My Special El

337 64 0
                                    

Elara sudah tampil menawan pagi ini. Pakaian  hitam dipadukan dengan thigh hight silver yang melekat di kaki panjangnya, memberikan aura tersendiri untuknya. Hari ini adalah hari yang telah lama ia khawatirkan. Hari launching sekaligus pers tentang hubungannya dengan CEO perusahaan teknologi ternama. Ia membayangkan dirinya disoroti banyak kamera dan disuguhi pertanyaan-pertanyaan aneh diluar skrip yang telah sekretaris Reyiga siapkan sebelumnya.

Pukul tujuh pagi waktu setempat, mobil Mercy hitam dengan satu Toyota Alphard merah telah bertengger di depan rumahnya. Reyiga, Kinan, Fiona, dan dua orang supir ada didalamnya. Sementara dari kediaman Elara, ada dirinya bersama Mira, Elnando, dan Clarissa. Semuanya tampak sangat cocok dengan pakaian masing-masing. Terutama Reyiga. The highlight of the day.

“Halo Tante, kak Reyiga, kak Fiona,” sapa Elara.

“Halo, El. Cantik sekali hari ini,” jawab Kinan.

Elara tersenyum, kemudian ia membalas. “Terima kasih. Tante Kinan juga sangat cantik.”

Mereka pun bersalaman dan saling sapa menyapa satu sama lainnya. Figur dua keluarga kecil pun terpampang nyata pagi itu.

Kinan, Fiona, Mira, Elnando, dan Clarissa memasuki mobil merah yang mampu menampung enam orang beserta supir. Sedangkan Reyiga dan Elara masuk ke mobil hitam kesukaan mereka. Roda mobil pun berputar. Mereka pergi meninggalkan rumah itu.

Reyiga terlihat percaya diri dan tenang. Sedangkan Elara terlihat sangat gugup. Dia terus mengembungkan pipinya.

“Gugup ya?” Tanya Reyiga.

Gadis itu menoleh. Lalu menjawab. “Banget, Kak.”

“Jangan sampai lupa atau blank dengan semua jawaban yang telah disiapkan.”

“Aku juga sedang berdoa agar tidak lupa.”

“Haha.” Reyiga tertawa mendengar ucapan Elara.

“Kenapa kak Reyiga malah ketawa?”

“Saya pikir kamu sibuk menghafalkan kalimatmu, ternyata melafalkan berdoa agar tidak lupa. Tapi keduanya memang penting.”

“Aku sudah hafal semuanya, Kak Rey ... Ini aku harus banyak berdoa aja, biar dikasih kemudahan yang tidak terduga.”

“Kalau berdoa, etika tangannya harus yang baik, El. Gini nih.”

Dengan santainya, Reyiga menyentuh dan memosisikan tangan Elara tepat seperti orang yang sedang berdoa. Anehnya ia tidak melepaskan tangan kirinya dari punggung tangan Elara.

“Sebaiknya kita berdoa bersama El.”

Laki-laki itu memejamkan matanya. Dia larut dalam doa yang sedang ia panjatkan. Elara menatapnya lama. Sesaat sebelum Reyiga membuka matanya, Elara pun menutup matanya dan berdoa juga.

“Saya yakin hari ini akan berjalan baik.”

“Eum,” Elara mengangguk. “Aku juga yakin kak,” tutupnya.

Senyuman mengisi sudut bibir kiri keduanya. Mereka tersenyum. Tersenyum lebar. Mereka bisa merasakan cengkraman tangan satu sama lain.

Ya benar. Selepas berdoa tadi, Reyiga tidak melepaskan tangannya. Alih-alih melepaskan, ia malah asyik membalikkan tangan Elara hingga telapak tangannya menengadah ke atas. Lalu dia tutupi telapak tangan kanan itu dengan telapak tangan kirinya sendiri. Jari-jari tangannya menjalar, mengisi sela-sela kosong jari tangan Elara.

Sesekali ia melirik Elara, menatapnya lekat-lekat.

“Siap gak?” tanya Reyiga sesaat setelah mereka tiba di area parkir di samping tempat brand launching.

On Cloud Nine (EL REY Story)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang