Holaaaa.. Lil mau update lagi nihhh
.
.Happy Reading ✺◟( ͡° ͜ʖ ͡°)◞✺
...
“Lo udah apa, Jun?” ulang Nayla sekali lagi. Dia menatap Juna yang terlihat diam menatap ke arah lain.
Cowok itu tampak diam di hadapan Nayla. Dia membatin sendiri atas kata hatinya.
Juna mengajak otaknya untuk terus berpikir, ia sesekali membasahi bibirnya yang mendadak kering.
“Kalau lo udah nggak nyaman sama hubungan ini. Lo boleh, kok, putusin gue.”
Kata-kata Nayla langsung menggerakkan kepala Juna. Cowok itu refleks memandang Nayla dengan tatapan tajam. “Nggak bisa.”
“Kenapa? Lo nggak suka, kan, sama gue? Lo sukanya sama Dila, bukan sama gue.”
Juna merasakan kepalanya tiba-tiba sakit, mungkin akibat insiden kolam renang tadi ditambah lagi dengan keputusan Nayla yang selalu meminta hubungan mereka agar segera diakhiri.
“Karena kesepakatan ini gue yang buat. Dan dari awal kita pacaran, kita berdua yang setuju atas kesepakatan ini. Kalaupun lo setuju kalau kita putus, tapi gue nggak setuju, kita nggak akan putus. Kecuali, kalau gue setuju, kita baru bisa putus.”
“Tapi, Jun, lo udah celaka karena gue!” timpal Nayla, menaikkan sedikit nada suaranya.
Juna mendinginkan kepalanya, tidak ingin mendengar apa pun yang Nayla pinta padanya. “Kita pulang sekarang. Jangan minta yang aneh-aneh lagi sama gue.”
“Emangnya gue minta apaan?” bingung Nayla. Gadis itu mengusap kasar bercak-bercak air mata yang jatuh ke pipi.
“Minta putus.”
Nayla diam, bergeming di tempatnya. Ia hanya menatap Juna sangat lekat. Juna seakan-akan tak ingin mengakhiri hubungan mereka.
Padahal yang Nayla ketahui, Juna sama sekali tidak menyukainya. Namun, kenapa Juna yang bersikeras agar Nayla menetap di sisinya.
“Ayo pulang. Baju seragam lo udah keburu kering, nanti sakit,” ajak Juna, memedulikannya.
Cowok itu menyampirkan jaket yang dibawanya kepada Nayla. Ia menutupi seragam sekolah Nayla agar tidak kedinginan setelah tercebur ke dalam kolam bersama Juna.
Nayla masih diam saja, terlihat bingung. Apalagi di saat Juna mengambil tangannya, sambil menggenggam.
“Cepetan kita harus pulang, Nay,” desak Juna, melihat Nayla hanya menatapnya dalam kebingungan. Lalu perlahan, tangannya dilepaskan dari genggaman Juna.
Juna mendesah berat, menatap Nayla yang tetap enggan mengacuhkannya. Kemudian dia mendekatkan langkah ke Nayla.
Tangannya bergerak, meraih tangan Nayla. “Maafin gue, Nay.”
Juna menoleh pada Nayla sambil menggenggam tangannya untuk menuntun gadis tersebut ke motornya.
Nayla menggigit bibir bawahnya, menahan kegugupan. Ia bungkam, sama sekali tak menggubris Juna selain memandang genggaman tangan cowok tersebut untuk yang kedua kalinya.
Setelah itu, Nayla pun duduk di boncengan motor Juna. Cowok yang sudah lebih dulu menaiki motornya, tersenyum melihat Nayla dari kaca spion.
“Kita beli es krim dulu buat Sisil. Ini, kan, hari terakhir gue ngerawat Sisil.”
KAMU SEDANG MEMBACA
ARTAJUNAY (SDH TERBIT)
أدب المراهقينArtajuna Pradipto, pentolan sekolah dengan sikapnya yang menyebalkan. Dia ditakuti semua orang karena sikap kerasnya dan sering semena-mena. Namun sebenarnya hidupnya penuh dengan luka. Termasuk tentang cinta. Dia sulit melupakan masa lalunya yait...