32. Misteri yang belum dipecahkan

867 54 4
                                    

Happy Reading!

•••••

Sore ini, Arkan bersama teman-temannya sedang berada di markas, untuk menyiapkan strategi perang.

Siang tadi, Arkan mendapatkan pesan dari Ferdi, ia menantang Avragos untuk berkelahi. Jika biasanya mereka berkelahi untuk mencari tau siapa yang kuat, tapi sekarang tidak.

Yang kalah akan menuruti yang menang, dan yang menang harus memberi perintah. Ngerti nggak?

"Gak biasanya tuh geng neraka nantangin kita kayak gini, biasanya kalau nantangin mau adu kekuatan," ujar Alan kaget. Setelah dijelaskan Arkan tadi, cowok itu langsung menganga lebar.

Arsya mengangguk, "Iya anjir, gak biasanya. Apa jangan-jangan mereka kesurupan surga?" balas Arsya mengada-ngada.

Gavin yang berada di samping Arsya langsung menggeplak kepala lelaki itu, "Gak ada kesurupan surga itu goblok." ucapnya.

Arsya menampilkan sederet gigi putihnya, "Bisa jadi kan,"

Setelah menyusun strategi, mereka langsung menaiki motor mereka dan mengegasnya menuju lapangan yang berada di sekitar SMA Garuda.

Arkan memarkirkan motornya di bawah pepohonan, diikuti temannya. Lalu mereka menghampiri geng Jahannam yang sudah berada di tengah lapangan.

"Mau lo apa sih?" tanya Arkan.

Ferdi terkekeh sebentar, "Gue mau Jeje," katanya dengan lantang.

"Bangsat." gumam Arkan.

"Kalau gue menang, Jeje punya gue. Dan kalau lo menang lo bisa ambil Jeje." cerca Ferdi sembari mengangkat telunjuknya.

Bug

Arkan menonjok rahang Ferdi tidak terima, enak saja gadisnya dijadikan taruhan. Dadanya terlihat naik turun menahan amarah.

Ferdi yang tertoleh pun terkekeh, "Lo takut ya? takut lo kalah terus Jeje jatuh ke pelukan gue." ejeknya.

"Gak ada kata takut dikamus gue."

Arkan menonjok rahang Ferdi sekali lagi, dan Ferdi pun membalasnya. Pertanda perang dimulai.

30 menit kemudian, tawuran itu berakhir dengan Avragos yang menjadi pemenangnya. Kekuatan Avragos memang, tidak usah diragukan lagi.

"Gue serahin Jeje ke lo, kalau sampai lo nyakitin dia, gue gak segan-segan buat lo celaka," kata Ferdi memperingati.

"Gue gak akan pernah nyakitin dia."

Setelah itu, Ferdi dan anggotanya pergi dari tempat itu.

Disisi lain, seorang gadis sedang duduk bersama kakak laki-lakinya di ruang keluarga. Gadis itu merebahkan tubuhnya didada bidang sang kakak sembari memakan keripik kentang.

Fokus keduanya terarah ke televisi yang menampilkan 2 bocah botak. Jesica mendengus kala tampilan di televisi itu berubah menjadi iklan.

"Bang, Jeje mau ngomong sama abang," ucap Jesica sembari menegakkan duduknya.

Xavier menoleh, "Kamu mau ngomong apa, dek?" tanyanya.

"Kemarin waktu Jeje belum sadar, Jeje ada ditempat yang nuansanya warna putih. Tiba-tiba ayah sama bunda datengin Jeje, mereka nyuruh kita buat nyari kembaran Jeje," jelas Jesica panjang lebar.

"Kembaran? abang baru tau kalau kamu punya kembaran,"

"Makanya itu bang, ayah sama bunda nyuruh Jeje buat nyari, dan kata mereka kembaran Jeje ada di sekitar Jeje," lanjut Jesica.

"Abang pasti bantuin kamu kok," Xavier mengacak pelan rambut Jesica.

"Oiya bang, pelaku yang buat ayah, bunda kecelakaan udah ketemu belum? Terus orang yang nabrak Jeje gimana keadaannya?" tanya Jesica lagi.

"Orang yang buat ayah bunda kecelakaan belum ketemu, polisi masih nyari. Kalau orang yang nabrak kamu, dia lari gak tanggung jawab," balas Xavier.

"Jadi aku korban tabrak lari ya?" Xavier mengangguki ucapan Jesica.

"Polisi udah ngecek cctv didepan sekolah kamu, tapi plat truknya dicopot, kayak disengaja banget,"

•••••

Jesica berjalan kearah kelasnya, pagi sekali ia berangkat ke sekolah. Gadis itu memaksa Xavier untuk mengantarkannya sepagi ini, bahkan Jesica belum sarapan.

Entah dia kerasukan apa untuk berangkat sepagi ini. Keadaan di koridor sangat sepi karena waktu masih menunjukkan pukul 6 pagi.

Gadis dengan cardigan abu-abu itu memasuki kelasnya, ia duduk di bangkunya lalu menenggelamkan kepalanya dilipatan tangan.

Hanya ada beberapa siswa yang berada di kelas itu, mereka datang pagi untuk melaksanakan piket.

Sebuah tepukan tangan mendarat di bahu gadis itu, Jesica bangun dari tidurnya lalu menoleh mendapati Arkan yang sedang tersenyum kearahnya.

Tanpa sepatah katapun, Arkan menggandeng tangan Jesica dan menggeretnya menuju kantin, laki-laki itu mendapat pesan dari Xavier tadi pagi.

Xavier memberi kabar kalau Jesica sudah berangkat ke sekolah tapi belum sarapan, Arkan tidak mau Jesica sakit jadi ia mengajaknya ke kantin.

Setelah memesan makanan, kini keduanya duduk di bangku yang terletak di pojok. Arkan menggeser semangkuk bubur ayam ke depan Jesica.

"Jeje gak mau makan, Arkan. Males," kata Jesica cemberut.

"Kamu mau penyakit maag kamu itu kambuh?"

Jesica menggeleng, lalu dengan terpaksa ia memakan makanannya. Arkan yang melihat itu hanya tersenyum tipis, ia senang Jesica menuruti perintahnya.

Setelah menghabiskan semangkuk bubur, Jesica menepuk pelan perutnya. Kekenyangan. Entah, tidak biasanya gadis itu kekenyangan hanya karena 1 mangkuk bubur. Biasanya ia baru kekenyangan jika makan 3 sampai 4 mangkuk bubur.

Gadis itu mengajak Arkan untuk pergi kekelaa karena bel akan berbunyi sebentar lagi, setelah mengantarkan Jesica ke kelas, kini Arkan berjalan ke arah rooftop, ia berinisiatif untuk bolos.

Setelah membuka pintu rooftop, hal pertama yang disuguhkan adalah langit berwarna biru cerah dengan gumpalan-gumpalan awan. Arkan berjalan kearah pembatas rooftop, ia menatap kelangit.

"Terima kasih Tuhan, karena telah mempertemukan saya dengan sahabat kecil saya."

"Saya sangat bahagia, karena kebahagiaan saya yang selama ini hilang, telah kembali."

"Sekali lagi, terima kasih Tuhan."

Setelah mengucapkan kalimat-kalimat tersebut, dengan langkah lebar ia melangkaj kearah sofa yang tersedia disana. Ketua Avragos itu merebahkan tubuhnya di sofa terasbut.

Semilir angin diatas rooftop membuat ia mengantuk, mata coklat yang sudah tidak tahan pun akhirnya terpejam.

Di lain sisi, saat ini Jesica sedang mengerjakan ulangan harian matematika yang diadakan mendadak.

Otak Jesica rasanya ingin meledak, melihat angka-angka yang berjejer. Jesica spesies orang yang suka fisika tapi tidak suka matematika. Aneh memang, padahal sama-sama menghitung.

"Sstt, Nay!" bisik Jesica kearah Nayra yang berada di belakangnya.

Jesica dan Alika belum sama sekali mengisi lembar jawaban mereka. Padahal hanya 2 soal, iya sih dua soal, tapi bercabang.

"Kenapa, Je?" tanya Nayra, masih dengan berbisik.

"Udah selesai belum? gue mau nyontek, hehe," jawab Jesica disetujui Alika.

Nayra mengangguk, "Udah kok, nih," ujarnya sembari memberikan lembar jawabannya kearah gadis di depannya.

"Makasih ya Nayra cantik."

Nayra memang sedikit suka dengan matematika, tapi tidak sebesar sukanya terhadap kimia. Jadi ia masih bisa sedikit-sedikit.

"Oke anak-anak, waktu sudah habis, silahkan kalian kumpulkan lembar jawaban kalian didepan," titah pak Doni selaku guru matematika.

Jesica dan kedua temannya pun maju untuk mengumpulkan, lalu mereka langsung keluar ruangan menuju kekantin karena bel sudah berbunyi.

•••••

Tbc!

ARKANJESICA (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang