[13.3] Benang Merah

557 65 6
                                    

KAPAN tepatnya Naruto mulai menerima perasaan lelaki ini? Dia sendiri tidak tahu. Ketidakhadiran Sasuke seolah menyadarkannya bahwa dia telah membiarkan Sasuke masuk terlalu jauh dalam kehidupannya. Ketika sosok itu ada, dia kurang mengapresiasi. Ketika sosok itu tiada, barulah dia merasa bahwa bagian dalam hidupnya ada yang hilang, tidak sempurna.

Usianya sudah menginjak akhir dua puluhan. Walau begitu, dia masih sulit untuk menyadari perasaannya sendiri. Dia tak bisa mendefinisikan hubungannya dengan Sasuke. Konsep tentang Sasuke sebagai orang yang dicintai masih sangat asing. Namun, di saat yang sama lelaki itu tak lagi sekadar teman untuknya.

Naruto terlalu pusing untuk memikirkan ini. Sekarang, dia hanya ingin melepas rindu terhadap sosok tersebut. Naruto mengesampingkan pertanyaan tentang perasaannya sendiri. Dia membiarkan Sasuke merengkuh dan menariknya mendekat. Dia membiarkan Sasuke mencumbu dan membagi ciuman. Dia membiarkannya menyentuh dan merasakannya jauh lebih dalam dari sebelumnya.

Kedua mata Naruto terpejam. Dia mencengkeram pundak Sasuke. Kepalanya miring, ikut menyesuaikan agar cumbuan itu terasa lebih nyaman. Kenyal bibir sang pria memagutnya. Lidah panas merasakan bibir bawahnya. Napas Naruto tersendat saat ciuman diperdalam. Sasuke menarik dagunya untuk melesakkan lidah mereka. Gelitik di mulutnya menimbulkan panas di sekujur tubuh. Bibirnya kembali disesap, digigit, dan diisap. Sisa rasa wine pahit masih tertinggal dalam mulut. Namun, tak seperti beberapa saat lalu, rasa pahit itu telah hilang, kini digantikan oleh manis yang membuatnya meremang.

Telapak tangan Sasuke di pinggangnya terasa amat nyata. Tangan kokoh itu menahannya untuk tetap dekat. Dia mengusap pelan selagi membelai sisi wajah perempuan di hadapannya.

Ketika Sasuke menyudahi ciuman, Naruto langsung meraup udara banyak-banyak. Napasnya tersengal. Bibirnya memerah. Panas di tubuhnya belum juga padam ketika Sasuke menyeka air mata yang sempat menjatuhi pipi. Dia menatap pria itu dengan sorot ragu, tidak yakin dengan dirinya sendiri. Sasuke masih diam selagi mengusap sisi wajahnya. Dia memperhatikan bibir yang merona merah, juga mata safir yang cukup kehilangan fokus. Naruto tampak linglung. Sasuke memberinya waktu hingga Naruto kembali menguasai dirinya sendiri.

Ketika sorot itu menjernih, Sasuke kembali bertanya, "Gimana? Mau kasih aku kesempatan?"

Naruto mengerjap pelan. Dia memperhatikan Sasuke yang masih sabar menunggunya bicara.

"I think so," gumamnya. Dia merasakan gelenyar asing yang membuatnya sulit untuk menatap Sasuke lama-lama.

Naruto mengalihkan pandangannya. Dia melihat telapak tangan yang masih menggenggam kotak beludru itu, mengamati sebuah cincin yang tersemat di sana.

"Jadi, ini ...."

Sasuke sedikit memberi jarak untuk mereka. Dia meraih telapak tangan Naruto dan mengambil cincin yang tersimpan di dalam kotak. Punggung tangan Naruto diusap pelan. Dia mengamati jemari lentik sang perempuan.

"Aku pesen khusus buat kamu," ujarnya. Dia memasukkan cincin tersebut pada jari manis Naruto, melihatnya melekat dengan indah. Sasuke kembali mengusap buku-buku jarinya. "Keliatan sangat cocok buat kamu."

Naruto merasakan telinganya yang menghangat. Dia sedikit menarik diri untuk kembali menggenggam blazer.

"Aku perlu cuci ini," ujar Naruto, terburu-buru. "Tadi, aku udah mau pulang. Jadi, I'll call you—"

"Hotel pesananku ada di dekat sini. Kamu bisa minta laundry di sana sekalian," potong Sasuke. "Bukannya apartemenmu jauh? Sekitar dua jam?"

Naruto tidak bisa mengelaknya. Perjalanan dari tempat ini menuju apartemennya memang dapat memakan waktu dua jam, itu pun jika tidak terhambat kemacetan. Mau tidak mau dia mengiakan ucapan Sasuke.

Choco ChipsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang