(52) - Bergabung

14 1 0
                                    


1 tahun kemudian.

Di jalan by pass Mojokerto, melaju 10 pengendara motor ducati dengan kecepatan 70 km/jam membentuk formasi 2 baris. Semua serba hitam. Mulai dari warna motor, helm dan pakaian yang dikenakan. Berhenti di perempatan rambu lampu lalulintas menyala merah, tidak melebihi marka jalan. Menjadi tontonan pengendara lain dan orang-orang di pinggir jalan di dekat terminal bus Kertajaya Mojokerto. Rambu lampu lalulintas mulai berganti menyala hijau, pengendara ducati masih memainkan gas 3 kali. Dari knalpot terdengar menggelegar dan tancap gas menjauh. Tak terasa memasuki jalan Raya Trowulan. Road captain di depan mulai mengurangi kecepatan, diikuti rombongan dari belakang. Belok kiri beriringan di jalan Brawijaya. Memasuki jalan Pendopo Agung tampak situs Kolam Segaran peninggalan Majapahit menarik minat mereka melihatnya berada di sisi kiri jalan. Sementara Pak Jarwo yang dari tadi mondar mandir di depan pagar pintu masuk Museum, membantu menyeberangkan beberapa orang yang hendak berkunjung. Perhatiannya tertuju pada suara kendaraan dari rombongan motor besar makin mendekat. Berhenti di pinggir kanan jalan di samping pintu pagar Museum tepat menghadap pos jaga. 2 orang perwakilan melepas helm mendekat dengan santun menyapa,

"Selamat siang, Pak."

"Siang," jawab Pak Jarwo. Pandangan mata terbagi, masih mengagumi motor ducati yang di parkir.

"Jumlah motornya 10. Bagus-bagus lagi! Rasanya mereka pernah ke sini, berdua naik motor berboncengan." gumamnya dalam hati.

"Kami berdua mewakili para KeNus ingin bertemu dengan Pak Darmo. Penting!"

"Atas kepentingan apa, kalau boleh saya tahu?"

"Maaf. Kami dari Perwakilan Dewan Nusantara Jatim di bawah naungan Departemen Pertahanan tidak bisa menjelaskan. Tolong antar kami berdua menghadap Pak Darmo selaku Kepala Museum," jawabnya tegas.

Mendengar Perwakilan Dewan Nusantara Jatim, menjadi klu bagi pria yang usianya sudah kepala 6 mulai diingatkan pernah kedatangan KeNus dari Dewan Nusantara Pusat.

"Mari saya antar!" Tak berani bertanya lebih jauh.

Bergegas menghampiri pos jaga melihat Pak Rudy berjaga memperhatikan kendaraan yang terparkir dan orang-orang berpakaian ketat serba hitam.

"Pak Rudy! Tolong jaga Museum. Saya mau mengantar tamu menghadap Pak Darmo."

"Siap."

Melihat Pak Jarwo bersama 2 orang tamu dengan postur tubuh tinggi tegap di belakang makin menjauh menuju gedung utama sampai hilang dari pandangan.

Birawa sempat terganggu mendengar gelegar knalpot. Saat memberi penjelasan pada para pengunjung tentang makna sebuah lingga dari sisi adat budaya dan agama pada jamannya. Seperti tak asing terdengar di telinga.

"Sepertinya mereka mau mencariku," gumam Birawa dalam hati. Setelah selesai memberikan penjelasan atas pertanyaan pengunjung.

Pak Rudy masih berdiri di teras pos jaga memperhatikan Pak Diran baru saja keluar dari warung seberang Museum. Tampak pandangan matanya tertuju pada motor-motor hitam di parkir di seberang jalan, dekat pintu pagar Museum di jaga 2 orang berpakaian serba hitam. Mencoba mendekati kerumunan orang sekedar melihat tidak berani mendekat.

Sementara keenam orang KeNus berpencar mengamankan Museum dari penyusup. Di balik baju mereka terpasang alat pemancar gelombang ultrasonik di tempat tersembunyi.

Sedang Pak Darmo di dalam ruang kerjanya melihat Pak Jarwo masuk menghadap.

"Permisi, Pak," ucapnya santun.

"Ada apa, Pak Jarwo?"

"Di luar pintu ada 2 orang Perwakilan Dewan Nusantara Jatim dalam naungan Departemen Pertahanan, ingin bertemu."

Nusantara bangkitlahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang