Hari-hari kelahiran sudah terhitung jari. Elara sudah mulai meregangkan jadwalnya di butik. Beruntungnya, butik yang sudah berjalan kurang lebih enam bulan itu berjalan lancar. Penghasilannya pun tak main-main. Malah untuk saat ini, ia tengah menambah satu gudang lagi khusus untuk melayani pembelian secara online.
Sudah sejak lama Elara pindah kamar. Dari lantai dua ke lantai satu rumahnya. Ia takut kalau naik turun tangga akan sangat berbahaya baginya.
Perihal perlengkapan bayi. Ia tak perlu risau. Sebab, Kinan dan Mira yang telah berpengalaman, menyiapkan semuanya. Lagi pula, dua wanita paruh baya itu sudah tak sabar menanti cucu. Elara yang tak banyak menuntun hanya bisa berbahagia ria. Ia senang karena nenek dari calon anaknya, turut membantu memilihkan perlengkapan untuk sang buah hati.
Kalau perihal Reyiga, tak perlu ditanya lagi. Laki-laki itu menjelma menjadi oksigen yang selalu menemani kehidupan Elara, ke mana pun. Sungguh sempurna bukan kehidupan gadis ini.
Lalu, gemerlap bulan menembus jendela kamar Elara yang baru. Posisi kamar di lantai satu itu memberikan akses diagonal bagi cahaya bulan. Remang-remang terlihat menyoroti tirai monokrom kamar itu.
Tepat pukul sembilan malam, Elara dan Reyiga belum juga terlelap. Mereka sedang sibuk menata perlengkapan bayi. Katanya supaya tidak dadakan nanti, kalau-kalau Elara mulai merasakan kontraksi.
“Perasaan dari tadi beresin baju enggak selesai-selesai,” Elara memberikan protes pada cara kerja Reyiga yang lama. Entah lah calon ayah ini lebih sering meratapi setiap pakaian bayi yang ia pindahkan.
“Lucu,” ujar Reyiga sembari mengacungkan sepasang kaus kaki kecil. “Muat dua jari. Lihat, El.” Ia beranjak dan merebahkan tubuhnya di samping Elara.
Elara menghela napas. “Iya tau. Tapi mau sampai kapan mengagumi baju-baju itu? Udah malam ini. Risih banget aku liatnya. Lagian aku tawarin bantuan gak mau.”
“No, no, no, no. Kamu diam aja. Biar aku yang ngurus semuanya.”
“Ya, udah cepet, Kak. Aku mau tidur. Itu grusak-grusuk plastiknya bikin kepalaku pusing.”
“Iya sebentar lagi, ya.”
“Kalau enggak, dilanjut besok pagi aja.”
“Malam ini, El. Janji sebentar lagi.”
Dengan segera, Reyiga beranjak kembali dan membereskan perlengkapan bayi itu. Ternyata memang sesuai janjinya. Ia berhasil menyelesaikan semuanya hanya dalam beberapa menit.
“Harusnya dari tadi gini. Gak usah pake drama ngeliatin bajunya satu-satu,” Elara melancarkan keluhannya.
Reyiga memberikan cubitan kecil pada hidung istrinya. Lalu, ia segera bergabung dalam selimut tebal yang sudah membungkus sebagai tubuh Elara sedari tadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
On Cloud Nine (EL REY Story)
RomanceReyiga adalah seorang jenius sekaligus pebisnis muda yang mati rasa. Ia tidak bisa menerjemahkan ekspresi dan empati. Kehadiran Elara sebagai calon tunangannya, mulai mengusik hati dinginnya itu. Elara selalu menyisipkan konsep psikologi dalam setia...