Rumah Paman Micel Gayatri
Dibalik jendela dapur, Micel sejenak memperhatikan kupu-kupu terbang di kebun bunga milik Bibinya sambil mengaduk adonan tepung. Rumah jadi ramai berkat kedatangan orang tua dan kedua adiknya kemarin malam. Sementara Bibinya menggoreng tahu memperhatikan.
"Adonannya apa sudah siap, Micel? Sebentar lagi tahunya Bibi tiriskan!" Siap dengan alat penjepit dan serok.
"Sudah, Bi. Ganti saya yang goreng, ya?" mohonnya.
Sedang Mamanya menyiapkan kopi panas buat suami dan teh hangat ke dalam teko besar.
Bukan rahasia umum, Bibi dan Mamanya kalau bertemu banyak yang dibicarakan. Sementara di ruang keluarga sudah pada kumpul.
"Ah... tidak, Mbak! Aku sendiri terbantu dengan adanya Micel di sini. Rumah jadi bersih. Kalau urusan dapur memang benar, sih. Tapi itu dahulu, waktu pertama kali merantau ke Jakarta. Micel sekarang sudah beda, Mbak?" ungkapnya pada kakak ipar.
Micel berdiri membelakangi mendengar, menyunggingkan senyum bangga. Suatu kejutan bagi Mamanya kalau dirinya sudah berubah.
"Tumben sekarang kamu bisa masak?" Melihat anaknya menggoreng pisang.
"Harus kan, Ma! Kalau wanita sudah memasuki usia dewasa wajib hukumnya." Terampil membalik pisang agar tidak gosong. Menatap tubuh Mamanya semakin tambun sedang menguncir rambut sebahu yang sudah mulai memutih mendekati Bibinya.
"Hes, suamimu masih tidur?" Membantu adik iparnya menata 9 gelas dan teko berisi teh hangat ke atas nampan.
"Tadi sudah bangun. Tahu kalau si bungsu masih tidur, jadi ikut tidur di samping. Sebelumnya sempat berpesan minta dibangunkan jam 8 pagi. Kasihan.... Tugasnya tidak tentu. Kalau malam ada panggilan, ya siap menjalankan tugas. Sebagai istri anggota Bhayangkari, sudah tahu dan memahami tugas seorang abdi Negara. Setidaknya menjaga nama baik dan mendukung kinerja suami," ucap Hesti. Membuat suasana jadi hening.
Micel meletakkan 2 mangkok melamin berisi pisang goreng dan tahu goreng di atas nampan yang sudah disiapkan di dekat Mama dan Bibinya.
"Wah, Papamu paling suka ini! Pagi-pagi minum kopi sambil makan pisang goreng. Mantap!" celetuknya mencoba menyegarkan suasana. Menuangkan air panas ke dalam gelas yang sudah ada gula dan kopi buat suaminya.
"Micel, besok kamu kan berobat ke rumah sakit! Mumpung adik-adikmu libur kenaikan kelas, kita semua ikut mengantarmu. Mama tidak tega dengan kondisimu seperti ini. Pulang ya, nak! Kehidupan di Jakarta kejam, Micel! Banyak tindak kejahatan. Carilah pekerjaan di sana, dekat rumah! Sekalian berobat ke RSUD Malang biar ditangani Pamanmu!"
"Disini aku baik-baik saja, Ma. Jangan khawatir! Kan, ada Bibi dan Paman selalu memperhatikanku? Mama tahu, kenapa?" Mama dan bibinya diam tak jawab. Keduanya saling pandang, tak sabar menunggu surprise nya.
"Kemarin Micel sudah tak merasakan sakit lagi. Penyakit Micel sudah sembuh, Ma! Bahkan sembuh total."
"Apa benar? Secepat itu?" Serasa tak percaya. Tak kuasa membendung rasa bahagia, memeluk Micel hingga berlinang air mata.
"Syukurlah kalau memang kamu sudah sembuh Micel. Waktu kontrol nanti mintalah test laboratorium untuk mengetahui hasilnya. Bibi berharap, kamu dinyatakan sembuh."
"Terima kasih Tuhan. Kau selamatkan anakku. Siapa yang menyembuhkanmu, Nak?"
"Kejadian bermula di bandara kedatangan Sukarno Hatta 6 hari lalu. Waktu itu kakiku terkilir hampir jatuh, dia menopang tubuhku. Namanya Birawa, Ma. Dia masih muda. Singkat cerita dalam perkenalan, dia ingin berkunjung ke tempat kerjaku. Di tempat kerja itulah 2 hari lalu aku disembuhkan."
Tertegun mendengar cerita anaknya, tangannya masih memegang sendok tanpa mengaduk kopi panas. Seakan pandangan dan pikirannya ada di tempat lain.
"Ma... Mama!" teriak Micel membuyarkan lamunannya.
"Sudah mengaduk kopinya, Ma?"
"Sudah! Sini, Mama bawa kopi dan tehnya! Sudah pada menunggu!" Merasa senang dan lega. Yang menjadi kekhawatiran seketika sirna.
Adik ipar terlebih dahulu meninggalkan dapur membawa mangkok melamin besar berisi gorengan tahu dan pisang.
"Suguhan datang?" teriaknya dari belakang memberi kejutan. Mengetahui kedua anaknya yang masih berumur 7 tahun dan 12 tahun menoleh.
"Pisang goreng! Aku mau!" celetuk si sulung.
"Kebetulan, nih! Ada kopi, ada berita! Mantap!" sahut pria paruh baya melihat Hesti membawa gorengan. Sedang istrinya belum terlihat, tapi aroma kopi tercium olehnya. Kembali fokus melihat berita televisi tertangkapnya otak perampokan di bank.
"Berita apa sih, Pa?" sela istrinya penasaran ingin tahu. Dengan hati-hati meletakkan gelas kopi panas di atas meja buat suaminya.
"Itu lo Ma..., Polisi menangkap pelaku perampokan bank disiarkan kembali. Kalau diperhatikan perkembangan tindak kejahatan makin meningkat cenderung kejam. Dan mirisnya banyak kasus tidak terselesaikan dengan tuntas. Karena minimnya barang bukti dan saksi."
"Wah, kalau berita kriminal dan politik sudah kebiasaan Papa bisa berlama-lama di depan televisi! Hati-hati lo, Pa! Dikurangi nontonnya! Awas, kena stroke! Seusia Papa seharusnya rekreasi melihat pemandangan indah. Puncak Bogor bagus, Pa! Bisa lanjut ke Bandung. Kebetulan besok aku cuti 2 hari," celetuk Micel. Bersama Bibinya menghidangkan pisang goreng dan tahu goreng di atas meja.
"Micel!" sergah Papanya marah.
"Katanya kamu cuti buat periksa ke dokter? Libur cuti tidak untuk buat jalan-jalan atau rekreasi, Nak! Utamakan kesembuhanmu! Papa janji kalau sudah sembuh, Papa ijinkan kamu rekreasi kemanapun yang penting jangan luar negeri! Di nusantara ini banyak keindahan alamnya."
"Benar yang diucapkan Papamu. Besok kita semua mengantarmu kontrol ke rumah sakit. Sembuh atau tidaknya sakitmu, biar dokter nanti yang menyatakan. Kalau memang sembuh total, kamu bisa tagih janji Papamu," nasehat Mamanya pada anak sulung.
"Benar nih?" timpal Micel menatap Mamanya memastikan.
Tapi lelaki pensiunan guru itu sudah terlebih dahulu berjalan menuju dapur mengambil rokok dan korek api di atas kulkas.
Micel mulai membayangkan tempat wisata indah dan eksotis. Penyakit yang selama ini dirahasiakan, sampai juga ke telinga adik-adiknya.
"Kakak sakit apa?" tanya Yoga si bungsu.
"Eeee, sakit...." Micel malu, tak tuntas menjawab.
"Kakakmu punya penyakit dalam. Sekarang sudah sembuh," potong Mamanya.
"Semoga saja dokter menyatakan kakak sembuh," sahut Sandi berharap.
"Amin," sahut Mamanya mengamini.
Di luar terasa panas. Sepanjang jalan Sudirman Thamrin ramai kendaraan padat merayap. Dari lift Hotel Indonesia Kempinski berhamburan orang-orang disibukkan rutinitas kerja. Pak Darmo dan Birawa berjalan santai baru saja check out disambut driver Hotel mengantarnya menuju Bandara Sukarno Hatta.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Nusantara bangkitlah
Science FictionPrototype temuan LIKNUS terinspirasi dari 2 pemikiran. Yaitu DNA dan Tower Wardenclyffe Tesla. Tercipta manusia super di bawah naungan Dephan. Berkat ilmu warisan leluhur, Birawa (18 th) resign dari Museum Trowulan mengembara mendaki gunung Arjuno...