nggak mungkin Daddy lempar Win, Nak," usap Mew mengambil Win dari Gulfie.

"Phi itulah ancamannya sikopat, Win kepikiran sampai demam begini."

"Ya lagian nggak mungkin juga Phi lempar lah!"

"Phi nggak tau Win aja, anak ini pikirannya singkat, Phi. Belum dewasa, bahkan remaja saja belum, Win berpikir selayaknya umur lima tahun, sangat gampang terpengaruh lingkungan, dikerasin dikit jadi gini, kan. Mana tiga hari ini Win rewel, makan aja susah, gimana nggak demam," sedih Gulfie. Win terlihat kurus dan pucat.

"Iya, Phi tau, maaf," ucap Mew sedih tak henti-hentinya mengusap wajah Win dengan handuk basah agar panas Win turun.

"Sama Gupi lagi, Phi. Phi udah dari tadi rangkul Win."

"Sama Phi aja ya, Win berat, sayang. Ntar panasnya pindah."

"Trus Phi nggak papa pindah panasnya gitu?" ucap Gulfie cemas.

"Tidur gih," lembut Mew mengusap wajah yang sedang gundah. "Matanya udah cekung gini."

"Trus Win gimana?"

"Udah nggak papa, panasnya udah turun juga," jelas Mew, ditandai Win mulai berkeringat dingin.

Gulfie benar-benar mengantuk, apalagi kepalanya yang sering sakit dan perutnya yang mual beberapa hari terakhir ini, membuatnya mudah tidur. Sangat sayang, Mew mengusap wajah Gulfie memuji keindahan di depannya namun sedikit sedih masih bingung dengan keadaan istri dan anaknya hingga ia terlelap di lantai dan kepala bersandar di kasur agar ruang tempat di atas lebih banyak untuk anak dan istrinya.

"Win kenapa, Nak?" kaget Gulfie, Win terbangun dan tiba-tiba duduk mengejutkannya juga.

"Mau muntah, Papa," ucap Win membekap mulutnya.

Gulfie cepat meraih baskom bekas kompres Win dan benar ia langsung muntah di sana, Gulfie lembut sambil mengusap punggung Win.

"Kenapa-kenapa?" panik Mew juga langsung bangkit.

Win mengeluarkan isi perutnya sisa pagi menjelang siang setelah itu tidak memakan apa pun.

"Tu kan, muntahnya cuma air, makan ya, Papa ambilin," ucap Gulfie sedih setelah Win selesai.

Win menggeleng lemah. "Mau tidur aja, Pa," ucap Win, langsung Mew rebahkan padanya untuk memeluk anaknya hangat.

"Apa yang terasa, Nak?" tanya Mew setelah Win kembali dalam pelukannya.

"Chokocip," sayunya mulai tertidur membuat Mew bingung.

"Ngigau lagi, Phi. Mau itu kayaknya Win, Gupi buatin sekarang lah biar nanti Win bangun chokocip-nya udah ada."

"Besok aja ya, masih subuh, sayang," tahan Mew agar istrinya tetap di atas kasur.

"Tapi?"

"Udah, dengarin Phi ya," mohon Mew begitu khawatir.

Jam delapan ketika kamar Win sudah terang, Gulfie merangkak menuju kamar mandi merasakan mual kembali.

"Phi ...," panggilannya lembut beberapa kali hingga Mew terbangun.

"Kenapa tidur di bawah, hm?" tanya Gulfie lembut, saat Mew mengumpulkan nyawanya yang masih mengantuk namun langsung sadar Gulfie terlihat pucat.

"Kenapa?" cemasnya menyeka bibir Gulfie terlihat basah.

"Gupi kayaknya benar sakit deh, perut mual, badan meriang, semua nggak enak, Phi," jelas Gulfie ikut duduk di samping suaminya.

"Sebenarnya Phi curiga hm kalau Gupi itu hmm Gupi itu ...." Mew bingung menyampaikannya.

.
.
.
.

Sampai jumpa di SND berikut nya

Jangan lupa vote dan komen ya phi
🤗🤗🤗🤗🤗

Follow akun author ya 👍


SI NAKAL DADDYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang