SND 32

2.5K 231 34
                                    

sambungan dari mew's wife season 1.
Yang belum baca cus baca dulu biar nyambung ke bab ini.

🌈🌈🌈

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

🌈🌈🌈

"Tu liat, Thitiwat nggak mungkinlah seperti yang Phi pikirkan," sungut Gulfie berbalik, Mew berlebihan.

"Ya kan namanya Phi khawatir, emang Gupi nggak takut apa?" tanya Mew mengikuti istrinya kembali ke kamar.

"Ya khawatirlah, Phi. Tapi Phi bisa liat, kan? Thitiwat aja tidur di sofa. Memang Phi dulu, langsung terkam Gupi," ucap Gulfie mengingat saat Mew menginap di rumah Mae dulu, sebelum mereka bertunangan.

"Lanjut yuk?" ucap Gulfie mengagetkan laki-lakinya, tiba-tiba bengong. "Mikirin apa lagi sih, sayang?" lembut Gulfie membangkitkan gairah suaminya. "Win aman kok, jangan berlebihan gitu?"

"Hmph, Phi hanya khawatir," lenguh Mew menahan ketika tangan istrinya nakal, meremas milik Mew mulai tegang.

Satu kali gendong, Gulfie terduduk di meja rias kamar mereka, Mew memasuki celah kaki Gulfie yang baru saja ia regangkan, ia menggoda hidung mancung istrinya yang mulai membuka kemejanya lagi.

"Gupi kangen ini, sayang," goda Gulfie melepaskan ikatan pinggang suaminya hingga celana itu bebas merosot turun.

"Phi juga." Tangan nakal yang meremas lembut miliknya dituntun naik untuk sekedar mengecup sebelum mengambil satu curian di bibir Gulfie yang sangat merekah.

Kecupan tadi bertambah ritme mulai panas beradu lidah saling tukar saliva terkadang terlepas sebentar mengambil pasukan oksigen. Tangannya yang bebas masuk ke dalam kemeja longgar yang digunakan Gulfie, memelintir puting yang mulai mencuat sangat gatal. Hingga Gulfie membantu untuk melepaskannya sendiri agar tangan suaminya lebih leluasa.

Kemeja itu terjatuh di lantai menampakkan tubuh mulus istrinya tak sabar untuk di jamah, Mew kembali mendekati wajahnya mengambil satu ciuman semakin turun meninggalkan beberapa kissmark di leher jenjang hingga dadanya di hisap sedikit membungkuk terus turun mengangkat lutut Gulfie lagi menekuknya di meja. Mew setengah Jongkok dengan wajahnya sejajar di perut bawah istrinya, mengelus sebentar menyapa cabang bayi di depannya.

"Phi Gupi mau sekarang," ucap Gulfie mengangkat Mew kembali naik setelah lubangnya siap dijilati Mew, hingga basah, tak lupa Chopper kesayangannya.

Mew mengarahkan belalainya yang sudah di urut Gulfie hingga tegang dengan, kepala mengkilap menyapu permukaan hole istrinya tak sabaran dimasuki.

Namun tiba-tiba, ingatan dulu ia menginap di rumah mertuanya melintas mengusik Mew, bagaimana kalau Thitiwat melakukan hal yang sama terhadap Win, seketika memecah konsentrasinya.

"Phi kenapa berhenti?" tegur Gulfie Mew lagi-lagi bengong.

"Maaf ... Phi nggak bisa melanjutkannya." Mengambil bajunya di lantai kemudian memakai cepat. "Phi nggak berhenti mikirin anak kita, sayang," ucap Mew meninggalkan Gulfie dengan rawut yang teramat kesal.

"Phi?" amuk Gulfie, Mew tega meninggalkannya. "AWAS AJA KALAU MINTA JATAH, GUPI NGGAK BAKAL KASI!" kesalnya, turun dari meja berjalan cepat menuju pintu yang tidak di tutup rapat.

Bram!

Pintu ditutup keras. Mengejutkan Mew yang baru keluar.

'Aduh mati, ibu negara pasti marah ini.' Mew di dalam hati. 'Nanti saja, anak dulu.' Bergegas, mengintip kamar putranya, masih sama dengan Win terlelap sendirian di kasurnya sedangkan Thitiwat di sofa kamar itu. Mew kembali ke kamar.

TOK TOK TOK

"Gupi ... buka, sayang?" panggil Mew di depan kamarnya yang terkunci. "Sayang, buka dong ...," panggilnya lagi.

"Tidur aja di luar!" teriak Gulfie dari dalam.

"Masa Phi tidur di luar sih, katanya liat Baby?"

"Gupi udah nggak mood!"

"Gupi, sayang ... Buka dululah, masa tega gini sih?" usaha Mew lagi.

"Terserah! Tidur saja di luar!" tegas Gulfie.

Gulfie benar-benar tega, meski Mew terus berusaha hingga terdengar senyap setelah beberapa jam, sedikit rasa iba membuat Gulfie bangkit, pelan mengintip keluar, seseorang yang berisik tadi sekarang tertidur selonjoran di lantai depan kamarnya.

"Ini hukuman buat, Phi!" kesal Gulfie masih menyelimuti Mew, karena sedikit kasihan dengan suaminya.

Gulfie melihat kamar Win yang tak tertutup rapat pasti suaminya yang melakukan ini, karena masih terpikir dengan putra mereka di mana seseorang menginap bersama Win, diam-diam Gulfie juga khawatir, ternyata masih aman sesuai yang dipikirkan Gulfie. Thitiwat anak yang baik. Rasa pegal menyelimuti Mew, terbangun di pagi yang mulai tinggi ketika dirinya di guncang oleh seseorang.

"Om kok tidur di sini?" sapa Thitiwat sopan setelah siap terlihat rapi.

Mew mengumpulkan nyawanya, meluruskan otot yang kaku karena tidur di lantai.

"Maaf, Thitiwat bangunin karena hampir jam delapan," sungkannya lagi.

Sedikit malu Mew bangkit menghiraukan Thitiwat yang masih kebingungan, kenapa ayahnya Win tidur di depan kamarnya sendiri, Mew berdiri mencoba membuka pintu, kali ini tidak terkunci.

Ternyata sang istri sudah siap sedang duduk di meja rias dengan muka kusut melihat suaminya masuk.

Mew berdiri di belakang punggung yang cemberut, bahkan Mew sendiri membentuk bibir bebek.

"Maaf ...," ucap Mew mengecup pucuk kepala yang langsung menghindar.

"Sanalah!" usir Gulfie yang tiba-tiba mual dengan kedatangan suaminya.

"Tu, kan?" usap Mew lembut, Gulfie mencoba mengeluarkan sesuatu dari dalam perutnya yang masih kosong. "Ini pasti karena marah-marah."

"Nggak ada hubungannya!" ketus Gulfie masih kesal, meninggalkan Mew frustasi mencari cara membujuk istrinya.

Saat memasuki dapur, semua tertata dan terhidang sebuah sarapan di atas meja, ternyata Thitiwat lah yang menyiapkannya sejak pagi.

"Astaga ... Thitiwat ngapain? Kok repot-repot nyiapin sarapan sendirian," sungkan Gulfie merasa tidak enak, tadinya mau menyiapkan sarapan untuk keluarga kecilnya.

"Nggak papa, Tante. Hitung-hitung biaya menginap Thitiwat di sini, lagian Thitiwat udah biasa kok buat sarapan, Thitiwat bangunin Win bentar ya, Tante," ucap Thitiwat meninggalkan Gulfie, masih kagum dengannya, tidak seperti putranya Win masih molor di jam segini.

Gulfie kembali ke kamar, mendapati suaminya yang kembali tertidur karena semalam sangat kesulitan tidur di lantai. Kesal Gulfie menepuk Mew. "Phi, bangun! Nggak kerja apa! Libur terus," omelnya mulai.

"Itu bajunya udah Gupi siapin! Bangun, nggak! Kalau nggak juga, jatahnya lanjut sampai Gupi lahiran!" ancam Gulfie membuat Mew langsung bangkit.

"Gupi ah, ngancamnya nggak asyik!" protes Mew.

"Siapa suruh ningg-"

"Gupi aja sering, Phi nggak pernah merajuk!" ucap Mew berhasil mendapat tatapan elang oleh istrinya.

"Ow jadi balas dendam!" Terukir amarah di sana, Mew pasti salah lagi.

"Bukan gitu?" Mencoba meredamnya.

"Bukan apa, ah awas lah!" brontak Gulfie, Mew memeluknya.

"Jangan marah-marah, Phi takut ini ...," melas Mew.

"Ih jangan peluk Gupi, Phi! Bau ah, huwek!" Aroma Mew benar-benar membuat Gulfie ingin muntah, ia langsung berlari menuju kamar mandi.

"Masa sih?" Mew menciumi dirinya sendiri mengangkat ketiaknya. "Apa karena belum mandi?" Menyusul Gulfie.

"Ih Phi sanalah, mandi kek, bau bangetlah!" ucap Gulfie setelah keluar kembali masuk.

"Papa kenapa, Daddy?" tanya Win memasuki kamar mereka.

"Emang Daddy bau ya, Win?"

"Ih, iya." Cepat Win menutup hidungnya setelah Mew menyuruhnya mencium aroma tubuhnya.

"Masa sih, cium lagi coba!"

"Ih, Daddy apaan sih!" hindar Win, langsung sungut dan berlari mengejar Gulfie.

"Papa!" ucap Win setelah Gulfie keluar dari balik kamar mandi.

"Win udah siap-siap, sekolah hari ini?" tanya Gulfie terdengar sedikit lemas.

"Iya, Pa. Win sekolah, Papa kok muntah? Papa sakit ya?"

"Papa nggak papa kok, Win yakin sekolah? Udah benar-benar sembuh?"

"Udah kok, Pa. Win ke sini mau pamit, supir Thitiwat udah sampe di bawah jemput kita, Win berangkat sama Thitiwat sekalian ya," ucap Win.

"Emang udah sarapan?" lembut Gulfie mengusap pucuk Kepala Win, yang lebih tinggi darinya.

"Udah, kan Thitiwat yang masak, Win berangkat sekarang ya."

"Ya udah, pergilah, pamit sama Daddy gih," suruh Gulfie.

"Ih nggak mau ah, Daddy bau!" sungut Win.

"Winnnn!" Peringatan Gulfie karena Mew terlihat sedih. "Nggak boleh gitu sama Daddy."

Setelah pamit Win turun bersama Thitiwat, perasaan senang menyertainya melihat Bri sudah menunggunya juga.

"Thitiwat, makasi ya akhirnya gua bisa dijemput Phi Bay berkat lu."

"Santai aja kali! Gua duluan ke basement ya!"

Win melambai langsung mendekati Bri.

"Phi nggak telat, kan?" ucap Bri mengusap rambut Win.

"Cepatan, Phi ... Nanti Daddy Win keburu turun," jawab Win langsung naik setelah Bri memakaikan helm.

"Anda tidak apa-apa, Tuan muda?" tanya supir Thitiwat, saat ia memasuki mobilnya berekspresi sangat kecewa bercampur marah.

****

"Phi udah mandi masa masih bau?" lemas Mew, lagi-lagi Gulfie kembali muntah di sela sarapan mereka. "Kayak gini gimana Phi tenang pergi ke kantornya?" lanjutnya gelisah melihat keadaan istrinya.

"Gupi nggak papa, Phi. Jangan lebay, namanya juga hamil bawaan bayi kali, berangkat gih, udah beberapa hari coba kantornya ditinggal, kasihan Phi Tay sendirian, Bosnya pemalas gini!" omel Gulfie mulai.

"Ok-ok, Phi berangkat sekarang, jangan marah-marah lagi. Ntar nagruh ke sini loh," ucap Mew sedikit mengelus perut Gulfie yang masih rata.

"Ingat, jangan ngerjain apa pun, semua pekerjaan rumah biarin aja, nanti Phi yang ngerjain, Gupi istirahat aja ya," pesan Mew khawatir Gulfie masih mual-mual.

"Hmm iya-iya, udah pergi sekarang deh," ucap Gulfie entah kenapa sedikit muak melihat wajah suaminya.

***

"Eh tumben ni diantar ayang?" Goda Gun setelah Win turun dari motor Bri.

"Iya dong, masa di antar Bokap terus!" senang Win.

"Thitiwat mana, bukannya semalam nginap di tempat lu, Win! Kalian nggak bareng?" Pear celingak-celinguk belum melihat Thitiwat.

"Tu orangnya, lu nggak di apa-apain Thitiwat kan, Win?" goda Gun lagi lemes.

Sampai jumpa di SND berikut nya

Jangan lupa vote dan komen ya phi
🤗🤗🤗🤗🤗

Follow akun author ya 👍


SI NAKAL DADDYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang