10• Tawaran

227 89 37
                                    

Kita hanya sebuah kebetulan yang tiba-tiba dipertemukan

°°°

"Nin jangan panik..,"

Hanin tak menyahut fokusnya hanya pada adiknya, Reyyan Adharta.

"Kok?--Kak Bara?" itu suara Elisya yang nampak kaget.

Bara yang tengah menyandarkan tubuhnya di dinding rumah sakit tepat di depan ruang UGD menoleh.

"R--Rey gapapa kan Kak?"

Bara menghela nafas sejenak.

"Lo duduk aja. Dia lagi ditanganin."

Hanin tak menurut, berusaha mencuri lihat ke dalam ruangan dengan sekujur tubuh yang lemas karena khawatir. Berharap adik kesayangannya tak kesakitan di sana atau kemungkinan terburuk--meninggalkannya.

Dalam hati Hanin berucap apa dosa ia dan sang Bunda.

"Kok Kak Bara bisa di-- sini?" Elisya masih penasaran perihal keberadaan Bara hingga bisa di sini.

Awalnya Bara menolak menjawab. Namun akhirnya bersuara.

"-gak sengaja liat abis nongkrong deket lokasi kejadian." Bohong! Ya buat apa juga ia jujur jika malah akan memperparah kondisi sahabatnya.

Hanin menoleh dengan mata sayunya, tersenyum tipis lanjut bersuara.

"Makasih Kak udah bantu Rey," ucapan tulus itu membuat Bara terdiam. Seharusnya Hanin memakinya sebagai alasan teman dari si pelaku.

Tapi ya--sepenuhnya tidak salah juga bukan?

Bara mengangguk. Tak lama ruangan tempat Rey dirawat keluar seorang dokter.

"Keluarga pasien?"

"Saya Kakaknya dok!"

Sang dokter menghela nafas sejenak lalu mengangguk, membuat Hanin dilanda cemas.

"Mari ke ruangan saya sebentar, ada yang perlu saya bicarakan pada keluarga pasien."

Hanin mengangguk sekali, Elisya sempat berusaha menenangkan Hanin lewat genggaman tangannya dan tak luput dari penglihatan Bara.

Hanin menarik nafas dalam, menoleh sejenak pada ruangan tempat sang adik dirawat, berharap Tuhan mengabulkan permohonannya untuk kemungkinan terburuk yang akan terjadi.

°°°

"Gimana?"

"Nin?"

Suara yang keluar bersamaan itu membuat Hanin tersenyum tipis, walau ada senduh di dalamnya.

"Nin? Jangan senyum anjir!" maki Elisya yang malah membuat dirinya panik sendiri.

"Diem!"

Elisya mendadak bungkam.

"Nin??"

"Kalo cuman bikin dia makin panik, mending balik sana!"

"Why? Dia temen gue, Lo--"

"Jaga mulut Lo sialan!" bentak Bara keras.

Hanin mengusap wajahnya kesal. Lalu menghela nafas sejenak.

"Kalian pulang aja ya? Rey harus dijagain soalnya."

"Gak!" itu suara Bara. Sedangkan Elisya tak menjawab.

"Yaudah Ca, Lo balik aja ya? Biar Kak Bara bantu gue--"

"Nin dia gak ada uru--"

"LO!"

Hening Untuk Bara [TERBIT] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang