[9.2] Special Gift

604 67 18
                                    

BERPACARAN DENGAN SASUKE ternyata tidak seburuk yang dibayangkannya. Dibandingkan Naruto, yang tidak punya sedikit pun pengalaman kencan, Sasuke sudah punya lebih banyak pengalaman. Naruto takkan mengatakannya langsung di hadapan wajah cowok itu. Tapi, Sasuke memang memperlakukan kekasihnya dengan baik. Naruto sampai tidak menyangka, Sasuke yang itu—yang bermata tajam, bermulut pedas, dan berwajah galak—bisa sangat manis di momen-momen tertentu.

Dia tak pernah segan untuk membelikan sesuatu untuk Naruto. Ketika Naruto tepar di kosan karena demam parah, Sasuke juga datang, rela menghabiskan waktunya di sana—meski Naruto cuma dijadikan alasan agar dia tidak perlu ikut nongkrong dengan Neji dan yang lain. Walau begitu, Naruto cukup takjub. Sasuke ternyata memang seperhatian itu.

"Dia sudah sangat protektif padamu sejak awal kau masuk kuliah, Bodoh," ungkap Sakura ketika Naruto curhat padanya. "Dia tuh, tidak langsung mengucapkannya. Tapi, semua itu kelihatan dari tindakannya. Kepalamu saja yang terlalu bebal. Apakah kau tidak lihat? Dia baik begini cuma padamu!" sewot Sakura.

Waktu mendengarnya, Naruto hanya meringis, sedikit merasa bersalah. Selama ini dia tak memikirkan motif tindakan Sasuke karena dia tidak ingin berharap lebih. Lagi pula, siapa yang menyangka kalau cowok dingin beraura setan sepertinya bisa suka padanya? Sasuke selalu mengganggunya. Dia juga senang mencari masalah dengannya, membuat kesabaran Naruto menguap perlahan-lahan. Siapa yang mengira kalau lelaki mengesalkan itu ternyata punya ketertarikan khusus padanya?

Dihitung dari tanggal mereka resmi berkencan, sekarang sudah hampir empat bulan. Minggu lalu, Sasuke baru menyelesaikan sidang tugas akhir. Sekarang dia hanya sedang fokus menuntaskan kontrak magang selagi menunggu jadwal wisuda. Naruto sendiri baru menyelesaikan ujian semester. Waktu mereka cukup luang sehingga akhir Minggu ini Sasuke mengajaknya jalan-jalan.

Pagi tadi, dia dan Sasuke berkeliling kota untuk mencoba restoran baru yang sedang ramai dikunjungi anak muda. Sasuke menuruti kemauan Naruto karena dia kalah taruhan lempar koin. Waktu sudah menjelang siang, mereka sempat mencari hadiah sepatu untuk kakak Naruto yang sangat bawel. Setelah menyempatkan makan siang—yang sudah terlambat—mereka berdua lanjut menonton film. Jatah pemilihan film jatuh ke tangan Sasuke. Dia hanya mengejek Naruto yang langsung pucat ketika melihat poster film horor yang akan mereka tonton. Waktu dua jam bagaikan dua tahun. Naruto menonton dengan mata menyipit. Energinya terkuras setelah keluar dari ruangan.

Cowok yang merangkap jadi pacarnya ini benar-benar sadis. Naruto kadang bertanya-tanya mengapa dia bisa bertahan sampai empat bulan lamanya.

Lantai teratas mal masih tampak ramai. Para pengunjung berlalu-lalang, ada yang tertawa dan ada pula yang sibuk mengobrol sambil berjalan. Naruto sedang duduk di salah satu bangku, menunggu Sasuke yang sedang membeli minuman kaleng.

Naruto mengalihkan pandangan pada lelaki itu begitu melihatnya datang. Di sekitar mereka, ada banyak orang yang berjalan-jalan. Namun demikian, Naruto takkan pernah kesulitan untuk menemukannya. Sasuke terlampau menjulang, tubuhnya juga atletis. Seluruh pakaian yang melekat di tubuhnya akan selalu terlihat bagus. Sekarang Sasuke mengenakan hoodie gelap yang dibalut blazer kelabu panjang. Warna monoton itu bahkan terlihat atraktif jika dipadukan dengan wajahnya.

Naruto menahan decak. Wajah tampan memang memudahkan segala hal.

Dia menerima minuman kaleng yang disodorkan Sasuke.

"Mau sekalian makan malam?" tanya Sasuke saat itu. Dia mengedarkan pandangan. "Kita mungkin bisa cari tempat lain yang lebih sepi. Di sini terlalu ramai."

Naruto membuka penutup kaleng, mulai meneguk minuman. Dia bergumam mengiakan, kemudian berdiri untuk menjejeri Sasuke. Mereka turun ke lantai dasar, hendak menghampiri lahan parkir ketika melihat guyuran hujan di depan sana.

Choco ChipsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang