18 - Pembelaan

557 101 170
                                    

Haiiii, apa kabar??

Udah lama ga ketemu di lapak cerita ARTAJUNAY!!

Selamat membaca yaaa klean, semoga ga bakal bosen🤍

.
.
.

Happy Reading (❁´◡'❁)

...

Juna mengantarkan Nayla dengan selamat, motornya berhenti tepat di depan sebuah rumah bercat abu-abu. Nayla pun turun dari motor.

“Ini bukan rumah gue, Jun.”

“Emang tadi gue bilang mau nganter pulang ke rumah lo?”

“Lah, terus ini rumah siapa?”

“Lo mau nyulik gue, ya? Atau lo....”

Juna menghela napas berat, ia menutup mulut Nayla. Juna harus mengunci mulut gadis itu yang terlalu mengada-ada.

“Ini rumah gue. Sekarang lo tunggu di teras depan, gue ganti baju dulu.”

Cowok itu berlari pelan meninggalkan Nayla begitu saja di dekat motornya.

Juna masuk ke dalam rumahnya, sedangkan Nayla berjalan menuju sebuah kursi yang berada di depan teras rumah Juna.

Nayla mendesis kesal, tangannya terkepal kuat tanpa sadar. Apakah semua laki-laki memang menyebalkan seperti Juna?

Tadi sekolah ia baru saja diterbangkan ke atas awan oleh perlakuan hangat Juna, namun sekarang Juna tiba- tiba meninggalkannya begitu saja di sebuah rumah yang baru ia datangi pertama kali.

“Kenapa dia nggak nyuruh gue masuk aja gitu ke rumahnya?”

“Ini malah dibiarin sendirian kayak orang aneh, berdiri sendirian di depan rumah orang yang pintunya sengaja ditutup sama dia.”

“Entar kalau gue dikira orang jahat gimana?’

Nayla merutuk kesal seraya berdiri di depan teras rumah Juna. Gadis itu tak tahu harus berbuat apa ketika ia dibiarkan sendiri di sana.

Juna malah sengaja mengunci pintu rumahnya, seolah-seolah tak membiarkan siapa pun masuk.

Kalau tahu ia tidak diacuhkan begini, lebih baik Nayla menelefon Pak Yadi untuk menjemputnya pulang ke rumah.

***

Tak lama kemudian, Juna datang dengan membawa segelas minuman. Lantas ia melihat Nayla sudah tertidur di kursi.

Dia meletakkan minuman tersebut di mejanya yang berada di samping kursi Nayla.

Dengan usil, Juna memotret Nayla yang sedang tertidur secara diam-diam.

Juna menahan tawa puas ketika melihat foto gadis tersebut di layar ponselnya. Juna memasukkan ponselnya lagi ke dalam saku celananya di bagian depan.

“Woy!” Juna berteriak, “bangun! Udah malem! Woy!” Juna sampai mengguncangkan bahu Nayla supaya segera bangun.

“Nayla pelor! Bangun, woy!”

Diguncangnya lebih keras lagi hingga kepala Nayla nyaris saja terjatuh ke meja di sampingnya.

Untung saja Juna cekatan mengulurkan tangan dan menahan kepala gadis tersebut agar tetap dalam posisi tegak.

Mata Nayla refleks terbuka, menyadari tangan Juna di sisi kepalanya dengan jarak begitu dekat hingga hembusan napas cowok itu terasa di bagian pipinya. Nayla menelan salivanya.

ARTAJUNAY  (SDH TERBIT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang