Way #24 | Come Back Home, Please

12 0 0
                                    

Sebelum baca, alangkah lebih afdal kalo kalian klik dulu ☆ yang ada di bagian pojok kiri bawah supaya berubah jadi ★Biar enggak kosong kayak hati(mu), hehe

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sebelum baca, alangkah lebih afdal kalo kalian klik dulu ☆ yang ada di bagian pojok kiri bawah supaya berubah jadi ★
Biar enggak kosong kayak hati(mu), hehe

Part ini tanpa diedit, jadi maklum kalo banyak tipo atau kalimat sumbang atau kejanggalan lain
Pokoknya, jangan sungkan buat negur, ya

Terima kasih😊

💘


NARA tengah menghabiskan waktu kelewat senggangnya di ruang keluarga rumah Lata. Temannya belum pulang dari kerja. Jam di ruangan juga baru menunjukkan pukul 16:05. Masih sekitar satu jam lagi Lata pulang, itu pun jika tidak lembur.

Acara radio yang bersumber dari ponsel Nara menjadi satu-satunya suara yang terdengar di ruangan. Sementara empunya ponsel lebih memilih diam, duduk berselonjor di atas sofa abu-abu, menikmati secangkir, teh melati yang hangat, lalu memanjakan mata dengan pemandangan langit senja melalui jendela. Warna gradasi jingga dan merah muda dari langit senja terasa syahdu bagi Nara, membuat Nara terbuai dan sejenak merenung, kapan terakhir kali ia merasakan suasana seperti ini?

Nara menghirup aroma melati dari teh hangat yang ia buat sebelum kemudian menyesapnya perlahan. Rasa manis yang tidak terlalu pekat mulai menyebar di permukaan lidah. Di saat sedang asyik-asyiknya menikmati senja, suara bel rumah mengganggu kenikmatan Nara. Nara bahkan sampai harus menarik napas dalam-dalam dan mengembuskannya perlahan. "Sabar, Nara, sabar," gumamnya. Perempuan itu menaruh cangkir ke meja di sebelah kanan. Ia lantas melirik jam di dinding ruangan. Dahinya mengernyit samar kemudian. "Baru jam setengah lima. Apa iya Lata udah pulang kerja?"

Suara bel kembali terdengar, merenggut atensi Nara. Perempuan itu menengok kanan, menatap pintu utama rumah Lata yang tertutup rapat. Perasaan ragu dan sedikit takut mulai melingkupi hati Nara. Selama menumpang tinggal di tempat tinggal Lata, ia sama sekali tidak pernah keluar rumah. Mendadak, dunia luar terasa asing bagi perempuan itu.

Benak Nara dipenuhi pertanyaan-pertanyaan siapa pelaku yang membunyikan bel. Tidak mungkin jika itu keluarganya atau bahkan ... Sakra. Nara ingat betul tidak pernah mengajak atau sekadar memberitahu tempat tinggal Lata. Ah, kenapa Nara harus mengingat orang-orang itu?

Ketiga kalinya, belum rumah Lata berbunyi dan Nara masih duduk di sofa, mengumpulkan keberanian. Ia masih menerka-nerka siapa datang berkunjung. Tidak mungkin Lata karena sekarang belum waktunya pulang kantor. Jika memang Lata, seharusnya Nara mendapat pesan singkat dari temannya itu yang berisi penawaran akan makan dengan apa untuk makan malam. Namun, hal itu belum terjadi. Selain itu, jika memang yang adalah Lata, mengapa harus menekan bel, padahal di rumahnya sendiri?

Dahi Nara berkerut dalam, mendalami pemikiran-pemikirannya. "Apa mungkin Rav?" Nara merenung beberapa saat sambil berdeham panjang. "Hem, kayaknya bener, deh, itu Rav. Kayaknya dia enggak tau kalo Lata belum pulang."

Way of Love | @penaka_Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang