Sampai di rumah sakit, aku langsung di bawa ke ruang bersalin. Papi dan mami Mas Dewa pun sudah sampai, melihatku, Mami langsung memeluk dan menguatkan ku.
"Flora, Mami yakin kamu pasti bisa."
Aku tersenyum tipis sebelum suster mendorong ku memasuki ruang bersalin. Pikiran ku benar-benar terpecah antara rasa cemas dan takut akan melahirkan dan Mas Dewa yang tidak kunjung sampai.
Sampai di dalam, dokter langsung melakukan tindakan.
"Ibu jangan mengejan terlebih dahulu ya. Tunggu instruksi dari dokter," ucap salah seorang suster yang mendampingi dokter.
Perutku rasanya sudah tidak karuan. Zikir pun tidak pernah selesai ku ucapkan. Semoga Tuhan melancarkan segalanya meski Mas Dewa tidak di samping ku.
"Suami dari Ibu Flora Adinata di mana ya?"
Sayup-sayup aku mendengar dokter bertanya dan setelahnya terlihat Mama yang mengajukan diri untuk mendampingi ku. Itu artinya Mas Dewa masih belum datang juga kan.
Ya Allah.
"Flora?" Mama yang baru masuk langsung mengelus rambutku dengan lembut. Aku sedikit tenang.
"Bu? Fokus ke persalinan ya. Jangan pikirkan hal-hal lain. Pembukaan nya hampir sempurna, tinggal menunggu beberapa saat lagi, Ibu bisa mulai mengejan."
"Bismillah, Sayang," bisik Mama.
Aku berdoa.
Saat waktu persalinan semakin dekat, pintu kamar bersalin terbuka. Kami semua yang berada di dalam menyoroti siapa yang baru saja membuka pintunya.
"Mas?!" Aku sedikit memekik saat melihat Mas Dewa berada di ambang pintu dengan wajah paniknya. Oh akhirnya.
"Gimana, Sayang?" Mas Dewa memelukku erat.
"Lihat aku!" Mas Dewa menatap mataku dengan lekat seolah-olah ingin menyalurkan energi.
"Kamu pasti bisa, Sayang. Aku akan selalu ada di samping kamu. Tolong berjuang untuk anak kita, Sayang. Aku mencintaimu." Mas Dewa mengecup kedua kelopak mataku dan dahi.
Setelah Mas Dewa selesai memelukku, aku merasakan kontraksi yang begitu kuat. Mungkin ini saatnya.
"Bu, pembukaan nya sudah lengkap. Sekarang Ibu ikuti instruksi saya ya."
Setelah mengumpulkan energi, aku mulai mengejan. Di detik pertama, aku mencengkeram tangan Mas Dewa untuk menyalurkan rasa sakitnya.
"Ayo Bu. Kepalanya mulai terlihat."
Mendengar hal itu, semangat ku menjadi terpacu. Entah, tapi aku merasa sangat tidak sabar untuk melihat anakku.
Sambil menarik napas, aku mengerahkan seluruh tenaga untuk mengejan. Mas Dewa pun semakin rela saat tubuhnya aku cubit atau aku cakar.
Dan usaha itu membuahkan hasil. Beberapa menit kemudian, suara bayi menangis menjadi suara pertama yang terdengar di ruangan bersalin. Aku dan Mas Dewa kompak mengucapkan kalimat syukur.
"Terimakasih, Sayang." Mas Dewa menghujani ku dengan kecupan hangat.
"Selamat Ibu, bayi nya laki-laki."
"Alhamdulillah." Mas Dewa menangis terharu. Apalagi setelah dia melihat anak kami untuk pertama kalinya.
"Silahkan di adzan kan, Pak."
Di sela-sela mengadzani, Mas Dewa menangis terharu. Aku yang menyaksikan nya pun turut menangis terharu.
Allahuakbar... Allahuakbar...
KAMU SEDANG MEMBACA
The Richie Hubby [Terbit Ebook]
Romance[Terbit Ebook] Ebook bisa dibeli di: https://play.google.com/store/books/details?id=_XmXEAAAQBAJ&PAffiliateID=1101l7N6J "when two humans are brought together in a bond called marriage"