20 - Sakit

701 92 253
                                        

Setelah Juna pamit pulang, cowok itu kembali mengendarai kendaraan roda duanya di jalanan sempit yang semakin malam, semakin sepi.

Langit gelap, sementara cowok itu berkendara sendirian di jalanan yang sepi. Ya, karena dia ingin memakai jalan pintas yang cepat.

Jam menunjukkan bahwa hari sudah semakin malam, membuat Juna mempercepat lajuannya.

Dia melaju sambil memikirkan apakah jawaban dan kesepakatannya bersama Bara tadi sudah benar? Pilihan diantara teman-teman atau perempuannya.

Namun, saat di sebuah persimpangan, ada sesuatu yang menarik perhatiannya. Dia memberhentikan motornya, kemudian menatap segerombolan laki-laki yang kompak menyerang seseorang.

Dia membuka kaca helmnya, kedua matanya menyipit, memperjelas pandangannya.

Seseorang yang sedang diserang pun, menoleh ke arahnya. "JUNA!! TOLONGIN GUE!!!"

Juna terkejut setengah mati saat mendengar teriakan dan rintihan, apalagi mendengar seseorang itu memanggilnya untuk meminta bantuan.

"Farrel," pelannya, langsung turun dari motor dan berlari ke arah kerumunan tersebut.

Bughhh!

Duaghhh!!

Dengan segera, ia menyerang segerombolan laki-laki itu tanpa membiarkan mereka lepas karena telah berani mengeroyok adiknya.

"Rel, minggir!" Suaranya sambil berteriak, menyuruh adiknya untuk pergi sambil merintih kesakitan dengan tubuh penuh darah.

Dia tidak segan meninju wajah, menendang, memukul kepala mereka dengan helmnya yang masih belum dilepas, bahkan ia menginjak-injak tubuh mereka di atas aspal.

Farrel terdiam di tempat persembunyiannya. Matanya melihat samar-samar perkelahian Juna dengan orang-orang itu. Entah sudah yang keberapa kalinya Juna menyelamatkannya. Sedikit tidak percaya bahwa lagi-lagi Juna selalu datang di waktu yang tepat, disaat tubuhnya hampir sekarat.

Farrel terbatuk, memegangi perutnya yang kesakitan. Napasnya pun tersengal. Segera, Juna pun menghampirinya.

"Rel, lo masih kuat?" tanya Juna khawatir, berlutut di samping adiknya. Farrel hanya mengangguk pelan.

"Ayo kita cabut dari sini." Juna mengajaknya untuk pergi. "Mumpung mereka lagi pada pingsan, ayo."

Farrel dapat melihat wajah kekhawatiran dan panik bercampur satu. Wajah laki-laki itu pun kini terluka, terdapat bercak darah di bagian sudut wajahnya.

"Rel, ayo cabut!" ulangnya sekali lagi, menyadarkan Farrel.

"Tapi gue nggak bisa bangun, gue lemes banget."

Juna berikir sejenak sambil memandangi motornya yang ada di lampu jalan yang terang. Kemudian senyumnya tersungging, menoleh pada Farrel kembali. "Gue bakal ngegendong lo sampe motor."

Farrel tidak menjawab apa-apa. Dia bingung harus menjawab apa mendengar tawaran itu. Dia malah melihat Juna berjongkok di depan Farrel, memunggunginya.

"Ah, lama lo. Buruan naik!" Tidak sabar, akhirnya Juna meraih tangan Farrel, mengalungkan kedua lengannya ke leher Juna.

"Lo tenang aja di belakang. Gue pastiin bakal aman," katanya, mulai berjalan sembari menggendong Farrel, menuju motornya.

***

Juna memencet bel rumahnya berulang kali, tapi masih belum ada yang membukakan pintu. Dia berharap Papa dan Mamanya belum tidur, agar mereka bisa mengobati luka Farrel malam ini.

ARTAJUNAY  (SDH TERBIT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang