18

396 27 0
                                    

Today is shopping day!

Kata Mas Dewa hari ini pekerjaan nya di kantor tidak banyak, itupun hanya ada satu meeting internal yang sudah di laksanakan tadi pagi. Oleh karena itu, siangnya kami berdua memutuskan untuk belanja offline keperluan bayi.

Pilihan Mas Dewa ada di salah satu baby shop yang sering orang datangi karena terkenal dengan kualitasnya yang luar biasa. Harganya pun pasti fantastis. Namanya juga Mas Dewa, semboyan nya saja, kalau mau yang bagus harus berani yang mahal .

"Mas, stroller bayi nya yang biasa aja. Yang penting nyaman buat baby. Jangan asal mahal tapi baby nya nggak nyaman." Aku mewanti-wanti Mas Dewa yang sedang melabuhkan pandangan nya ke jajaran stroller .

"Yang nyaman itu yang paling mahal, Flora. Masak sih kamu perhitungan sama anak kita."

Ya lord, bukan begitu maksud ku.

"Pink apa biru?" Mas Dewa menunjuk kedua stroller bayi yang modelnya simpel tapi bagus. Kelihatannya nyaman untuk bayi baru lahir.

"Biru."

Mas Dewa tersenyum jahil."Jadi baby boy?"

"Rahasia dong."

Kami melanjutkan perjalanan lagi. Setelah mencari stroller , Mas Dewa mengajakku ke area baju-baju bayi. Kami berdua memilih warna yang netral, ada hijau sage, abu-abu dan biru muda.

"Mas, aku ke toilet dulu ya. Sisanya aku serahin kamu."

"Aku antar yuk."

"Enggak usah."

Setelah selesai buang hajat, aku kembali menemui Mas Dewa. Tapi yang membuatku terperangah adalah satu tumpukan belanjaan yang banyak sekali. Ku lihat Mas Dewa tengah berbicara dengan seller nya.

"Nanti biar kita antar ke rumah Pak Dewa. Mohon tinggalkan alamat saja di sini."

Aku menjawil lengan Mas Dewa.

"Ngapain beli sebanyak ini? Mau buka toko?"

"Enggak banyak tahu. Ini bahannya bagus semua terus aku dengar-dengar dari ibu yang baru aja belanja, bayi baru lahir itu sering gonta-ganti baju sama popok."

Aku menepuk dahi."Tapi enggak sebanyak ini juga dong. Bajunya kan bisa di cuci lagi."

"Ya sudah sekali-kali juga.Mas, uangnya sudah saya transfer ya."

Seller nya mengacungkan jempol.

"Yuk pulang. Jangan capek-capek."

Di perjalanan pulang, Mas Dewa bersenandung lirih, senyum di bibirnya belum luntur sejak keluar dari toko perlengkapan bayi.

"Kamu kenapa, Mas?"

"Rasanya senang aja. Enggak lama lagi bakal ada yang minta uang saku, minta jalan-jalan terus minta di antar ke sekolah."

"Siapa?"

Mas Dewa menatapku dengan dahi mengerut."Ya anak kita lah siapa lagi."

"Masih lama, Mas Dewa."

"Nanti tiba-tiba enggak kerasa, Flora. Lihat aja nanti, rasanya anak kita kayak baru lahir tapi udah pacaran aja."

Aku menepuk lengan Mas Dewa. Enak saja pacaran-pacaran, lahir saja belum.

Suasana mobil kembali tenang. Iseng-iseng, aku membuka ponsel Mas Dewa. Notifikasinya penuh sekali. Saat aku lihat, isinya adalah notifikasi dari aplikasi belanja online yang mengatakan perkembangan paketnya sudah sampai mana.

"Kamu beli apa lagi Mas di aplikasi olshop?"

Mas Dewa menyengir sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

"Beli apa, Mas?"

"Alat pengusir nyamuk buat bayi,terus speaker lulaby biar bayinya cepat tidur terus--"

Melihatku mengepalkan tangan, Mas Dewa berhenti berbicara.

"Semuanya buat apa, Mas Dewa?" Bibirku menipis, ingin sekali aku mencubit pipi Mas Dewa.

"Maaf."

"Maaf-maaf, sayang duit sekali-kali kenapa sih, Mas. Enggak baik tahu menghamburkan uang secara berlebihan. Ingat, rezeki itu milik Allah. Suatu saat kalau di ambil, kamu punya apa, hah?!"

"Astaghfirullah, Flora. Kamu doain aku bangkrut?"

"Bukan doain Mas tapi kasih tahu. Susah deh ngomong sama orang yang enggak pernah jajan cilok terus ujung plastiknya di gigit!"

***

"Flora, kalau baby shower nanti di Bali gimana? Kebetulan ada teman aku yang nawarin resort nya."

Mas Dewa meletakkan dagunya di bahuku. Kalau tingkahnya sudah mirip kucing kangen induknya gini, udah di jamin pasti ada maunya.

Aku menutup buku kehamilan dan meletakan nya di meja. Menoleh ke samping dan mendapati wajah suamiku yang tampan ini sedang tersenyum lebar.

"Nawarin itu konteksnya di sewain apa nyuruh beli?" Aku memicingkan mata, menghardik Mas Dewa.

Mas Dewa terdiam. Nah kan ketahuan.

"Berapa, Mas?"

"Apanya?"

Aku berdecak."Enggak usah pura-pura! Berapa Mas?"

"Satu."

"Satu perak?" Aku tidak sabar.

"1 M."

"Astaghfirullah, Mas Dewa. Insyaf Mas. Ngapain beli resort segala buat acara yang enggak nyampe 24 jam. Jangan bilang buat bantu teman. Bantu teman itu ada kamusnya sendiri."

"Emang buat bantu teman, Sayang. Dia mau jual resort buat lunasi utang nya. Dia habis di tipu investor."

"Kenapa nawarin nya mesti ke kamu, yang lain kan ada, Mas. Oh aku tahu, yang lainnya kan enggak ada yang seboros kamu."

"Jadi gimana?"

"Ya jelas enggaklah."

"Kamu enggak pengen gitu jalan-jalan ke Bali terus nginapnya di resort yang pemandangan nya langsung ke pantai lepas? Akses nya juga dekat kemana-mana loh."

"Oke beli...

"Yes!" Mas Dewa berniat mencium pipiku namun segera saja aku tahan dengan telunjuk ku.

"Tapi kamu yang harus tinggal di sana. Aku enggak mau!"

"Maksudnya kita LDR?"

Aku mengangguk sambil tersenyum manis.

"Ih mana bisa gitu. Masak kita pisah antar pulau sih!" Mas Dewa mengerutkan keningnya.

"Ya gampang kan tinggal pilih, beli resort tapi jauh-jauhan sama aku atau enggak beli dan kita tetap tinggal di sini."

"Pilih kamulah!"

The Richie Hubby [Terbit Ebook]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang