Janji Apa?

293 61 0
                                    

"Vanilla cake-nya terlalu autentik untuk tidak dikenali," ujar Reyiga dalam benaknya.

Insiden Mira yang sebenarnya merangsang ketir di hati Elara—karena mengingatkan gadis itu pada kecelakaan ayahnya—justru memberikan takdir lain pada Reyiga. Laki-laki itu bertemu seseorang dari masa lalu. Lia namanya. Gadis itu adalah tetangga sekaligus teman baik Reyiga dulu.

Pertemuan tak sengaja di rumah Mira ini memberikan akses lagi bagi Reyiga dan Lia untuk bertaut satu sama lain. Mereka banyak bertanya kabar. Ada sorot netra yang berbeda dari laki-laki itu. Seperti apa ya? Sorot itu sulit dijelaskan, bahkan oleh Elara sekali pun.

Lia sempat tak menyangka kalau teman laki-lakinya itu bisa langsung menenalinya dalam satu kali tatapan mata. Lia is Lia. Baik dulu maupun sekarang, tetap sama. Kata Reyiga. Padahal ia merasa banyak sekali perubahan pada dirinya.

Dari balik pintu kamar yang tak kedap suara itu, Elara melebarkan tangkapan rungunya. Ia bisa mendengar deru napas Mira yang meringis, serta beberapa topik yang dibicarakan dua orang asing di rumahnya. Elara memberikan asumsi, kalau Lia adalah orang yang spesial bagi Reyiga. Pasalnya, laki-laki itu membeli rumah yang dulunya dipakai Lia dan keluarganya sebelum pindah ke luar kota. Kalau dipikir oleh akal sehat, apa gunanya ia membeli rumah tua yang saat ini tak ditinggali juga tak direnovasi. Apakah kenangan di rumah itu begitu lekat, hingga Reyiga enggan mengubah tata letak rumah itu. Penasaran pun menyambar jiwa Elara.

Hanya sedikit informasi yang Elara dapatkan. Karena obrolan kedua orang itu terhenti, sesaat setelah mendiskusikan café yang akan mereka kunjungi. Tak lama, mereka pun berpamitan pada Elara dan juga Mira. Mobil merah melahap Lia. Sedangkan mobil hitam melahap Reyiga. Detik demi detik pun membawa pergi sepasang mobil itu dari jangkauan mata. Mereka... Mereka cocok. Tukas pelan Elara saat tubuhnya berbalik haluan.

****

Tumpukan laporan hasil analisis dan mutasi karyawan telah Elara selesaikan dengan baik. Kecepatan membaca dan mengetik yang ia miliki sangat membantunya dalam urusan pekerjaan. Ini adalah minggu terakhirnya bekerja sebagai pemagang di DIVE Company, sekaligus minggu terakhir libur akhir semester gasal di kampusnya. Pengawasan pada Reyiga pun akan semakin terbatas. Terlebih lagi setelah pertemuan aneh laki-laki itu dengan salah satu sosok dari masa lalunya. Reyiga menjadi sering menekuk wajahnya seperti semula. Tatapannya pun kembali dingin. Ya. Elara tau. Ini semua bukan kebetulan atau rasa malas Reyiga saja. Pasti ada sesuatu yang tidak beres.

Jarum jam sudah menunjukkan pukul sepuluh. Saatnya memberikan laporan yang telah ia kerjakan. Elara segera membawa tumpukan kertas itu dan berpaling meninggalkan ruangannya. Guratan senyum yang awalnya tersungging ke atas, sontak berubah. Ia berdiri mematung di depan pintu ruang kerja Reyiga. Gadis itu terkejut dengan suara bentakan dari dalam.

"Kalau tidak sanggup jangan mengajukan diri untuk project ini. Buat rugi aja!"

Itu suara khas milik Reyiga. Bentakan itu jelas terdengar hingga ke luar ruangan. Tatapan takut menghiasi puluhan mata di balik kubikel lantai delapan ini. Desisan bisik pun mulai beredar.

Elara mencoba untuk tidak menghiraukan kicauan tak jelas yang tertangkap daun telinganya. Ia melanjutkan tujuannya untuk memberikan laporan pada CEO perusahaan teknologi ini.

Tak banyak komentar dari Reyiga terkait laporan yang diserahkan, bahkan nyaris tak ada. Dia hanya berkata, "Oh sudah?" Lalu membaca sekilas lembaran demi lembaran dengan cepat. Setelah itu, ia pun menutup kembali laporan itu dan menyimpannya di atas meja. Entah benar terbaca semua atau tidak, Elara tak yakin secara pasti. Namun dari nanarnya, sangat terlihat kalau Reyiga bak raut singa. Ucapan terima kasih masih tertutur singkat dari mulut Reyiga.

On Cloud Nine (EL REY Story)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang