[13.2] Benang Merah

398 66 12
                                    

KETIKA hari seminar tugas akhir datang, Sasuke benar-benar menghilang. Dia telah mendapatkan ijazah sarjana dan telah mengambil penerbangan ke Eropa. Naruto tidak lagi mendengarnya pada hari-hari berikutnya, bahkan setelah dia lulus dan mendapatkan pekerjaan pertama, setelah dia berhasil membeli mobil dengan jerih payahnya sendiri.

Kebahagiaan atas semua pencapaian itu terasa hampa. Naruto tidak tahu, kekurangan apa yang membuatnya sulit untuk bahagia. Foto-foto bersama Sasuke tidak terlihat menyenangkan. Kini semua potret itu hanya memberinya nyeri dalam dada. Intonasi tenang sang lelaki, indikasi yang menyiratkan tentangnya yang telah menyerah dan ingin menyudahi rasa suka sepihak itu ....

Naruto ingin meminta maaf. Ketika Sasuke pergi, dia belum mengucapkan maaf ataupun terima kasih. Dia ingin Sasuke kembali agar mereka bisa kembali bertemu dan mengobrolkan hal-hal acak. Dia ingin kembali berkeliling kota di malam hari saat sama-sama tidak bisa tidur. Dia ingin kembali memperdebatkan suatu film yang menurut salah satu dari mereka bagus dan tidak bagus. Dia ingin Sasuke melihatnya yang sudah bisa menggunakan instrumen gitar akustik dengan benar. Dia ingin Sasuke melihatnya berhasil memenangkan tender dari tim produksi yang dipimpinnya.

Naruto sering menghubungi Itachi untuk menanyakan Sasuke. Itachi selalu memberi tahu bahwa Sasuke sehat-sehat saja. Dia sedang mengurus perusahaan fintech yang dikembangkan bersama teman kuliahnya di Eropa. Tanpa mengetahui rincian lain, tiba-tiba saja nama Sasuke sudah masuk dalam majalah bisnis. Dia mengisi wawancara eksklusif mengenai perusahaan rintisannya.

Delapan tahun berlalu dengan cepat. Selama rentang waktu itu, tak pernah sekalipun Naruto bertemu atau bahkan bicara dengannya. Percakapan saat acara perpisahan tersebut adalah yang terakhir, benar-benar terakhir.

Naruto menjalani hidupnya dengan baik. Tapi, dia tetap tak bisa mengenyahkan resah yang melanda. Pengakuan Sasuke mengenai rasa lelahnya terhadap Naruto terus-terusan terngiang.

Dia sudah selesai dengan Gaara. Bulan lalu bahkan dia dengan senang hati mengunjungi pesta pernikahannya. Mereka sudah saling memaafkan dan sekarang hanya sekadar teman. Ketika ditanya mengapa Naruto masih sendiri, dia benar-benar tak bisa menjawabnya.

"Lo lagi nunggu orang lain?" tanya Gaara saat itu.

Naruto terdiam. Dia sendiri penasaran.

Nunggu siapa?

Waktu terus bergulir. Tiba-tiba saja hampir dari seluruh teman dekatnya sudah mulai membangun keluarga. Ino telah menikah dengan seorang pelukis populer bernama Sai. Kiba sudah bertunangan dengan modelnya sendiri. Shikamaru sedang menjalin hubungan dengan kakak perempuan Gaara, Temari. Neji baru saja menikah dengan desainer kondang bernama Tenten.

Naruto belum bisa menemukan orang yang membuatnya nyaman. Dia sudah berkali-kali mengikuti kencan buta. Semua hasilnya nihil. Alih-alih mendapatkan pasangan, dia malah bertemu berbagai macam lelaki kurang ajar. Ada pula lelaki gay yang hanya memanfaatkannya sebagai dalih agar dia bisa terlihat sebagai pria heteroseksual.

Ketika menyerahkan undangan pernikahannya dengan Kakashi, Sakura tertawa terbahak-bahak. Dia memberi tahu bahwa Naruto sedang mendapatkan karma.

"Sasuke menderita tiga tahun, lo hampir menderita tiga kali lipatnya," ujar perempuan itu. Dia menyeka sudut mata, tertawa terlalu puas sampai menangis. "Gue udah undang dia ke nikahan ini. Tapi, kemungkinan besar dia nggak akan dateng langsung. Udah betah di Eropa paling," ujarnya tak acuh. Sakura menepuk-nepuk pundak Naruto. "Di pesta nikahan gue nanti, bakal ada banyak cowok lajang yang dateng. Lo nyoba buka diri aja ke mereka. Gue yakin, bakal ada yang nyantol."

Sakura menyeringai. Naruto hanya berdecak. Hubungan Sakura dengan kakak angkatnya begitu awet. Naruto ingin menendang mereka saking irinya.

Pada hari pernikahan Sakura, Naruto datang tanpa ekspektasi apa pun. Dia tidak tahu bahwa acara itu akan kembali mempertemukannya pada teman yang dulu telah ditolaknya, teman yang membuatnya resah selama hampir sepuluh tahun, teman yang kini entah bisa dianggap teman atau tidak.

Choco ChipsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang