Ch. 37 - Triple Date

275 35 0
                                    

Rombongan berkuda mulai berangkat dari peternakan Nao menuju kaki bukit. Kami tiba di padang rumput dan membiarkan kuda-kuda menikmati alam disana. Tampaknya bukan hanya mereka, Dyego, Sanha, Dylan, dan Nao pun menikmati waktu mereka. Dyego dan Sanha berjalan-jalan berdua di hutan sekitar padang rumput sedangkan Nao dan Dylan asyik berpiknik. Bagaimana denganku? Aku hanya berdiri tidak jauh dari kuda-kuda, tidak melakukan apapun. Lebih tepatnya, Aku menunggu Gavin yang masih bersama Raven.

Gavin menyerahkan penjagaan kuda nya kepada para petugas lalu dia menghampiriku. "Kenapa sendiri?"

"Aku gak mau ganggu orang yang lagi nge-date." jawabku sambil melihat Nao dan Dylan. Gavin ikut menoleh dan mood-nya berubah jelek.

"Aku tidak suka dia."

"Siapa? Dylan?" aku menoleh kearah Gavin.

Gavin mengangguk, "Aku tidak tahu apa mau nya, tapi dia selalu memanfaatkan Nao."

"Hei, apa kau gak papa ngomong gini didepan temannya?" tanyaku menyindir.

"Kenapa? Aku tahu kau tidak akan bilang pada orangnya, jadi aku bilang aja." jawabnya melihat kearahku.

"Jangan libatkan aku dalam brother complex-mu." aku menggeleng.

Gavin diam beberapa saat, lalu dia lanjut bicara, "Nao dan aku tidak ada hubungan darah."

Pernyataan Gavin berhasil membuatku tercengang. Dia diam mengamati perubahan ekspresiku lalu berbicara, "Tampaknya kau lupa kalo aku pernah bilang ibu dan kakak perempuanku sudah meninggal."

Ketika Gavin menyinggungnya lagi, aku baru mengingatnya. Aku merasa malu dan bersalah padanya karena aku seperti orang yang tidak menghargai dirinya dengan melupakan fakta penting itu begitu saja.

"Gak apa-apa kalo kau lupa. Malah itu bagus." katanya. "Setidaknya kau melupakan sisi burukku." gumam Gavin setelahnya tetapi aku pura-pura tidak mendengar.

"Tuan Peeta Visser, ayah Nao, membawaku dari panti asuhan sebagai anak angkatnya. Dua tahun kemudian, lahirlah Nao."

"Tapi bisa kulihat kau berhubungan baik dengan Nao." kataku.

"Not at all." jawabnya. "Setelah Nao berumur 6 tahun, aku memutuskan tinggal sendiri karena aku tidak sanggup menyembunyikan sihirku didepan keluarga Visser. Aku tidak mau melukai siapapun, apalagi Nao yang sangat disayangi tuan Visser."

Aku menyimak semua yang Gavin ceritakan padaku. Saat mata kami bertemu, kulihat dia terkekeh pelan dan tersenyum. "Kau jadi dengarin omonganku."

"Aku gak keberatan. Kita juga udah banyak berbagi rahasia satu sama lain."

Gavin terlihat senang dengan kata-kataku dan aku pun ikut senang.

"Oiiii!!!"

Nao melambaikan tangan kearah kami dan memberi kami isyarat untuk bergabung dengan nya. Aku sudah menggeleng sebagai jawaban, tetapi dia justru menghampiriku dan menyeretku untuk makan bersama.

"Jarang-jarang kita bisa berkumpul. Oke???"

"Iya deh, iyaa." Kataku menurut.

Nao juga mengajak Dyego dan Sanha. Setelah semua duduk, masing-masing dari kami membuat sandwich. Kami bebas menambahkan isi sandwich kami karena ada banyak pilihannya.

"Cobain deh, Dylan. Aku tadi panggang sendiri lho." Nao menyuapi Dylan sepotong sosis. Dylan tentu menerima dengan senang hati dan mengacungkan jempolnya. Sosisnya enak.

"Ck." Aku bisa mendengar decihan Gavin yang sangat jengkel dengan Dylan. Entah kenapa sikapnya membuatku terkekeh. "Kenapa tertawa?"

"Gapapa kok." Jawabku bohong. "Daripada kau nonton mereka, gimana kalo kita tukaran sandwich? Kau buat untukku dan aku buat untuk kau."

Kimberly Academy 2 : Lost And FoundTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang