[10] Constrain Bond

1.3K 102 22
                                    

Warning!
Canon Divergence, Alternative Canon, OOC

Rating : R-17 (for safe)

Genre : Romance, Angst, Adventure(?)

Words count : 1,4k

Blurb

Naruto hanya ingin kebebasan, bukan mengikat seluruh sisa hidupnya pada hubungan yang berlandaskan hukuman.

________________________

a short fic
by midgardst

________________________

Apakah kau pernah bermimpi?

Semua orang pasti pernah, orang buta sekalipun—Naruto tahu.

Akan tetapi, mimpi yang dia maksud bukanlah mimpi itu, bukan kehadiran skenario yang muncul ketika kau tidur, bukan ilusi dalam kepala kala kau tak sadarkan diri.

Naruto bermimpi ketika kedua matanya terbuka, ketika dia memandang langit biru di cakrawala, mendengar kicau burung di pagi hari, ataupun melihat rintik hujan dari balik jendela berkaca kusam di kamar tidurnya.

Mimpi Naruto nyata, kalau saja nestapa tidak menjeratnya sejak dia hadir di dunia. Mimpi itu niscaya, kalau saja dia tidak terlahir sebagai dirinya.

Di suatu malam sunyi, ketika para penjaga tengah mengganti giliran jaga, Naruto sempat berandai-andai mengenai Konoha yang lain—Konoha yang menerimanya, bukan mengisolasi, mengasingkan, dan membuangnya seperti ini.

Orang-orang yang menyebut dirinya shinobi itu sangat mengagungkan tanah tempat tinggal mereka. Konoha adalah rumah. Konoha adalah tempat kembali, aset yang patut dilindungi. Nyawamu tak berarti dibandingkan dengan ribuan masyarakat sipil yang tinggal di tanah ini.

Konoha adalah hukuman.

Konoha adalah kutukan.

Persepsi Naruto selalu berbeda dengan mereka. Gagasannya sangat berkebalikan dengan gagasan yang mereka punya.

Konoha menindasku.

Konoha merebut kebebasan hakiki yang menyertaiku.

Bagi Naruto, Konoha adalah kata yang dapat disandingkan dengan berbagai umpatan dan kata kotor lain. Konoha sangat dia benci, dari dulu hingga sekarang, bahkan ketika para kage mencoba mendekatinya agar dia tidak begitu mengutuk Konoha atas keputusan yang mereka buat—mengurung, melumpuhkan, dan menahan si wadah monster selama hidupnya agar monster ini tidak lagi menjadi bahaya untuk desa.

"Bertahanlah lebih lama, Naru. Kami peduli padamu," kata Tsunade, sang godaime, saat itu.

Sudah entah berapa kali Naruto mendengar omong kosong Tsunade. Dia terlampau muak dan malas hanya untuk mendengar.

"Kau mengatakan hal yang sama satu lahun lalu, Hokage," timpal Naruto, getir. "Tapi, lihatlah. Aku masih di sini, di dalam kastil tua yang pengap dengan puluhan penjaga di tiap lantainya. Kalau aku tidak meminta kalian menyediakan jendela kaca, aku bahkan takkan tahu perbedaan siang dan malam."

Desah napas Tsunade terdengar berat.

"Aku hanya pemimpin, bukan penguasa yang bisa membungkam mulut para tua bangka itu, Sayang," kata Tsunade dengan lelah. "Buku-buku yang kubawa, apakah kau menikmatinya?"

Naruto ingin berteriak, mengutarakan dia yang lebih baik leyap jika memang tidak diharapkan. Dalam 21 tahun hidupnya, entah sudah berapa kali para pemimpin desa mengutus para Yamanaka—salah satu klan yang dianugerahi kemampuan analisis pikiran, kemampuan yang membuat mereka diamanahi untuk mengurus orang-orang malang yang dilanda trauma dan depresi mendalam.

Choco ChipsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang