Ch. 28 - Persiapan

278 35 0
                                    

Author's pov

Di istana Black Shadow ...

"Sandra!!!"

Yang dipanggil tersentak kaget mendengar namanya sendiri, sedangkan yang memanggil hanya menggeleng keheranan.

"Kau ini belakangan aneh, sering banget gak fokus." kata rekan Sandra.

Sandra memasang ekspresi datar dan meminta maaf. Mereka meneruskan diskusi rencana mereka dan Sandra akhirnya sendirian di ruangannya setelah rekan nya pergi meninggalkan ruangan.

"Oh iya, Sandra. Kurasa kau perlu berjalan-jalan disekitar sini untuk refreshing. Kau kelihatan agak stress."

"Ahahaha ... urus saja urusanmu." balas Sandra hambar.

Sandra mendekati jendela dan melihat pemandangan diluar istana. Meskipun di Castadele adalah peralihan musim dingin ke musim semi, daerah ini tidak memiliki salju yang cair ataupun bunga musim semi yang bermekaran. Daerah ini sangat gersang dan tandus. Mereka bisa bertahan disini pun karena sihir. Andai mereka adalah manusia biasa, mereka pasti akan susah mempertahankan markas ini.

Sandra mengepalkan tangan dibalik jubahnya, sekali lagi membulatkan tekad dan keputusan yang sudah dia lakukan sejauh ini.

"Tidak ada langkah untuk mundur. Untuk mendapatkan satu hal harus dengan mengorbankan hal lainnya. Itulah pilihan." Sandra bicara pada dirinya sendiri. Dia mendekati meja kerjanya dan menarik laci teratas. Matanya terfokus pada belati perak bersarung permata merah. Dia tidak mengangkat keluar belati itu tetapi hanya menatapnya.

Author's pov end.

🍃🍃🍃

Kim's pov

Sudah lama sekali aku tidak menghadiri ekskul kelas mantra. Sepertinya ini kunjungan pertamaku sejak masuk di semester kedua. Sebelumnya, kelas ini terbilang cukup pasif karena kerjaan kami hanya membaca buku mantra-mantra yang ada didalam ruangan khusus kelas mantra. Berterima kasihlah pada Dyego yang telah menjadi ketua kelas mantra dan membuat beberapa kegiatan didalam kelas.

Pertemuan kali ini adalah merapalkan mantra-mantra yang dibutuhkan dalam perburuan nanti dan tentunya mantra yang diajarkan sudah mendapat izin dari guru pembimbing. Karena anggotanya hanya tinggal aku, Dyego, dan Dylan, kami bebas membuat kegiatan apapun yang perlu kami lakukan disini.

Setelah belajar setengah jam, Dylan menghembuskan napas kasar dan menggerutu. "Kenapa Kim dan Dyego lebih pandai? Aku kan juga bagian dari ekskul." katanya.

"Banyak latihan saja, nanti pasti bisa kok." kataku.

"Gampang di mulut doang. Kau itu kan dari awal selalu pintar mantra, Kim. Gak usah mengguruiku." ucap Dylan kesal.

"Kalo kau mood jelek begini, bagus kita berhenti dulu belajarnya." kata Dyego menghentikan sejenak kelas mantra.

Kami bertiga pindah dari ruang praktek ke kantor ekskul. Kami duduk bersantai didepan meja dan mengobrol asyik tentang perburuan.

"Kim, apa kau kepikiran akan dapat hewan apa?" tanya Dyego.

"Ehm ... gak pernah kepikiran, tuh." jawabku setelah menimbang-nimbang. "Tapi kalo bisa nebak, mungkin aku akan dapat phoenix."

Dylan tertawa mendengar kata-kataku. Aku jadi malu karena ditertawakan olehnya.

"Kau pikir kau bisa!?!? Ahahahaha .... jangan sementang-mentang pak Gio punya phoenix biru itu, kau pikir kau bisa punya juga!!"

"Kan aku cuman bilang!!" sergahku. Tawa Dylan justru semakin meledak. Saat kulirik Dyego, dia juga tersenyum tipis menahan gelak tawanya. "Dyego!!! Kau juga!?!?!"

Kimberly Academy 2 : Lost And FoundTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang