Malam ini, adalah malam kepulangan Reyiga dari Samarinda. Empat hari sudah, dirinya tidak bertaut sentuh dengan Elara. Rindu sudah menggunung rasanya.
Di sisi lain ibu kota, ada sosok Elara yang tengah menanti detik-detik kepulangan suaminya. Ia ingin segera menceritakan perkembangan butiknya yang berjalan lancar. Dia juga harus mengakui kalau kontribusi Yogi di posisinya sangat membantu. Ketua tim produksi itu pun sering kali memberikan saran yang membangun. Kini, kualitas pakaian yang akan segera rilis itu menjadi dua kali lipat lebih baik.
Tak hanya itu saja, Yogi juga sering membantu tim administrasi untuk beberapa alasan. Intinya, Elara sudah mulai bisa menerima Yogi dan membuang jauh-jauh firasat tak berdasar yang ia punya.
Bel rumah dua lantai itu berbunyi. Elara sudah bisa menebak, jemari siapa yang menekan bel itu. Langkah kakinya membaur dan menggema, ia menyambut kedatangan Reyiga dengan hangat. Saat ini balon kerinduan telah pecah. Ratusan kilometer itu sudah terpangkas habis.
Aroma peluh dari tubuh Reyiga mengacau indra penciuman milik Elara. Gadis itu menyuruh suaminya untuk segera mandi.
“Mandi, Kak!” titah Elara.
“Sebentar lagi,” jawab Reyiga dengan dagu yang masih menempel di bahu kanan Elara.
Elara berdecak. “Dari tadi bilang sebentar lagi.”
“Haha. Ya, udah, iya. Ini mau mandi.” Setelah lebih dari tiga puluh menit ia mengekori Elara, akhirnya laki-laki itu benar-benar pergi ke kamar mandi.
Elara sebagai istri yang baik, dengan senang hati membereskan barang bawaan suaminya. Ada semburat senyum di pipinya. Ia melihat sebuah bingkisan yang bertuliskan untuk istriku tercinta. Gadis itu tak berani membuka isi bingkisan itu. Biarlah Reyiga sendiri yang memberikannya nanti.
Reyiga keluar dengan semerbak harum shampoo-nya yang khas. Ia meminta Elara mengeringkan rambutnya. Gemuruh hairdryer mulai mengisi relung kamar mereka. Sasakan tangan Elara mulai terasa di antara helaian rambut Reyiga. Saat rambut Reyiga telah kering sepenuhnya. Elara mencium puncak kepala laki-laki itu. “Kangen tau,” cetusnya.
Reyiga langsung membalikkan badannya dan beranjak dari posisinya. Ia duduk di sebelah Elara sekarang. Kedua tangannya menggamit tangan kecil Elara. Lalu mencium tangan itu berkali-kali. Elara tersenyum dengan perlakuan manis itu. Kemudian, Reyiga memeluknya lama. Ia membelai rambut Elara. Menggelitiki sedikit pinggang gadis itu.
“Gimana Samarinda? Aku belum pernah ke sana,” kata Elara.
“Cuacanya bagus. Nanti kita pergi ke sana bareng, ya,” ajak Reyiga.
Gadis itu mengangguk.
“Boutique gimana?”
“Semuanya sesuai rencana.”
“Baguslah. Produksinya gimana?”
“Berjalan lancar. Hasil sample-nya sesuai harapan. Pasti hasil akhirnya akan lebih bagus lagi.”
Elara pun mulai bercerita tentang kinerja dari masing-masing personel tim inti yang membantunya. Orang yang paling banyak ia ceritakan adalah Yogi. Laki-laki itu ternyata seorang pekerja keras. Juga penggiat fashion yang andal. Reyiga tersenyum saat mendengar pengakuan dari Elara.
“Sudah punya rencana untuk tamu undangan? Siapa saja yang akan kamu undang?”
“Udah. Beberapa influencer, owner bisnis serupa, juga beberapa partner DIVE.”
“Partner DIVE kasih aja datanya ke sekretarisku. Nanti dia yang kirim surat undangannya.”
Elara mengangguk
KAMU SEDANG MEMBACA
On Cloud Nine (EL REY Story)
RomantikReyiga adalah seorang jenius sekaligus pebisnis muda yang mati rasa. Ia tidak bisa menerjemahkan ekspresi dan empati. Kehadiran Elara sebagai calon tunangannya, mulai mengusik hati dinginnya itu. Elara selalu menyisipkan konsep psikologi dalam setia...