[6.6] Ironi

471 53 9
                                    

"... jadi, intinya PPK tetap optimis untuk mendapat suara banyak meski termasuk partai muda."

Narasumber wawancara tersebut tertawa. Ia mengangguk yakin.

"Orang-orang mungkin mempertanyakan kredibilitas parpol di bawah pimpinan anak 25 tahun. Tapi, gue yakin, dengan eskalasi demokrasi kita selama hampir sepuluh tahun terakhir, pikiran tentang junior yang nggak tahu apa-apa dibanding senior udah mulai hilang. Kalau ngomongin ini, seharusnya masyarakat negara ini, termasuk PPK dan gue, udah tau siapa yang harus mendapat ucapan terima kasih."

Sosok itu tersenyum jahil. Ia tampak mengisyaratkan sesuatu.

Yang mewawancarai menggeleng.

"Yang jelas bukan gue. Semua ini berkat masyarakat negara ini yang juga sudah ikut berkontribusi."

Tawa renyah terselip dari bibir sang narasumber. Ia meminum jamuan yang disuguhkan sebelum kembali angkat bicara.

"Jangan merendah untuk meroket gitu, Naru."

"Konohamaru nggak mau diundang lagi ke channel ini?"

Pemuda itu terkekeh. "Lo itu dari dulu gini, ya, Kak, skeptis mulu sama orang. Padahal gue, sebagai kader PPK, memang ingin mengucapkan terima kasih karena gerakan aksi lo delapan tahun lalu bisa memberi banyak awareness ke orang-orang dan berhasil memecah stigma bahwa anak-anak masa itu sangat apatis karena dibuai perkembangan iptek.

Mereka yang awalnya nggak peduli dan bahkan sama sekali nggak tahu masalah politik jadi bisa mulai membuka mata terhadap keadaan negara kita. Efeknya sangat besar, seperti kemenangan PDK di Pemilu ibu kota lima tahun lalu. Gue masih ingat pidato Bang Gaara yang intinya ingin merangkul pemuda seperti kita ini. Meski lo sama dia mengambil jalan karier yang berbeda, tapi kalian tetap jadi inspirasi gue dan kawan-kawan untuk berani berjalan sampai ke tahap ini.

Perpolitikan negara bukan cuma dikuasai para elit penguasa, tapi juga para pemuda. Kamilah yang akan hidup dan melihat hasil kebijakan yang ditetapkan di masa sekarang. Jadi, tolong berikan kami tempat untuk beraspirasi sehingga di akhir nanti kami nggak bakal berucap bahwa kami hanyalah korban para penguasa atas kegagalan pemerintahan mereka."

Naruto sudah sering mendengar ucapan terima kasih atas tindakannya hampir satu dekade lalu. Awalnya, ia menerima dengan senang karena perjuangan tersebut tidaklah sia-sia. Namun, ketika aksi tersebut menjadi pemicu munculnya pergerakan- pergerakan politik atas nama para pemuda, Naruto menjadi berat untuk menerima ucapan terima kasih itu. Rasanya mustahil bahwa ia dapat melakukan itu semua, meski begitulah adanya.

Senyum simpul terlukis di wajah.  Naruto hanya dapat tersenyum tiap kali mendengar kalimat terima kasih dari orang lain.

"Gue nggak bakal dibikin nangis di acara gue sendiri, 'Maru. Maaf aja." Ia kemudian tertawa rendah. Kedua matanya memandang kamera yang masih aktif merekam wawancara sebelum kembali menatap narasumbernya.

"Semoga aja parpol-parpol lain bisa ikut menerapkan sistem penyaringan anggota berdasarkan merit seperti PPK dan beberapa partai lain yang udah ada, bukan semata-mata koneksi nggak sehat yang mengandung nepotisme. Sekali lagi terima kasih untuk Konohamaru, kader PPK, yang sudah meluangkan waktu di tengah hectic-nya persiapan menjelang pemilu. Kalau kalian bisa mengikuti jejak senior sekaligus koalisi partai kalian, PDK, jangan lupakan visi dan misi yang sudah kalian sampaikan sebagai perwakilan para pemuda. Sampai bertemu di tayangan selanjutnya."

Kamera perekam video ditutup. Lembaran kertas dirapikan. Naruto berdiri dan segera memberi pelukan erat pada Konohamaru, sebisa menekan rasa khawatirnya setelah merasakan balasan pelukan dari lelaki itu. Staf yang melihat hanya terseyum tipis.

Choco ChipsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang