54

178 38 27
                                    

Kebahagiaan yang selama ini ia minta, Allah kabulkan

Hari ini aku melihat cinta yang tak disuarakan dengan riuh namun hangatnya begitu terasa

Selamat berbahagia, ini adalah jawaban dari semua pertanyaan yang mungkin menganggu pikirmu

-Muhammad Ghifari Nur Raditya-

Rangga tak melanjutkan perdebatan, ia malah terkesan mengabaikan Radit.

Ia tidak tahu bagaimana caranya terbiasa tanpa memikirkan Pelita, mengingat gadis itu atau berjalan mundur dengan kembali menyusuri tiap inci kenangan yang tersimpan rapi di dalam telepon pintar miliknya.

"Jika kamu berhenti, kamu hanya menghukum diri sendiri karena segala sesuatu terus berlanjut, hidup terus berjalan, dan begitu juga seharusnya dirimu." ucap Rangga menyemangati dirinya.

Ketiga sahabat itu sibuk berperang melawan pikirannya sendiri.

Jika Radit kesal dengan sikap Rangga yang enggan jujur dan membeberkan semua fakta, kemudian ia akan terlepas dari segala tuduhan. Fannan malah sibuk merunut setiap peristiwa hingga peristiwa yang terjadi pada hari ini.

Saat ada tiga orang suruhan David Pradipta yang menyampaikan hasil penyelidikan polisi di tempat kejadian perkara bahwa ini bukan kecelakaan tunggal biasa, HANYA ADA SATU NAMA yang tidak suka melihat Rangga bahagia. CUMA DAFFA RISJAD, iya hanya dia.

Selang beberapa menit, Yasmin kembali ke ruang rawat Rangga, tapi ia tidak sendiri, Ia memaksa David Pradipta ikut serta, lelaki paruh baya itu sempat menolak tapi gadis itu tetap saja memaksa.

"Ayo Om sini, ngapain di luar sendirian" ucap Yasmin

Akhirnya David Pradipta pun menyerah dan ikut menyeret kakinya ke dalam kamar VVIP ini

Rangga, Radit dan Fannan menoleh sebentar

"Bos, lu liat kan kakak beradik itu sama ya... Dia memaksa lo untuk berani melakukan apa yang selama ini lo takuti; membangun hubungan baik dengan papa"

Setelah memberi kotak berisi makanan, Fannan menarik gadis itu mendekat dan berbisik

"Kok ditarik masuk sih?" tanya fannan "Jangan terlalu buru-buru Yas"

"Terus harus dibiarkan saja gitu di luar? Sedangkan yang di kamar ini anaknya sendiri"

"Bukan gitu—" sela Fannan

"Kak, mereka sudah menghabiskan waktu untuk saling menjauh. Padahal sebenarnya saling membutuhkan dan saling sayang, cuma ya begitu; keduanya tidak tahu caranya memulai."

"Aku cuma mau ngajak papanya untuk ikut gabung, tapi bagaimana nanti proses mereka dekat aku biarkan mengalir saja."

"Yas, kok bubur ayam sih" gerutu Rangga pada adik kekasihnya itu

"Ah, masih pantaskah mengakui Pelita sebagai kekasihnya" ucap Rangga dalam hati

"Kok ngga nasi goreng komplit kayak punya kamu, Radit, Fannan dan Papa?"

Semua orang yang ada di ruangan itu takjub mendengar Rangga memanggil David dengan sebutan Papa.

Jangan tanya bagaimana perasaan David saat ini, hatinya penuh, dadanya sesak mendengar anak yang selama ini ia abaikan, tetap memanggilnya dengan sebutan Papa.

"IHHHH, udah deh. Kakak itu baru aja sadar dan kata dr. Kaleef kemungkinan besar kakak mengalami cedera otak akibat benturan keras tadi siang." jawab Yasmin

"Tapi—"

"Udah deh bos Lo ribet banget deh, buruan makan tuh bubur ayam terus bobok. Jangan bandel" Radit ikut menimpali

"Tapi gue itu ngga suka bubur" gerutuan Rangga terus berlanjut

Sebelum David Pradipta beranjak dari tempat duduknya dan memberikan box putih miliknya yang berisi satu porsi nasi goreng pada Rangga.

"Sayang, Rangga kecil kita tidak berubah"

"Ia masih saja membenci bubur, karena baginya bubur itu seperti makanan orang sakit atau orang yang susah mengunyah mungkin karena sakit gigi, sakit perut. Pas dulu kamu opname di Rumah Sakit menu yang di berikan pun bubur, jadi sudah begitulah anggapan Rangga soal nasi lembek berair tersebut."

Ada kerinduan yang mendalam yang di rasakan oleh David setiap kali mengingat kembali kenangan manis ia bersama Ersya Annaya, perempuan cantik yang bukan hanya mewarnai kehidupannya namun memberi ia sosok anak yang luar biasa seperti Rangga.

Jika David asyik mengingat kembali kenangan manisnya bersama keluarga kecilnya

Rangga malah bersorak kegirangan dalam hati

"Mamaaaaaa, lihat deh papa masih ingat kalo Abang benci banget sama bubur."

Rangga langsung membuka kotak itu dan kebahagiaannya membuncah, karena ini adalah perlakuan manis pertama yang ia terima setelah mamanya meninggal dunia.

Semuanya sibuk dengan kotak makanan masing-masing, tapi Radit melihat sahabat kecilnya itu dengan tatapan yang tak kalah bahagia

"Kebahagiaan yang selama ini ia minta, Allah kabulkan. Hari ini aku melihat cinta yang tak disuarakan dengan riuh, namun hangatnya begitu terasa. Selamat berbahagia, ini adalah jawaban dari semua pertanyaan yang mungkin menganggu pikiranmu"

Mata mereka bertemu, tidak ada kata yang terucap tapi ada kebahagiaan dan rasa senang yang tersampaikan dengan baik lewat senyum dan mata Radit yang berkaca-kaca.

**

Tepat pukul sembilan lewat tiga puluh lima menit, Radit, Yasmin, dan Fannan beranjak dari tempat mereka, berniat untuk meninggalkan kamar inap Rangga yang cukup nyaman ini, agar lelaki itu bisa beristirahat dengan tenang.

Saat David Pradipta pun ingin mengikuti ketiga orang yang berjalan beriringan sambil sesekali bercanda, Yasmin menoleh ke belakang dan berkata

"Om mau kemana? Di sini aja, tidur di sana aja" sambil menunjuk ke arah sofa yang keberadaannya tepat di ujung kamar inap ini

"Udah udah di sini aja, biar kita aja yang jaga diluar."

Hati Rangga menghangat, Yasmin seakan mengerti keinginan hati kecilnya, yang menginginkan papanya tetap tinggal di sini. Di kamar ini, menemaninya.

"Terima kasih banyak Yas" ucap Rangga dalam hati.

David Pradipta pun menuruti gadis itu ia berbalik dan memilih duduk di sofa.

Untuk membunuh kesunyian dan suasana kaku diantara ia dan Rangga, lelaki paruh baya itu memilih menyibukkan diri dengan membuka kembali laptop hitam miliknya. Karena sejak mendengar kabar bahwa Rangga terlibat dalam kecelakaan tunggal di Jalan Husni Thamrin Tabanan Bali dari Fannan tadi sore, ia melupakan tujuan awalnya ke Surabaya dan meninggalkan semua tanggung jawab bisnisnya. Saat itu yang menjadi fokus utamanya adalah keadaan Rangga.

Lalu lain David lain Rangga, jika ayahnya memilih menyibukkan diri dengan kembali membuka laptopnya, Rangga hanya diam, ia hanya ingin menikmati waktunya bersama Papanya, meski tanpa percakapan berarti, tapi Tuhan... ini sudah jauh dari cukup untuk menjadi alasannya bahagia. Ia tidak ingin meminta lebih, ia ingin membiarkan waktu yang menuntun hatinya juga papanya, agar mau menjadi lebih terbuka, dan ia tidak memaksa atau egois karena alasan yang membuat sekat diantara hubungan mereka bukan alasan biasa. Dan ia paham betul seberapa besar pengaruh keberadaan Ersya Annaya Pradipta di hidup papanya.

Setelah berdoa dan menarik selimutnya, Rangga berusaha memejamkan mata.

Dua puluh lima menit setelah itu, David Pradipta berjalan maju meninggalkan laptopnya, menuju tepi brankar Rangga, lalu tangan itu mengusap kepala anak lelakinya.

Dia menangis tanpa suara, tapi air matanya jatuh di pipi kanan Rangga.

"MAAF—" bisik David kemudian lelaki paruh bayaitu diam kaku berdiri di samping brankar dan mematung.

Found YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang