Dari jauh terlihat Birawa berjalan ditemani Katuranggan di pundak kiri. Makin mendekat makin terlihat jelas berjalan melewati jalan makadam diiringi kicau burung memasuki perkampungan warga. Mengedarkan pandang matanya menangkap sinar matahari pagi menembus kanopi dirindangnya ladang di kiri jalan. Udara terasa segar tercium bau asap dari tungku kayu bakar yang keluar dari sela-sela atap genting dapur warga. Dan bau asap pembakaran merang dari kandang sapi yang sempat dilewati. Tak terasa semakin mendekati pasar terlihat ramai lalu lalang orang dan transaksi barang yang dibutuhkan. Teringat Ibunya semasa hidup bekerja sebagai kuli panggul di pasar, menarik minatnya sekedar melihat-lihat. Tanah masih basah menandakan semalam di guyur hujan.
"Pasar Kesiman, Kecamatan Trawas, Kabupaten Mojokerto," gumamnya. Berdiri menghadap papan nama bercat putih, tertulis cat hitam yang baru saja dibacanya.
Melangkah masuk pelataran toko perhiasan, hendak menjual emas pemberian Gewa. Transaksi berlangsung lancar. Sebagian uang sudah masuk saku celana. Sisanya masih tergeletak di atas etalase kaca dengan cepat pencuri mengambil dari belakang.
"Uangku...! Uangku...! Uangku!" teriak Birawa diramainya pengunjung.
Tak seorang pun warga sekitar menolong menghentikan aksi pencuri. Hanya menatap pencuri di pinggir jalan kabur berboncengan naik sepeda motor. Situasi normal kembali, hanya menjadi perbincangan orang di pinggir jalan. Katuranggan tampak tenang bertengger di pundak kiri tuannya berjalan masuk ke dalam pasar berdesakan menuju toko pakan ternak. Tumpah ruah orang belanja, tak menyadari dirinya diikuti seseorang dari balakang.
"Pak, beli jagung 1 kg." pinta Birawa pada penjual yang masih sepi pembeli.
Belum sempat menerima uang kembali, seseorang mencuri Katuranggan dari belakang. Birawa spontan teriak,
"Maling...! Maling...! Maling...!"
Mengejar dengan membawa jagung pipil dalam kantong plastik. Banyaknya orang lalu lalang membuatnya kehilangan jejak. Melihat sekeliling, merasa instingnya dituntun ke belakang menyusuri pasar burung dan binatang ternak.
"Pak, numpang tanya? Ada apa dengan kerumunan di belakang sana?" tanya Birawa pada penjual kambing. Berselempangkan sarung, menikmati hisapan puntung rokok terakhir yang langsung dibuang.
"Itu tempatnya orang sabung ayam, nak," jawabnya.
"Ooo.... Terima kasih, Pak!"
Pria paruh baya hanya mengangguk, menatap Birawa melangkah pergi. Menarik tali kekang mencoba membetulkan tali penambat yang mulai kendor.
Birawa menerobos masuk kerumunan melihat sekeliling. Tampak 2 arena sabung ayam begitu riuhnya. Luapan emosi sang botoh dan gelak tawa penonton terangkum menjadi satu euforia kemeriahan.
"Pak, itu ayam saya. Tolong kembalikan!" teriak Birawa. Menatap orang tak dikenal mendekap Katuranggan.
Keseriusan penonton terganggu. Tatapan mata tertuju pada Birawa.
"Boleh juga nyali bocah ini! Belum tahu, dia! Lagi berhadapan dengan siapa," bisik penonton pada teman disampingnya.
"He, bocah ingusan! Berani-beraninya kau mengaku ini ayammu! Dengar, ya! Lebih baik secepatnya kau pergi dari sini! Jangan ganggu arena sabung ayam ini, ngerti!" Ancam si kurus berkaus singlet terlihat lengan kanan bertato. Bertampang morfinis berdiri menatap garang sambil mendekap Katuranggan.
Birawa merasakan ada 3 orang berniat jahat dari arah belakang, kiri dan kanan bergerak mendekat. Kepekaan inderanya mulai terlatih dari beberapa peristiwa yang baru saja dialami.
"Nak, tinggalkan tempat ini. Mumpung dia masih mengijinkanmu untuk pergi dari sini," bisik pria paruh baya disampingnya.
"Tapi saya mau ayam saya kembali." Berdiri tak bergeming.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nusantara bangkitlah
Science FictionPrototype temuan LIKNUS terinspirasi dari 2 pemikiran. Yaitu DNA dan Tower Wardenclyffe Tesla. Tercipta manusia super di bawah naungan Dephan. Berkat ilmu warisan leluhur, Birawa (18 th) resign dari Museum Trowulan mengembara mendaki gunung Arjuno...