Sisa hujan kemarin ternyata masih belum kering
°°°
Hanin mengerjap pelan, memilin pelan ujung bajunya. Ia tak salah, pandangannya yang mengedar sejak tadi tidak salah. Ini benar, benar. Ini tempat yang sama, dua tahun lalu.
Hanin semakin gelisah ketika semakin masuk ke dalam lorong, pria-pria berbadan kekar itu semakin banyak. Hanin ingin pulang, tapi ia tak punya uang membalas jasa Bara yang selalu pria itu ungkit.
"Bundaa, Rey.., Hanin takut," gumamnya.
Jalan masuk yang sama seperti waktu itu dulu kembali menghentikan jalan Hanin. Bedanya kali ini ia hanya sendiri.
"Kartu?" tanya pria bertato itu seraya menyodorkan tangannya seperti hendak memukuli orang.
Hanin mengingat ucapan dari Bara ketika menelponnya setelah ia mengirimkan lokasi ini.
"Sebut nama terakhir gue!"
"A-alaksa."
Setelah merasa pendengarannya tak salah, pria itu langsung saja membukakan pintu besi itu dengan patuh.
Hanin menghela nafas legah, tapi nyatanya ketakutannya tak hanya sampai disitu. Ia malah mendapati banyak pasang mata pria. Karena memang di dalam ruangan ini didominasi oleh pria, menatapnya dengan tatapan aneh.
Hanin semakin menarik lengan sweeternya agar semakin turun hingga menutupi seluruh tangannya yang mendadak dingin.
"Hai cantik?" itu sapaan mengerikan yang Hanin dengar dari pria bertindik itu.
Satu pria lagi hendak menyentuh dagunya, namun segera Hanin tepis. Ia tak sudih, disentuh manusia menjijikkan ini.
"Wow jual mahal ternyata." seru salah satu dari kelima pria itu.
Hanin semakin gugup, ketika pria yang tadi hendak menyentuh dagunya semakin mendekat ke arahnya yang dihadiahi sorakan dari teman-teman si bajingan itu.
"Menjauh dari sana!" Ucap suara bariton dari pria yang familiar di telinga Hanin membuat Hanin mendesah legah.
Membuat kelima pria tadi bergegas pergi, merasa berada dalam masalah.
Hanin cepat-cepat mendekat, "K--Kak Bara.., Hanin takut."
" Ikut gue!" hanya itu jawaban dari Bara.
Hanin menurut untuk mengekori Bara, ia tak akan mau ditinggal sendirian.
"Tunggu di sini!" setelah memasuki salah satu ruangan, Bara menunjuk sebuah sofa yang berada di pojok ruangan.
Hanin bergegas menggeleng beberapa kali, menolak, "Gak mauu, Hanin ikut!"
"Gue mau ganti baju!"
"Ikut..."
"Gila lo?!"
"Takut Kak Bara..."
"Gak bakal ada yang ngapa-ngapain Lo!"
"T-takut..."
"Lo nurut atau gak gue anter pulang?!"
Hanin bergegas menurut, tak mau jika nanti pulang sendiri. Tadi saja ia sudah diselimuti kegelisahan luar biasa. Apalagi nanti?
Bara jengah sendiri, lantas masuk ke dalam walk in closet. Untuk apa Hanin takut? Toh ruangan ini hanya miliknya, sekalipun ada yang masuk itu hanya Kevas dan Catra saja.
Lama menunggu Hanin dikejutkan oleh kedatangan seseorang.
"Eh ada cewek."
Hanin beringsut takut-takut. Ketika mendapati pria dengan tampang brandalan di hadapannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hening Untuk Bara [TERBIT]
Genç KurguKamu asmaraloka yang amerta di bentala adiwarna tetapi terasa aksa bagiku sang niskala [Hening Untuk Bara] °°° Bara, remaja dengan keheningan dalam hidupnya, dibelenggu oleh luka basah yang menganga yang membuatnya kecewa atas rasa saling cinta. Tap...