Way #21 | Time to Tell

12 1 0
                                    

Sebelum baca, alangkah lebih afdal kalo kalian klik dulu ☆ yang ada di bagian pojok kiri bawah supaya berubah jadi ★Biar enggak kosong kayak hati(mu), hehe

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sebelum baca, alangkah lebih afdal kalo kalian klik dulu ☆ yang ada di bagian pojok kiri bawah supaya berubah jadi ★
Biar enggak kosong kayak hati(mu), hehe

Terima kasih😊


💘


NARA memperhatikan penampilannya saat ini. Kaus putih dan celana pendek sepaha. Sebenarnya, tidak buruk, hanya saja ia merasa tidak nyaman karena harus meminjam pakaian Lata. Ah, lebih tepatnya dipinjamkan karena Nara sebenarnya sudah menolak, tetapi Lata terus memaksa. Kata Lata, pakaian Nara sudah sangat bau. Lebih bau dari aroma terasi udang rebon. Nara yang mendengar ejekan Lata waktu itu hanya melengkungkan bibir ke bawah.

"Nara, yuhu! Ayo, sarapan bareng!" Suara Lata terdengar dari ruang makan. Perempuan yang mengenakan kaus putih polos dengan celana panjang hitam itu terlihat sedang menata beberapa menu makan di meja.

Nara yang keluar dari kamar Lata dan segera menghampiri teman kantornya. "Banyak banget, sih, La," komentarnya.

"Enggak apa-apa. Biar kamu enggak lemes menghadapi kerasnya hidup."

Nara tersenyum sinis. "Sok dewasa banget kamu."

"Ih, aku emang udah dewasa kali, bukan bocil lagi," sungut Lata sambil mengentak kaki ke lantai. Bibirnya pun sampai mengerucut.

"Dewasa dari mana? Marahnya aja masih kayak bocil gitu," ledek Nara diakhiri tawa kecil. Perempuan itu kini sudah merasa lebih baik, terutama untuk urusan suasana hati. Semalam, ia benar-benar terguncang dan hanya bisa menangis meratapi nasib buruknya. Bersyukur, hari ini ia bisa kembali tersenyum dan tertawa. Namun, tak bisa ditampik jika pikirannya masih terbayang akan masalah berat terkait Sakra dan Meghana.

"La," panggil Nara. Ia menarik salah satu kursi, lalu mendudukinya. "Maaf, ya, aku jadi ngerepotin kamu. Tapi, tenang aja, habis ini aku bakal cari tempat tinggal sementara, kok."

Lata ikut duduk. Ia menatap Nara dengan sebelah alis terangkat. "Emang kamu ada uang?"

Nara terdiam. Refleks, ia mengusap-usap lutut menggunakan kedua tangan. Iya juga, ya, batinnya.

Diamnya Nara membuat Lata mendengkus pelan. "Udah, sih, kamu tinggal di sini aja enggak apa-apa. Nemenin aku. Kamu tau, 'kan, kalo aku tinggal sendiri di sini? Aku malah seneng kalo kamu stay. Aku enggak kesepian. Lagian, kalo kamu pergi juga percuma. Enggak ada duit, 'kan?"

"Tapi ...."

"Apa? Kamu enggak enak sama aku, hem?" sela Lata, seolah mampu menebak apa yang akan dikatakan Nara. "Nara, kita kenal dan temenan, tuh, udah lama. Enggak usah ngerasa enggak enak gitu, deh. Kayak orang asing aja."

"Ya ... gimana, ya, La? Aku ... takut ngerepotin kamu."

"Enggak, Nara."

"Di depan mungkin kamu bilang gitu, tapi di belakang ...?" Nara langsung mengatupkan bibir rapat-rapar, sadar mulai kelewatan berbicara. Apalagi, nada bicaranya pun sedikit meninggi.

Way of Love | @penaka_Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang