27

302 58 39
                                    

Diapun rapuh sama sepertiku

- Rangga Pradipta-

"Kenapa?" tanya Fannan ketika Radit masuk ke dalam rumah

"Ngga ada apa-apa santai" jawab Radit ia tak ingin mereka ikut memikirkan ini.

Dia akan mencari tahu apakah benar bayangan hitam yang ia lihat tadi adalah Daffa.

Ini hanya praduganya saja, siapa lagi yang mengendap-ngendap di antara pepohonan kostan Sasa malam malam begini.

Apalagi mengingat bagaimana hubungan Sasa dan Daffa belakangan ini.

Radit yakin bukan Sasa tujuan utama laki-laki itu tapi PELITA.

Ia mungkin tidak akan menyakiti gadis itu tapi tidak akan menutup kemungkinan ia akan berusaha memisahkan Rangga Pradipta sahabatnya dengan Ni Luh Pelita Deshita Anindya Maheswari, karena dari sorot matanya terlihat dengan begitu jelas bahwa ada kecemburuan dan ketidaksukaan yang begitu mendalam kepada Rangga.

Daffa tidak berbicara, tapi gesture tubuh mengungkapkan semua yang ada dihatinya.

Radit tidak bisa menganggapnya enteng karena seseorang yang memiliki dendam atau ketidaksukaan terhadap seseorang pasti akan selalu menemukan cara licik untuk menghancurkan lawannya.

Ia harus waspada, ia belum sepenuhnya siap melihat kehancuran laki-laki hangat yang kesepian dan takut terluka lagi karena permainan takdir Tuhan.

*****

"Yuk, pulang" ajak Rangga setelah mereka membersihkan semua peralatan dapur.

"Matur suksma Pelita" tak percaya apa yang baru ia dengar, Rangga mengucapkan terima kasih dengan logat bali yang begitu fasih.

"EH.. kamu bisa basa Bali?" gadis itu tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya.

Semua terpampang begitu nyata di wajah cantiknya.

"Hah, iya kenapa? kamu kenapa? Terpukau ya lihat pacar kamu yang gak cuma ganteng tapi juga keren."

"Ihhh, sejak kapan kamu bisa ngomong basa Bali dengan fasih? Soalnya selama kita kenal aku ngga pernah dengar kamu ngomong dengan basa Bali" pelita mengabaikan laki-laki ini yang semakin sering memuji dirinya di depan Pelita

"Aku bisa, karena sejak kecil Mama ngajarin aku basa Bali dan kamu harus ingat, aku bukan hanya anak David Pradipta pemilik hotel The Heaven Resort and Suites tapi juga anak dari Ersya Annaya Pradipta pelukis perempuan asal Bali yang menggagas berdiri Museum Hope."

Rangga mendekatkan bibirnya ke telinga pelita dan berbisik,

"Selamat datang di dunia Rangga Pradipta, bersiaplah cantik karena semakin kamu masuk ke dalam dunia Rangga maka akan semakin banyak hal mengagumkan yang akan kamu temukan dan rasakan."

"Udah deh jangan kepedean" sela Pelita sambil memukuli punggung laki-laki itu berkali-kali

"Yuk pulang" ajak Pelita, ia jengah melihat tingkah laku Rangga yang semakin sering menggodanya.

"Bye."

Rangga mempercepat langkahnya dan membukakan pintu untuk kekasihnya.

"Aku bisa sendiri, aku punya tangan" sela pelita lagi

"Oh ya? tangannya buat meluk aku aja kalo lagi jalan. Jangan buat buka pintu" goda Rangga.

Rangga akan memperlakukan gadisnya seperti putri dan semua perempuan akan iri dan menginginkan posisi Pelita.

"Anyway, emangnya aku bilang aku mau jadi pacar kamu?" tanya pelita

"Udah kapan? Dimana? Hari apa?"

"Perasaan aku ngga ada bilang deh aku mau jadi pacar kamu"

"Kamu lupa? amnesia??" perdebatan kecil pun terjadi

Lihatlah bagaimana lucunya mimik tidak terima laki-laki di depan Pelita ini.

Instrumen dari radio dan gerutu Rangga adalah simfoni harmonis yang membuat malamnya semakin menyenangkan.

Laki-laki itu membeberkan tiap kejadian yang terjadi saat makan malam, menurut Rangga hari itu adalah hari dimana ia dan pelita memilih berjalan bersama, merangkai bahagia berdua, meski mereka tahu tidak mungkin pelangi hadir sepanjang waktu.

"Aku takut percaya, aku takut menyerahkan hatiku sama kamu. Bukan aku mengesampingkan rasa bahagia, tapi aku takut Ga." Pelita mencoba memberi tahu laki-laki itu bahwa ada ketakutan yang bersarang di kepalanya.

"Takut memulai, takut semuanya akan berakhir sama seperti kisah cinta kakak perempuannya Made Pratistha Anugrah."

Pelita ingat betul bagaimana bahagianya dia tapi seiring waktu berjalan cinta yang membuat ia meregang nyawa dan menjadi pasien rumah sakit jiwa.

Jatuh cinta yang membuat kakaknya pergi. Jatuh cinta yang membuat mereka terpisah di dua dimensi waktu yang berbeda. Jatuh cinta yang membuat ayah dan ibu mencicipi pahitnya duka sekali lagi.

"Apakah keputusanku sudah benar? Apakah kamu bisa merawat cinta dan kepercayaan ini?"

"Apakah aku bisa percaya bahwa pilihanku untuk memilihmu menjadi duniaku adalah pilihan yang tepat?"

"Aku tahu ketika kita mencintai seseorang berarti kita harus menyiapkan dua hati satu hati untuk dikecewakan dan dicintai"

"Karena orang yang menghadirkan bahagia pun bisa menciptakan kecewa Ga.."

"Ta, aku ngga tahu akan seperti apa hubungan ini nantinya, apa lagi tidak lama lagi aku harus kembali ke rutinitas ku sebagai seorang dokter. Aku juga ngga bisa menjanjikan kebahagiaan yang sempurna tapi aku akan berusaha keras membahagiakan kamu semampu yang aku bisa." Jawab Rangga menenangkan Pelita

Di tengah deru mobil yang sibuk membelah jalanan, Rangga menemukan bahwa cahayanya pun sama seperti dirinya

Rapuh.

"Yang harus kamu ingat, aku bukan laki-laki itu. Aku bukan pacar Made Pratistha Anugrah kakak perempuannya kamu" "Aku berbeda"

"Aku Rangga Pradipta, laki-laki yang cuma punya satu hati dan hatiku sudah aku bagi secara adil untuk mama dan kamu."

"Aku mungkin akan meninggalkan Bali dalam waktu dekat tapi itu bukan berarti aku juga bakal ninggalin kamu tanpa kabar."

"Aku akan selalu berkabar, aku janji" Pelita menatap mata laki-laki itu dalam dalam mencari jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang mengambil seluruh kemampuannya berpikir jernih.

Disana tidak ada kepura-puraan, mata laki-laki itu memancarkan kesungguhan.

Rangga benar-benar serius dengan apa yang baru dia katakan.

"Hidupku hancur Ta dan sekarang aku baru menata hidupku lagi sama kamu jadi aku ngga bakalan mungkin mengkhianati kamu"

"Kita seperti matahari dan bunga matahari yang saling membutuhkan dan setia karena bunga matahari hanya mengarah ke satu arah yaitu matahari begitu pun aku."

"Aku akan pulang ke satu tempat dan itu hanya di situ hatimu."

"Aku akan kembali ke sana selalu dan selamanya akan seperti itu."

"Jadi jangan takut lagi ya, selama kita bersama aku yakin semuanya akan baik-baik saja bahkan mungkin lebih baik"

Tangan Rangga tidak pernah berhenti mengelus buku jemari tangan Pelita seakan memberikan kekuatan yang ia punya untuk perempuan ini.

"Aku akan bawa kamu ketemu mama sayang, aku bakal kenalin kamu sama mama"

"Aku mau dua perempuan terpenting dalam hidupku dekat"

Rangga mengutarakan keinginannya itu dalam hati.

Setelah itu suasana mobil ini kembali hening tenang hanya ada musik instrumental yang berasal dari radio di mobil ini. Sedangkan kedua hati yang sedang jatuh cintaini memilih untuk menenggelamkan diri kedalam bising kepalanya.

Found YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang