Way #11 | Boyfriend

27 8 4
                                    

Sebelum baca, alangkah lebih afdal kalo kalian klik dulu ☆ yang ada di bagian pojok kiri bawah supaya berubah jadi ★
Biar enggak kosong kayak hati(mu), hehe

Terima kasih😊


💘



NARA menepuk-nepuk pundak Rayi bertubi-tubi, menyuruh adiknya itu untuk segera berhenti. Sayangnya, aksinya tidak dihiraukan. Hal tersebut membuat Nara mengerucutkan bibir dan dengan barbar menggoyang-goyang helm yang membungkus kepala Rayi. "Rayi, berhenti!" pekiknya.

"Eh, eh, eh! Kakak!"

Begitu sepeda motor yang dikendarai Rayi berhenti, barulah Nara menghentikan aksi barbarnya.

"Ah! Kakak apa-apaan, sih? Gara-gara Kakak, nih, kepala Rayi jadi pusing," protes Rayi.

Nara turun dari sepeda motor, lalu melepas helm yang semula membungkus kepala. Perempuan muda itu memandang Rayi dengan sinis. Dengan kasar, ia serahkan helm pada remaja laki-laki yang telah menjabat sebagai adiknya selama hampir 15 tahun itu. "Siapa suruh enggak berhenti-berhenti. Mana ... kebablasan lagi. Nyebelin!" sungutnya.

Rayi refleks menoleh ke belakang, lalu menatap kakaknya. Ia berdecak pelan. "Ya elah, enggak sampe satu kilo juga kebablasannya. Enggak bakal bikin Kakak meninggal kali kalo jalan."

Nara menganga mendengar cibiran Rayi yang sangat tidak tahu adab. Sebagai pelampiasan kesal, Nara mencabut kunci sepeda motor, membawanya, dan berjalan begitu saja meninggalkan Rayi.

"Eh, Kak!" Rayi buru-buru memasang standar sepeda motor dan mengejar Nara, tak peduli dengan helm yang masih membungkus kepala. "Kak, Kak! Balikin, dong, kuncinya!" pintanya sambil menggapai lengan Nara. Sayangnya, gagal karena kakaknya itu berjalan cepat.

Nara terus berjalan tanpa menghiraukan Rayi.

"Kak, balikin, dong," rengek Rayi.

"Minta maaf dulu, baru Kakak balikin."

"Minta maap buat apa coba? Buruan balikin, Kak!"

"Minta maaf dulu!" tegas Nara. Perempuan muda itu membalikkan badan dan menatap adiknya dengan tajam.

Rayi berdecak kesal. Tidak ada pilihan lain lagi baginya selain menurut. "Iya, iya. Rayi minta maaf, Kak. Rayi kelupaan kalo lagi nganter Kakak. Kebablasan, deh, jadinya," tutur Rayi dengan nada rendah.

Nara diam beberapa saat. Perempuan itu melipat kedua tangan di depan dada sambil memanyunkan bibir. "Eum ..., maafin, enggak, ya?"

"Aaa, maafin, dong, Kak!" rengek Rayi sambil mengentak-entakkan kaki. Mengherankan, padahal Rayi sudah kelas 9, tetapi kelakuan masih seperti bocah.

"Mau aja atau mau banget, nih, kunci motornya?" goda Nara sambil tersenyum jahil. Mengerjai orang adalah salah satu hal yang menyenangkan bagi Nara, apalagi jika orang tersebut adalah Rayi. Akan tetapi, kalau ia yang dikerjai balik, tentu tidak akan suka. Aneh memang. Dia yang membuat orang susah, tetapi sendirinya tidak mau susah. Dasar manusia.

"Kak, buruan! Rayi, tuh, buru-buru!" Rayi kembali merengek. Satu tangannya memegang perut, lalu tangan yang lain memegang pantat. Gelagat remaja laki-laki itu pun mencurigakan.

Nara tersenyum sinis. "Buru-buru mau ke mana, sih? Main? Enggak bosen apa main mulu?"

"Sok tau! Balikin aja buruan!"

Way of Love | @penaka_Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang