Words count : 7,8k
________________________
Seminggu berikutnya, Naruto sudah mengendarai mobil dan sampai di tempat tujuan tepat pukul delapan malam. Ia mengenakan gaun hitam tak berlengan sepanjang lutut yang dilapisi outer berlengan tiga perempat dengan bahan sifon. Rambut pirang sepunggungnya digerai rapi. Riasan di wajahnya tampak natural seperti biasa.
Di samping Naruto adalah Grha Konohagakure, bangunan familier yang merupakan aula wisuda para calon wisudawan dan wisudawati.Sekitar delapan tahun lalu, di tempat ini Naruto dan ratusan ratusan orang lain melepas status mahasiswa mereka dan menggantinya dengan gelar sarjana. Di tempat ini pula, ia mulai menorehkan cerita di lembaran baru kehidupan pacsa perkuliahan.
Selang waktunya memang hanya delapan tahun. Namun, ketika dipikirkan kembali, rasanya sangat lama. Keramaian di luar sini ikut mendukung perasaan nostalgia itu. Universitas mereka sedang merayakan ulang tahun ke-100. Oleh karenanya, para alumnus berinisiatif mengadakan acara reuni untuk masing-masing angkatan, termasuk angkatan Naruto. Tak heran jika mereka memilih aula utama kampus sebagai tempat acara. Tamu-tamu yang datang memang sangat banyak. Jumlah mereka bisa mencapai lima ribu orang atau bahkan lebih.
Keluar dari mobil, Naruto menahan keinginan untuk berkeliling kampus. Ia mamaksa kedua kakinya berjalan langsung ke dalam gedung. Suara alunan musik pop di masa kuliahnya segera menyambut. Ia tak sempat menikmatinya karena acara sambutan sudah dimulai dan ia telah diminta oleh penyelenggara untuk mengisi sambutan sebagai mantan Presma.
Kondisi ini membuatnya merasa cemas tanpa sebab. Naruto mencoba mengumpulkan kesadaran untuk menenangkan diri. Ia masih sempat mengobrol, tertawa, dan bercanda-canda dengan para panitia yang dulu merupakan rekan organisasinya sewaktu kuliah. Mereka adalah Ino Yamanaka, Hinata Hyuuga, Rock Lee, Shino Aburame, dan banyak orang lainnya yang tak bisa ia sebutkan satu per satu. Meski demikian, Naruto tetap saja tersentak kecil ketika mendengar namanya dipanggil dari panggung.
"... Presma tercinta kita, Naruto Namikaze!"
Suara tepuk tangan memenuhi aula utama gedung itu.
Mikrofon yang ia pegang berdenging beberapa saat sewaktu ia mengambilnya. Sebelah mata Naruto menyipit, ia mencoba membenarkan posisi mik hingga dengingan tersebut berakhir.
Ia berdeham.
"Sorry, gue udah lama nggak orasi jadi rada kagok gini." Adalah kalimat pembuka dari sambutannya.
Tawa orang-orang pecah seketika. Naruto mengulum senyuman, tiba-tiba merasa senang waktu menyadari masih banyak orang yang memandangnya sama seperti dulu.
Mengedarkan pandangan ke ratusan meja bundar yang tersusun di bawah panggung, Naruto melanjutkan sambutan.
"Biar kelihatan lebih layak, gue bakal memberikan sambutan ini secara formal-formal gitu, ya. Tapi, tenang aja, acara ini nggak bakal seformal acara debat calon presiden tiga hari kemarin. Meski gue masih sangat ingat tiap kata dalam script-nya. Atau, gimana nih, Pak Ketupat? Boleh ganti konsep, nggak?"
Suara seorang laki-laki menanggapinya.
"Nona Namikaze, kami sedang tidak ingin keributan."
Kalimat tadi adalah ucapan viral salah satu kandidat presiden dalam debat tiga hari lalu. Kala itu, Naruto menegur calon yang tidak menuruti peraturan debat karena terus berbicara tanpa memperhatikan waktu.
Aula gedung kembali dihiasi tawa.
"Tenang, Shino, gue juga udah capek ribut-ribut kemarin." Balasan Naruto teramat santai. Senyuman khas di bibirnya membuat orang-orang lupa bahwa orang yang berdiri di depan mereka adalah orang yang juga menjadi MC acara debat calon presiden. Di balik ekspresi serius dan tegasnya, seorang Naruto Namikaze yang mereka kenal ternyata masih sama.
KAMU SEDANG MEMBACA
Choco Chips
Fanfictionkoleksi fiksi pendek fanfiction femnaru. isi konten bisa berupa one shot, two shot, atau multiple chapter tapi kurang dari sepuluh.