Tanda Tangan dan Bunga Sakura

397 71 11
                                    

Siang ini, di salah satu café dekat kampus Universitas Indonesia, Elara sedang meratapi ponselnya dengan kegundahan. Pasalnya, sepuluh menit yang lalu, ia mendapatkan email dari salah satu perusahaan fotografi. Offering Model Comerical Partnership, begitulah subjek yang tertera di email-nya. Elara diajak untuk bekerja sama menjadi salah satu model iklan untuk beberapa produk. Dulu memang menjadi model bukan salah satu dari rencananya. Tapi karena keadaan memaksa, ia pun mulai memberanikan diri untuk terjun ke dunia itu. Awalnya ia ragu dan sama sekali tidak memiliki pengalaman. Namun siapa yang menyangka. Gadis tak berpengalaman itu malah mendapatkan berbagai pujian dari ahli fotografi. Mereka mengatakan kalau ia sangat mahir menjual dan wajah cantiknya di depan kamera. Aura yang ia miliki akan membuat siapa pun tertarik untuk melihatnya. Jika ia menjadi model iklan, maka tak akan rugilah perusahaan yang menjadikannya model.

"Hey!" Gertak seseorang yang membuat tubuh Elara terpenjat.

"Azkaaaaa." Elara menghujani Azka dengan pukulan di lengan atasnya secara bertubi-tubi. "Bikin kaget aja!"

"Aduh, duh, duh. Ampun, El." Azka meringis.

Tangannya berusaha menepis semua pukulan dari temannya itu. Ia pun menarik kursi dan segera duduk di samping Elara, sesaat setelah gadis itu menghentikan pukulannya.

"Lagian serius banget ngeliatin handphone-nya. Ada apa, sih?" tanya Azka.

"Gue dapet tawaran buat jadi model commercial."

"Oh, lo ambil?"

Elara menghela napas singkat. Lalu melipat sebelah tangannya untuk menjadi penyangga dagu runcingnya.
"Belum. Masih mikir-mikir. Tapi fee-nya lumayan."

"Kalo udah ngomongin fee kayak gini, possibility diambilnya gede nih."

"Huh." Tinju kecil Elara pada Azka. "Tau aja, lo."

"Apa sih yang gak gue tau tentang lo, El." Kali ini Azka menyombongkan dirinya.

"Iya deh, si paling tau gue. Ngomong-ngomong, lo ngapain di sini?"

"Lagi kebetulan lewat aja. Terus ngeliat lo duduk di sini kayak orang kesambet, jadi gue samperin lah temen baik gue ini."

"Tapi dari gelagat, lo, kayaknya mau ngomong sesuatu. Ya, kan?"

"Itu juga bener. Haha." Azka tertawa, gadis ini memang pandai membaca gerak geriknya. Tentu aja, dia kan anak psikologi. Ujar Azka dalam batinnya.

"Gue kemaren udah wawancara di MCD."

"Serius?" Tanya Elara. Laki-laki di sampingnya membalas dengan anggukkan kepala.

"Widih, keren juga, lo. Gue kira gak jadi."

"Jadi, lah. Laki-laki itu dipegang perkataannya. Gue kan udah bilang mau nyoba daftar, ya berarti itu beneran mau daftar. Tapi...," Azka menghentikan ucapannya.

Elara mengerling. "Tapi?"

"Lo-nya malah mau pergi ambil kerjaan di tempat lain."
Padahal, gue udah capek-capek nyari kesempatan buat deket sama lo. Eh, lo-nya malah otw ngilang. Gumam Azka pelan, nyaris tak terdengar.

"Haha, Apaan sih. Lagian lo daftar buat kerja. Bukan buat ketemu sama gue."

"Kan bisa two in one."

"Sayang banget, ya. Gak bisa two in one. Tapi, Zka, gue juga belum fix terima tawaran model ini. Masih ada kemungkinan kita kerja bareng di MCD."

"Semoga gak diambil deh."

"Yeh, dasar. Lo bukan teman yang mendukung, Zka."

Azka hanya bisa tertawa dengan ucapan Elara. Bukannya tak mendukung, tapi ia hanya ingin lebih banyak menghabiskan waktu dengan cinta pertamanya. Namun apa boleh buat, takdir berkata lain.

On Cloud Nine (EL REY Story)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang