(57) - Fight 6 Simpang susun Semanggi

7 1 0
                                    

Birawa dari tadi mengawasi seorang anak kecil dengan berani menggenggam pergelangan tangan pria dewasa penuh tato, tepat di depan rumah mewah.

"Bocah ini memiliki energi sangat kuat. Terbukti dari radius sinyal melebar membentuk lingkaran di layar hologram tersebut. Lewat teleportasi, mengantarku sampai ke sini," gumam Birawa dalam hati. Perlahan tubuh diselimuti sinar aura putih kebiruan menjilat-jilat.

"Sini! Kembalikan!" bentaknya. Bocah yang tak lain adalah Askara. Tinggi tak lebih dari 140 cm. Meminta ponsel temannya dikembalikan.

Penjambret dengan kasar berusaha melepas pergelangan tangannya. Cengkraman makin kuat meremas pergelangan tangan kiri penjambret hingga tulang hasta dan tulang pengumpil retak. Terdengar di telinga Birawa yang masih menatapnya.

"Kekuatannya semakin meningkat luar biasa. Dirimu kini sudah kutemukan," gumam Birawa merasa yakin.

Perlahan penjambret menyerahkan ponsel yang dirampasnya, tak kuat menahan sakit. Tangan kiri Askara pun menyambut. Perlahan menoleh menatap Birawa dengan tatapan nanar merah menyala, melepas cengkraman. Penjambret kabur merintih kesakitan. Askara menyerahkan ponsel pada temannya dan berkata,

"Cepat pergi!" serunya. Tak sedikitpun berpaling.

"Bocah manis..., dari pertama kali kau keluar dari kandungan ibumu, sungguh berani memberi pesan ancaman padaku. Hebat! Itukah budaya mahkluk di atas sana?" pancing Birawa. Ingin tahu intensitas amarah yang ditimbulkan.

"Tunjukkan wujudmu sebenarnya!" Saling tatap melangkah menjaga jarak. Sejenak menunggu, tak ada jawaban.

"Atau malu, tak setampan wajahmu?" Askara tetap diam tak ada jawaban terucap.

"Kelihatannya akan terjadi sesuatu pada tubuhnya. Seperti yang terjadi pada tubuh Glewo dan Leon," gumamnya dalam hati. Dengan tatapan mata seakan memindai tubuh Askara. Lensa mata yang tersusun dari rangkaian heksagonal berkontraksi.

Melihat tubuh anak itu semakin tertutup selubung transparan bening berpendar yang muncul dari dimensi lebih tinggi. Semacam bola orbs. Mulai terbenam tak terlihat bersama munculnya sosok reptilian yang menyembul. Menatap waspada menjaga jarak.

Reptilian diam tak menjawab. Jari telunjuk kirinya mengusap lubang hidung terong menyilang. Tampak tenang. Tapi kebenciannya sudah sampai ke ubun-ubun.

Tiba-tiba menerjang memukulkan tinjunya.

"Wuuutt...!" Birawa lolos dari hantaman dan,

"Bruooolll...!" Terdengar keras menghantam tembok hingga berlubang.

Kegaduhan di jalan sebuah gang sempat mengundang warga ingin tahu. Ketika mengetahui sosok mahkluk reptilian bermuka seram dengan lidah menjulur sedang bertarung dengan seseorang, tampak sepi tak ada yang lewat dan keluar rumah.

"Kekuatan mahkluk ini tidak seperti bapak biologisnya. Dan ilmu meringankan tubuhnya belum tinggi. Kelihatannya belum mumpuni," gumam Birawa tetap berhati-hati.

Pantang menyerah reptilian menyerang dan terus menyerang walau mengenai tempat kosong, makin menjauhi perkampungan padat penduduk. Dengan beringas melesat menghantam tubuh Birawa yang terlambat menghindar.

"Bouukkk...!"

Tubuh Birawa terlempar jauh keluar gang menghantam mobil sedan yang sedang melaju di jalan Pangeran Antasari.

"Bruaakk...!" Terdengar keras.

Diikuti teriak histeris dari dalam mobil yang oleng ke kanan menghantam pilar beton jalan layang hingga berhenti di bahu jalan. Terlihat kap terbuka mengeluarkan asap dan pintu depan sebelah kiri penyok.

Nusantara bangkitlahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang