13• Shy

179 57 39
                                    

Terlalu lama tenggelam dalam rasa sakit aku lupa caranya bangkit.

°°°

"Masalah apalagi nih Bar?" tanya Catra, yang tengah fokus menatap Bara yang tengah mengobati beberapa memar di wajahnya. Walau tak begitu parah, Catra yakin itu lumayan sakit.

"Perasaan Lo gak hobi hobi amat berantem kayak si curut Kevas. Bukannya hobi lu main ke ring langsung? Kebanyakan gaul ama si curut si Lo! Eh, iya btw dah lama gak liat tuh anak. Kemana Bar?"

Bara yang jengah lantas melempar kesal kapas bekas lukanya.

"Diem bangsat!"

"Yaelah! Sensi amat lo Bar kek emak-emak!"

"Lo siapin tarik Respa ke sini. Gimana pun caranya, gue mau tanding sama dia!"

"Loh? Tiba-tiba? Gile aja Lo! Kagak mau gue, Lo kira tarik tambang? Asal narik, gue yang digorok orang, bangke!"

"Semua hadiahnya buat Lo? Masih mau protes?"

Catra seketika bersorak girang.

"Ashiaaap!! Kalo begituan mah, gue jabanin semua! Bentar, gue calling dulu!"

"Bukan sekarang."

Catra yang baru saja mengeluarkan handphone nya lantas mendelik.

"Ya kapan? Ngapain Lo nyuruh-nyuruh sekarang?"

Bara tersenyum sinis.

"Suruh dia siap-siap mulai sekarang. Sabtu ini gue tunggu di ring."

"Yee kirain mau sekarang. Tumben banget Lo yang ngajak?"

"Cuma mau buktiin, sekarat atau mati di tempat!"

Catra yang baru saja hendak duduk lantas kembali berdiri. Tak habis pikir, berteriak keras.

"GILE LU?!"

°°°

Me
Rey udah pulang hari ini.
17.02

Hanin menghela nafas sejenak, tak tahu harus bagaimana. Devon benar-benar tak ada datang lagi ke rumah sakit, bahkan membuat sang Bunda pun kebingungan. Pasalnya biasanya Devon yang selalu siap siaga jika mereka sedang dalam masalah.

"Mungkin Bang Devon sibuk," ucap Rey menenangkan sang Kakak.

Beralih membantu sang adik untuk berdiri. Hanin hanya mengangguk.

"Tapi kalo Bang Devon ikutan benci keluarga kita gimana?"

Rey memperhatikan wajah Kakaknya yang nampak khawatir.

"Kakak yang bilang kalo kita gak perlu bergantung sama orang lain. Ngapain khawatir?"

Hanin tersenyum tipis membalas ucapan sang adik. Ya, tak perlu khawatir.

"Kalo bencinya tanpa alasan ngapain diperduliin? Kita gak ganggu keluarga mereka kok."

Hanin mengangguk sekali lagi, lalu memeluk erat sang adik yang jelas lebih tinggi darinya.

"Aduh pada ngapain sih? Kok gak ngajak-ngajak Bunda?" seruan dari Farah, membuat kedua anaknya tersenyum. Seraya kembali merentangkan tangannya agar sang Bunda ikut masuk dalam pelukan. Tak melewatkan kesempatan Farah ikut memeluk erat dua permata indahnya.

Dan tanpa mereka sadari, Bara melihat semuanya. Betapa indahnya dunia keluarga bahagia seperti mereka. Walau tanpa sosok pemimpin di antara mereka. Mereka tetap bahagia. Secuil rasa iri itu ada, selalu berandai-andai jika Ibunya masih ada.

Hening Untuk Bara [TERBIT] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang