63

324 39 26
                                    

Cranky Cranky Crunchy

-Rangga Pradipta –

Pagi buta di Kamar Hotel Pelita

"I'm just like a bear with a sore head." suasana hati Pelita, tidak baik-baik saja sejak tadi malam.

"Aku merasa ucapan yang keluar dari mulutku bahkan lebih pedas dari hari-hari sebelumnya. Jujur aku takut dan gugup, aku juga merasa terganggu dengan pertemuan tidak terduga aku dengan AYA WIRASTI" ucap Pelita bermonolog sambil bercermin untuk bersiap-siap.

"Sepagi ini lambungku sudah mencicipi Iced americano dan sepotong croissant coklat and I'm brutally honest, aku masih lapar tapi tidak ada waktu untuk makan sekarang, karena semua pihak terkait yang ikut dalam acara ini sudah siap" lanjut Pelita masih bermonolog sambil menoleh ke semua arah dan yang ia dapat hanya kebisingan serta lalu-lalang manusia yang sibuk dengan tanggung jawabnya masing-masing.

Jam enam kurang lima belas menit Pelita dan Dira sudah berada di depan outlet Starbucks yang tidak jauh dari rumah sakit Jakarta Medika sambil menunggu teman-teman yang lain, Pelita dan Dira memesan iced americano ukuran large. Setelah memesan, Pelita memilih duduk di sofa abu-abu yang berada di pojok kanan coffee shop sambil mengunyah croissant coklat.

"Aku paham dan setuju dengan apa yang di ucapkan Rangga kemarin, bahwa aku tidak perlu khawatir tentang acara ini, karena aku tahu mereka adalah orang-orang professional, dan mereka tahu apa yang harus mereka lakukan untuk membuat acara ini berjalan dengan baik." Pelita masih saja terus bermonolog, meski mengetahui semua itu tidak juga membuat otak dan perutnya berhenti bergejolak.

***

Tepat pukul delapan, semua pengisi acara sudah berkumpul dan Pelita memilih untuk duduk di salah satu sudut memperhatikan semuanya dengan seksama sambil membersihkan lensa kamera miliknya dan menyesap kopi yang Pelita beli tadi.

'Coffee is therapy' menyesap kopi adalah salah satu cara untuk mengurangi stress yang Pelita sukai.

'Coffee is love' karena bagi Pelita dalam secangkir kopi, penikmatnya tidak hanya merasakan nikmat kopi, tapi juga akan merasakan cinta dari barista, karena membuat kopi adalah seni.

Rangga datang dan menghampiri Pelita dengan jubah putih kebanggaannya.

"you look miserable" komentar Rangga lugas

"Kamu pasti ngga tidur ya? Mata kamu terlihat sayu"

"Tidur" sanggah Pelita sebelum laki-laki itu melanjutkan ocehannya tentang bagaimana penampilan Pelita pagi ini.

"Everything is gonna be okay, trust me" ucap Rangga

"I hope so" jawab Pelita dengan lesu

"Udah sarapan pagi belum? tanya Rangga

"Udah"

"Apa?" tanya Rangga lagi sambil tersenyum dan memberikan Pelita paper bag coklat

"Ini apa?" tanya Pelita bingung dan sorot matanya meminta Rangga untuk menjelaskan siapa yang memberikan paper bag coklat ukuran sedang ini untuknya.

"Dari papa buat kamu" katanya

Pelita membeku, ketika melihat isi paper bag coklat yang baru saja Rangga berikan padanya. Satu kotak bekal berwarna biru langit, yang Pelita lihat dari penutup kotak transparan tersebut berisi nasi goreng lengkap dengan telur mata sapi. Bukan hanya itu, ada juga susu UHT ukuran kecil dan tidak ketinggalan tumbler berisi air mineral dan di kotak kecil Pelita menemukan potongan apel, semangka dan pepaya.

Pelita menatap Rangga "ini buat aku semuanya?"

Rangga hanya mengangguk cepat "katanya begitu, sambil membuat tanda kutip di udara si cantik yang bikin kamu merasakan patah hati yang parah" ucapnya dengan santai

Pelita tersipu membelalakkan matanya.

"begitulah papaku" jawab Rangga sedikit terkekeh

"Kok papa tahu kamu mau ketemu aku?" tanya Pelita

"Emangnya kamu pikir sejak kecelakaan itu Papa akan tinggal diam? aku rasa tidak dan aku yakin dia sudah mengantongi semua informasi tentang kamu Sassy girl"

"Berarti papa tahu siapa dalang kecelakaan itu?" lanjut Pelita

"Kalo masalah itu aku belum tahu pasti, tapi hubungan kami membaik. Jauh lebih hangat dari sebelum kenal kamu dan mungkin ini adalah salah satu caranya buat bikin perempuan cantik yang berhasil bikin anak laki-laki satu-satunya patah hati untuk tetap berada di sisi anak laki-lakinya." Jawab Rangga

Pelita tertawa, walaupun sebenarnya Pelita berusaha keras menahan tangis. Jujur Pelita senang karena hubungan mereka membaik, tapi ada bagian dari dirinya yang ikut menyesali apa yang sudah ia buat tempo hari. Ucapan Sasa saat tahu Pelita akan pergi ke Jakarta untuk memperbaiki hubungannya dengan Rangga memang benar. Penyesalan itu seperti senja, ia akan selalu datang setiap saat meskipun kita sudah berusaha keras untuk melupakan semuanya.

"Harusnya kamu bersyukur" Rangga mengusap air mata di sudut mata kanan Pelita dengan tangannya, seolah tau penyesalan yang Pelita rasakan. Selepas itu Rangga menatap Pelita dengan tatapan mata yang dalam.

"Jangan lupa dimakan, karena aku yakin kamu nggak bakal mau berurusan dengan David Pradipta cuma gara-gara bekal yang ngga di habiskan" kekeh Rangga pelan.

"Tunggu, tapi kamu belum jawab kok papa tahu kamu mau ketemu aku?"

"I told him everything lately, Ta" jawab Rangga sekenanya

"Tapi seperlunya" lanjut Rangga lagi

"Hah, Kamu bilang apa aja soal aku sama papa?" tanya Pelita sambil membuka kotak bekal dan menyuapkan sesendok nasi goreng komplit ke mulutnya

"Aku bilang kalo Pelita itu— egois, keras kepala, sadis, jutek".

"Serius kamu bilang gitu? " Pelita tak percaya.

"Menurut kamu?"

Pelita memutar bola matanya, ia tidak mempercayai bahwa Rangga akan mengatakan itu pada Papanya

"Aku boleh minta nomor telepon papa ngga?" tanya Pelita ragu-ragu "aku mau ngucapin terima kasih secara langsung"

"Ngga perlu nomor telepon papa deh, soalnya kamu bakal ketemu kok" jawab Rangga

"Loh, memangnya kapan aku bakal ketemu?" seingat Pelita ia tidak pernah punya rencana untuk bertemu papanya Rangga dalam waktu dekat.

Dari lobby Rumah Sakit Jakarta Medika ada yang memanggil nama Rangga cukup kuat hingga tanpa sadar Pelita pun ikut menoleh ke arah sumber suara itu. Di sana terlihat seorang laki-laki yang menunjuk jam kulit berwarna coklat di tangan kirinya. Rangga bangkit dari duduknya dan pamit "jangan lupa dihabiskan Ta. Kamu kelihatan kurang istirahat, atau kamu mau suntik vitamin C biar daya tahan tubuh kamu prima?" tawar Rangga dengan nada cemas

Pelita hanya menggelengkan kepalanya menolak tawaran Rangga, tapi Pelita berjanji akan menghabiskan bekal yang sudah disiapkan David Pradipta tadi pagi. Selanjutnya, Pelita hanya melihat Rangga yang menghampiri temannya, kemudian bergegas masuk dan meninggalkan lobby rumah sakit Jakarta Medika.

Pelita memilih menghabiskan bekal yang ada dipangkuannya dan mengerjakan apa saja yang bisa ia kerjakan sebelum acara dimulai tepat pukul sembilan.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 30, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Found YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang