Ini perihal kebiasaan. Semakin lama kita akan terbiasa, entah perihal lama waktunya atau perasaannya.
°°°
Hanin termenung menatap pada alat Elektrokardiograf yang terus berbunyi mengisi keheningan di ruangan sang adik. Bundanya tengah pulang untuk mempersiapkan kebutuhan Rey.
Jauh di dalam lubuk hatinya, ia begitu sedih pada kondisi keluarganya. Cobaan seolah-olah datang secara bersamaan.
Ia berharap setelah ini, tak ada lagi kesedihan di keluarganya. Ia cukup terluka pada nasib toko sang Bunda dan adiknya. Andai Ayahnya masih hidup. Mungkin Bundanya tak akan selelah ini.
"Nin??"
Hanin yang tengah melamun, seketika menoleh pada pintu ruang rawat sang adik yang terbuka.
"Dev--on?"
Devon menghela nafasnya kasar. Lalu menaruh cepat tas sekolahnya di sofa dekat sana.
Hanin menggigit bibir dalamnya melihat reaksi Devon yang nampak--marah?
"Kamu nganggep aku apasih??"
"Dev--"
"Nin! Bagi aku Rey udah kayak adek aku sendiri. Kita bersahabat udah bertahun-tahun, suka duka kamu dan aku itu bagian dari kehidupan kita Nin! Ini kecelakaan Rey kamu --akhh!" Devon meremas rambutnya kuat. Jika bukan karena tadi ia memaksa Elisya untuk mengatakan keberadaan Hanin mungkin ia tak tahu masalahnya.
"Maaf Dev," ujar Hanin.
"Kamu gak ngerti khawatirnya aku sama kalian! Makin kesini aku makin heran, kamu bahkan sampe ngelarang Eca buat cerita sama aku?! Kenapa Nin? Kamu takut sama Mama? Nin--"
Suara tepukan tangan beberapa kali itu berhasil menghentikan suara Devon.
"Udah drama rumah tangganya?" suara Bara membuat Devon mengernyit bingung. Lalu menoleh bergantian pada dua manusia itu. Sial apa yang ia lewatkan sekarang?
"Kalian--"
"Pacaran!"
Pernyataan itu berhasil menghunus jantung Devon. Apa maksudnya?!
Wajah Devon seketika memerah.
"Apa-apaan lo?! Nin--"
"Gak terima heh?!"
"Kak Bara--"
Devon menatap Hanin sejenak, seketika itu juga Hanin merasa sakit melihat tatapan berbeda dari Devon padanya.
"Ini alasan kamu Nin? Sejak kapan??" Devon terkekeh miris, sekarang ia merasa gagal.
"Dev--" tanpa kata lagi, Devon langsung pergi meninggalkan ruangan itu setelah meraih kembali tasnya.
Hanin menggigit bibirnya keras. Sakit rasanya. Entah kenapa.
"Berencana buat selingkuh?"
Pertanyaan Bara, membuat Hanin menggeleng berkali-kali.
"Kalian lebih dari temen kayaknya? Apa jangan-jangan..,"
"Devon udah kayak Kakak buat kami Kak."
"Seriously? Keliatannya kayak ada something di antara kalian."
Hanin tak menanggapi.
"Gak usah deket-deket tuh orang lagi!"
Hanin membelalak kaget.
"Gue gak suka milik gue diusik. Mau terpaksa atau nggak. Lo milik gue! Sekali Lo ngelanggar, hidup Lo hancur! Lo gak mau dicap murahan kan?" ucap Bara dengan santainya, ditambah smirk di bibirnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hening Untuk Bara [TERBIT]
Novela JuvenilKamu asmaraloka yang amerta di bentala adiwarna tetapi terasa aksa bagiku sang niskala [Hening Untuk Bara] °°° Bara, remaja dengan keheningan dalam hidupnya, dibelenggu oleh luka basah yang menganga yang membuatnya kecewa atas rasa saling cinta. Tap...