30. Salahmu!

2.5K 240 24
                                    

"Maksud kamu?" Nia masih bertanya.

Cih! Dia masih pura-pura lupa. Benar-benar the best actrees rupanya.

"Tanya aja sama diri kamu sendiri!"

"Mas, kamu ngomong apa sih?"

"Hh, kamu pikir aku nggak tahu kalau kamu punya rencana buat gugurin kandungan kamu? Ini semua salah kamu!"

Mata Nia terbelalak lalu berkaca-kaca.

"Kamu seneng 'kan sekarang?" Aku berkacak pinggang.

Nia masih menggeleng.

"Hh, nggak usah pura-pura sedih lah. Toh kamu sekarang nggak usah repot-repot makan nanas atau minum pil penggugur kandungan. Sekarang ka--"

Plak!

What! Pipi kiriku terasa pedas. Aku menatap Nia, tajam. Hatiku bergemuruh, tanganku mengepal, jantungku berdebar bukan karena jatuh cinta, tapi karena amarahku yang sudah memuncak. Aku beradu tatapan tajam dengan Nia. Bisa-bisanya dia yang memelotot dan terlihat marah. Nggak kebalik?

"Permisi ...."

Seorang perawat datang menginterupsi. Aku dan Nia terpaksa mengakhiri adu tatap ini.

"Permisi, maaf mengganggu. Sebentar lagi dokter visit ya, nanti kalau hasil observasinya bagus, Ibu Raynia sudah boleh pulang."

Aku melirik Nia, dia malah membuang muka. Playing victim!

"Selamat siang ...."

Dokter Sp.O.G datang menghampiri. Aku menyalaminya sekilas.

"Gimana Ibu apa ada keluhan? Ada yang sakit? Coba tiduran dulu ya saya periksa."

Dokter mulai memeriksa kondisi Nia.

"Nggak ada, dok. Nggak ada yang sakit. Jadi ... Apa saya boleh pulang sekarang?"

Aku mengernyit. Nggak sabaran amat si Nia. Kulihat dokter mengangguk.

"Kalau dilihat dari kondisi Ibu, sepertinya nggak ada yang perlu dikhawatirkan. Sore ini Ibu sudah boleh pulang. Tapi inget ...."

Dokter malah menoleh ke arahku sambil tersenyum. Kenapa?

"Bapaknya puasa dulu ya." Dokter dan perawat malah senyum-senyum.

Hah? Maksudnya?

"Nanti jangan lupa kontrol ya, Bu. Kalau gitu saya pamit dulu, Pak."

"Oh, iya, dok. Terima kasih."

Aku mengantar dokter sampai ke pintu. Perawat masih tinggal untuk melepas infusan Nia. Hh, aku benar-benar lelah.

Kuputuskan untuk duduk saja di sofa. Malas aku menghampiri Nia yang wajahnya masih juga ditekuk dan sesekali mengusap air mata.

"Ibu yang sabar ya, saya juga dulu hamil pertama keguguran. Tapi Alhamdulillah sekarang anak saya tiga."

Perawat bercerita tanpa ditanya.

"Yang penting Ibu sama Bapak tetap semangat, dicoba lagi, Bu. Insyaallah nanti dapet rezeki lagi."

Kulirik Nia hanya tersenyum tipis menanggapi cerita perawat yang sudah selesai mencabut jarum infus dari tangannya. Setelah berpamitan, perawat lalu menutup pintu. Aku beranjak untuk menguncinya. Aku perlu bicara empat mata dengan Nia.

"Aku mau pulang ke rumah Ibu."

Sempat terlonjak kaget saat Nia tiba-tiba sudah di belakangku. Tapi aku berusaha tetap cool saat berbalik menghadap Nia.

RAINBOW CAKE ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang