16• Aula

151 33 54
                                    

Kamu bahkan tak tahu seberapa beratnya aku mengontrol perasaan itu.

°°°

"Dev aku mau ngomong."

Devon yang semula hendak menghindar lantas menghentikan langkahnya. Karena kali ini Hanin benar-benar menahannya sekuat tenaga.

Menarik nafas dalam, lalu meraih pergelangan tangan milik Hanin. Dan menariknya menuju area dekat aula yang cukup sepih untuk bicara.

Hanin kaget sendiri, lantas tersenyum tipis. Ia senang kali ini Devon meresponnya seolah memberi tanda kata 'damai' yang belum pasti.

"Cuma ngomong sebentar, setelah itu aku mau main," ujar Devon dengan raut wajah yang sama, terlihat datar yang Hanin sendiri mengakui raut itu menyebalkan di matanya.

Hanin merengut sebal.

"Main kemana? Masa sama aku kamu gitu sekarang, giliran udah banyak temennya kamu lebih milih mereka gitu?" nada suara Hanin terdengar kesal.

Devon lantas menyugar rambutnya ikutan kesal.

"Terus bedanya sama kamu apa??"

"Kok aku--"

"Iya kamu! Kamu malah milih orang yang kamu sendiri gak tahu asal usulnya darimana. Dan ngelupain aku soal Rey. Kamu anggep aku selama ini apa Nin?? Kita udah dari kecil sama-sama, kita udah kayak keluarga tapi kamu malah milih si cowok itu--" ucapan Devon terpotong.

"M--maaf..," cicit Hanin takut-takut pasalnya Devon tak pernah terlihat semarah ini.

Sebelum kembali bersuara, langkah kaki seseorang yang dengan santai mendorong bahu Devon hingga hampir terhuyung membuat Hanin kaget.

"She's mine bro!" ucapan dengan nada yang terdengar datar namun lugas itu berhasil membuat Hanin kaget sekaligus bingung. Kenapa ada pria ini di sini?

Dengan santainya Bara malah tersenyum miring.

"Acting like the owner..., you look stupid."

Devon nampak mendengus kesal. Malas meladeni lebih jauh lagi, ia beralih berdiri lalu tanpa mengatakan apapun pergi dari sana. Membuat rasa bersalah dalam diri Hanin makin besar.

"Seharusnya Kak Bara gak usah dorong Devon," cicit Hanin seraya menunduk.

Bara sedikit terkejut pada respon bodoh gadis di hadapannya ini.

"Kalo Lo lupa. Lo milik gue sekarang!"

Hanin lantas mengangkat kepalanya dengan perasaan marah.

"Aku bukan barang Kak! Bukan hak milik siapapun!"

Bara lantas berdecih.

"Jangan lupa kesepakatannya Haninda, jangan jadi cewek murahan bisa?" ucap Bara santai yang malah membuat Hanin mengepalkan tangannya erat. Sakit rasanya.

Matanya rasanya sudah memanas, siap melebur kapan pun.

"Setelah dikasih duit--pergi gitu aja bukankah Lo gak ada bedanya sama ja--"

"STOP!" Hanin menatap terluka pada ucapan Bara yang ia rasa kurang ajar, "Kakak gak berhak injak harga diri aku kayak gitu!!!" bentak Hanin tak terima.

"Why? Kalo Lo gak mau dicap buruk, jangan ganjen! Muka polos tapi kelakuan--"

Plak!

Hanin menampar keras pipi kiri Bara dengan terkejut. Pasalnya itu reaksi refleks yang ia lakukan.

Hening Untuk Bara [TERBIT] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang