(51) - Perhutani KPH Cepu

17 1 0
                                    


Blora

Musim tebang pohon jati di petak 109 milik Perhutani KPH Cepu sudah berlangsung 3 bulan. Terlihat hutan jadi gundul, tinggal hitungan jari pohon jati kering masih menunggu giliran di tebang. Jauh mata memandang tampak bukit dan lembah di panas terik. 3 gergaji mesin tak hentinya menumbangkan pohon jati kering dan memotongnya menurut ukuran. Beberapa warga sekitar datang membantu memotong dan memungut ranting-ranting kecil untuk kayu bakar dan sebagian dijual. Kesepuluh pekerja bergotong-royong memindahkan potongan kayu gelondongan ke dalam bak truck. Dikejauhan mobil sedan warna hitam memaksa masuk kawasan hutan gundul makin mendekat. Berhenti tak jauh dari potongan kayu jati berserak tak beraturan. Pekerja bertubuh tinggi besar tak lain adalah Damar sekilas melihat sang sopir membanting pintu mobil. Perlahan menggulingkan potongan kayu gelondongan, menata sesuai ukuran. Bekerja sendiri terpisah dengan 10 pekerja yang sibuk gotong royong menaikkan kayu ke dalam bak truck.

"Mas... mas!" sapa sang sopir.

Damar menoleh, menatap pria berkumis tebal mendekat. Mengenakan celana jeans biru tua berkaus putih terkesan rapi. Mendampingi pria paruh baya berbaju batik rapi. Sedang pemuda gendut terlihat beranjak dewasa masih kurang berani bergaul menyusul di belakang.

"Numpang tanya, Mas. Apa boleh kami beli kayu di sini?" tanya sang sopir.

"Kalau beli kayu tidak di sini tempatnya, Pak! Di TPK Cabak sana," jawab Damar dengan telunjuk memperjelas arah lokasi.

"Bos!" teriaknya. Menatap pria baju batik mendekat.

"Belinya tidak di sini, Bos! Di TPK Cabak!".

"Mas, bisa kami dipertemukan dengan pemilik kayu jati? Kami dari Gresik kota," tanya pria baju batik terbata-bata dengan dialek Taiwan memaksa.

"Kayu ini masih milik perhutani KPH Cepu. Kami semua pekerja, tapi ada satu petugas dari TPK Cabak. Itu yang pakai topi merah duduk mengawasi." Dengan telunjuknya memberitahu. Melihat reaksi petugas TPK Cabak berlari menghampiri.

Sang sopir mendekati tumpukan kayu gelondongan di samping Damar yang sudah di pilah sesuai diameter dan panjang kayu. Telapak tangan mengusap-usap serbuk gergaji bekas pemotongan yang masih menempel pada kayu. Dan menepuknya 3 kali mengetahui kualitas kayunya.

"Lihat, Bos! Kayunya merah kecoklatan. Mantap, Bos." Merasa yakin kayu jati kualitas terbaik.

"Mengapa pohon jati harus dimatikan terlebih dahulu hingga kering sebelum di tebang?" tanya Bos asal Taiwan.

"Ya. Memang harus dimatikan hingga benar-benar kering. Dibiarkan kurang lebih 1 tahun. Yang dipilih berdiameter batang besar seperti yang sedang dimuat ke truck itu. Jika menginginkan hasil dengan kualitas kayu terbaik," potong petugas TPK Cabak dari belakang mendengar mendekat. Dengan telunjuknya memberitahu.

"Perhutani KPH Cepu sudah menyiapkan bibit pohon jati setinggi 1 m untuk mereboisasi. Melibatkan warga sekitar yang ingin menanam palawija dengan sistem tumpang sari. Sambil menunggu bibit yang ditanam tumbuh besar, hingga tidak bisa ditanam palawija lagi," ucapnya sekali lagi mencoba memberi penjelasan.

"Kayu jati di perhutani KPH Cepu kualitasnya A plus, Pak. Paling baik mutunya," potong Damar.

"Silahkan ke TPK Cabak. Kayu jati di sana sudah melalui proses pencatatan dokumen administrasi. Tinggal pilih kayu yang sudah di kapling-kapling menurut diameter, panjang dan kualitasnya. Yang jelas menentukan harganya," ucap Petugas TPK Cabak mengarahkan. Sarno berjalan mendekat dari belakang. Berhenti di samping kiri Damar.

"Terima kasih informasinya. Saya coba ke TPK Cabak," ucap sang sopir. Pergi meninggalkan para pekerja. Menyusul majikan yang sempat menepuk punggung anaknya mengajak kembali ke mobil. Petugas TPK Cabak pun beranjak kembali ke tempatnya mengawasi para pekerja.

Nusantara bangkitlahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang