Tidak ada yang perlu disalahkan, karena kenyataannya kita hanya perlu berdamai dengan keadaan
°°°
Langkah Debara berhenti di gundukan tanah yang selama tujuh tahun ini kerap kali ia singgahi.
Membawa tempat bunga yang tadi ia beli dan menaruhnya di samping pemakaman. Ia mengelus nisan sang Mama.
Ia tak tahu isi kepalanya serasa kosong ketika berada di hadapan makam sang Mama.
Dengan tangan gemetar ragu ia mencabut perlahan rerumputan yang mengganggu gundukan tanah yang masih basah bekas hujan beberapa menit lalu.
"Maaf Bara dateng kesini lagi?"
Ia menghela nafas sejenak.
"Mama apa kabar? Semoga di sini rindu Bara untuk Mama gak sia-sia."
Bara terkekeh miris. Menyadari kebiasaan bodohnya berbicara dengan gundukan tanah yang tak mungkin akan menyahuti ucapannya.
Perlahan tangannya bergerak menaburkan bunga mawar ke atas gundukan itu. Berharap kecantikan mawar itu membawanya ikut ke surga dengan sang Mama.
"Ma, Kapan pulang? Bara kangen."
"Kak--Bara?"
°°°
Dan di sinilah sekarang berakhirnya kedua manusia berbeda gender itu.
"Maaf ngerepotin Kak?" ucap Hanin seraya meraih botol minum yang memang Bara sodorkan untuknya.
Bara tak menanggapi. Ikut duduk di sebelah Hanin yang nampak canggung.
"Bokap Lo di sana juga?"
Hanin mengangguk.
"Iya, kebetulan banget orang tua kita dimakamin di tempat yang sama."
Kita?
Bara diam. Tapi seperkian detik ia menyadari sebuah tangan menyentuh bahunya.
"Kak Bara berhak berbagi hal-hal yang gak seharusnya kak Bara pendam berlarut-larut."
Ya, inilah tujuan mereka hingga berakhir duduk bersama di area taman dekat pemakaman.
"Lo orang asing."
Hanin mengangguk dua kali, merasa setuju. Lalu memperhatikan langit sore yang mulai menggelap.
"Iya. Tapi kak Bara sadar gak sih? Orang asing akan selalu mudah dipercayai. Karena besar kemungkinan orang asing gak bakal ikut campur sama urusan kita."
Bara menoleh, lalu kembali meminum kopi yang tadi ia beli.
"--besar kemungkinan kan kita gak bakal ketemu lagi sama dia," ucap Hanin suaranya begitu mudah ditangkap di telinga Bara.
"Kalo ketemu lagi?"
Hanin diam sejenak. Lalu dengan konyol ia mengangkat tangan kanannya menghadap Bara yang tengah penasaran pada respon gadis ini.
"Say 'hi' gini," ucapnya.
Bara mengangkat bahunya acuh.
"Freak!"
"Kak Bara gak tertarik buat cerita?"
"Gue narik Lo kesini. Bukan minta Lo buat dengerin gue. Gue cuma curiga Lo sengaja ngintai gue."
Hanin tersedak minumnya sendiri.
"Kak Bara ngaco banget! Apa untungnya coba?"
"Gue kaya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Hening Untuk Bara [TERBIT]
Teen FictionKamu asmaraloka yang amerta di bentala adiwarna tetapi terasa aksa bagiku sang niskala [Hening Untuk Bara] °°° Bara, remaja dengan keheningan dalam hidupnya, dibelenggu oleh luka basah yang menganga yang membuatnya kecewa atas rasa saling cinta. Tap...